Setelah TKI, Kini giliran Mantan Presiden RI dihina Orang Malaysia

12 December 2012 | 4:28 am | Dilihat : 458

Rakyat Indonesia tidak suka dengan berita yang pernah beredar di Malaysia, "TKI on Sale", maksudnya ada penawaran tenaga kerja Indonesia dengan harga/gaji murah. Enak saja si penyebar edaran itu. Masyarakat dan DPR tersinggung dan marah, protes dan mencaci maki. Begitulah biasanya kalau bangsa  dengan penduduknya mayoritas muslim ini  merasa dihina martabatnya. Setelah itu ya sudah.

Nah kini giliran Mantan Presiden RI yang dihina oleh mantan pejabat Malaysia,  ex Menteri Penerangan Malaysia Zainudin Maidin. Dalam tulisannya yang dimuat di surat kabar Utusan Malaysia ( www.utusan.com.my), Zainudin menyebut bahwa Habibie adalah pengkhianat bangsa.  Puncak penghinaan itu sepertinya berada di akhir tulisannya, "Pada hakikatnya mereka berdua tidak lebih daripada The Dog Of Imperialism," tulisnya.

Judul tulisan Zainudin adalah "Persamaan Habibie dengan Anwar Ibrahim pada kolom Rencana. Pada intinya Zainudin menyoroti kedua tokoh tersebut, dia menuliskan "Habibie menjadi gunting dalam lipatan terhadap Presiden Indonesia Suharto walaupun Suharto yang membawanya kembali dari Jerman untuk kemudiannya menjadi wakil Presiden dan demikian juga yang dilakukan oleh Anwar Ibrahim terhadap Tun Dr. Mahahtir Mohamad ketika beliau menjadi Timbalan Perdana Menteri setelah dipungut daripada ABIM.

Apakah tujuan Anwar menjemput "pengkhinat" bangsa Indonesia ini ke Malaysia. Dia tidak mempedulikan perasaan rakyat Indonesia kerana mungkin mereka telah sekata hendak menunjukkan kebesaran dan keagungan masa silam mereka untuk melindungi dosa besar mereka dan mungkin masing-masing berangan-angan bahawa zaman besar itu akan datang semula. Pada hakikatnya mereka berdua tidak lebih daripada "The Dog Of Imperialism". Itulah tulisannya yang menyentuh perasaan masyarakat Indonesia.

Mantan Presiden RI ke-3, BJ Habibie setelah diberi tau soal tulisan tertawa dan menyatakan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, termasuk hak menyuarakan pendapat. "Kami yakin masyarakat Indonesia cerdas membaca media. Siapa yang mengemukakan pendapat tersebut juga harus dicermati. Jangan berasumsi," tutur Habibie. Kalau ada yang menghina Anda, anggap aja sebagai sebuah pujian, bahwa dia berjam-jam memikirkan Anda, sedangkan Anda tidak sedetik pun memikirkan dia," demikian tweet pada akun Twitter The Habibie Center, @habibiecenter, Selasa (11/12/2012).

Beberapa pihak merasakan bahwa tulisan itu sangat kasar, karena kita dan mereka selalu mendengung-dengungkan sebagai bangsa yang "serumpun." Tetapi tulisan tetap tulisan dan itu penghinaan. Budaya Indonesia selalu menghargai orang tua atau yang dituaakan, terlebih mantan presidennya. Sebagai elit UMNO, Zainudin serta tokoh partai tersebut merasa bahwa kedekatan BJ Habibie dengan Anwar Ibrahim sebagai ancaman. Elit politik Malaysia jelas takut rakyatnya akan meniru Indonesia dalam melakukan reformasi, khususnya dengan kedekatan Anwar Ibrahin sebagai tokoh pembaruan.

Rakyat Malaysia masih terkungkung dengan jepitan kebebasan, mereka dikontrol pemerintah, misalnya dengan masih diberlakukannya ISA (Internal Security Act), yang membolehkankan aparat keamanan menangkap langsung seseorang dan memasukan kedalam penjara tanpa pengadilan apabila dinilai mengancam keamanan nasional. ISA sudah mulai digugat rakyatnya, itulah awal yang kecil dari sebuah reformasi.

Jadi ini hanya ungkapan kekhawatiran elit UMNO terhadap kemungkinan terkontaminasinya publik Malaysia dengan penerapan demokrasi kebebasan. Hanya cara pengungkapannya kasar, terbuka dan yang pasti upaya mereka dengan jalan selalu menjelekkan Indonesia dan menempatkan Malaysia jauh lebih baik, maju dan penerapan sistem pemerintahannya, lebih baik dari Indonesia. Maksudnya jangan sampai rakyat Malaysia meniru Indonesia yang dikatakannya lebih jelek. Itulah kira-kira latar belakang ulah Zainudin.

Satu hal yang perlu diwaspadai oleh elit politik Malaysia, bahwa penerapan sistim demokrasi yang bebas dan liberal kini merupakan arus globalisasi yang sulit ditahan oleh negara manapun. Indonesia masih jatuh bangun dalam mencari formula demokrasi tersebut, keterbukaan dan anti korupsi untuk menuju cita-cita luhurnya. Indonesia jauh lebih berani dan sudah 13 tahun menapakinya. Sementara Malaysia tanpa sadar masih bertahan pada status quo sistem lama dan kuno,  yang lebih fokus menolak arus penerapan sistim demokrasi.

Pada suatu saat nanti, setelah Indonesia stabil, dan rakyat Malaysia bergerak menuju demokrasi yang mereka inginkan, nah barulah Malaysia akan menjadi negara yang jauh lebih terbelakang dibandingkan negara-negara lain yang sudah lebih dahulu menerapkan demokrasi. Barulah elit Malaysia akan menangis karena konflik internal awal demokrasi butuh waktu panjang. Indonesia akan tersenyum, dan mengatakan ternyata orang Malaysia tidak pintar-pintar sekali, hanya akalnya banyak. Penyesalan selalu dibelakang, bukan didepan. Kita lihat saja nanti. Begitu?

Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi Gambar : balinews.blog.com

 

 

 

 

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.