Langkah Pak Mahfud yang Berani mengambil Resiko
19 November 2012 | 11:45 pm | Dilihat : 702
Penulis selalu mengajarkan kepada anak buah saat masih aktif dahulu bahwa didalam hidup ini suatu hal yang paling sulit adalah mengambil keputusan. Sedang manusia mulai dia membuka mata, dia akan terus mengambil keputusan. Coba saja kita uji, begitu mata terbuka dipagi hari, dia harus memutuskan mau langsung bangun atau malas-malasan, setelah bangun mau minum dahulu atau langsung ke toilet, terus berlanjut dalam setiap geraknya. Begitu akan berpakaian dia harus memutuskan mau pakai baju apa, mau naik apa, mau lewat jalan mana, jam berapa, kemana dahulu, terus dan terus setiap saat si manusia diharuskan mengambil keputusan.
Apakah keputusan itu mudah? Tidak juga, kadang batin kita berdebat, kadang berdebat dengan isteri. Keputusan itu tergantung dengan tingkat pendidikan, makin rendah pendidikannya maka makin sederhana dan pendek keputusannya, banyak yang hanya berfikir taktis. Nah, bagi yang tingkatannya tinggi, maka dia akan berfikir strategis, menghitung segala aspek serta resiko dari keputusannya. Nah, penulis kali ini mencoba membahas Langkah dan keputusan Prof Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru-baru demikian terkenal karena membubarkan BP Migas.
Kita lihat dahulu siapa Pak Mahfud ini. Nama lengkap dan gelarnya adalah Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U, dilahirkan di Sampang, Madura pada tanggal 13 Mei 1957, saat ini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2011-2014.
Penulis mengenal Pak Mahfud pada saat beliau menjabat sebagai Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur, dimana penulis menjadi salah satu staf ahlinya. Sebagai pria asli Madura, logat bicaranya kental dengan aksen Madura. Beliau penulis kenal sebagai pemimpin yang sederhana dan tidak ribet tetapi melihat sebuah masalah dengan detail. Semua dijalaninya dengan tanpa beban, diserahkannya kepada Allah, dan dijalan yang lurus, kira-kira itulah beliau. Setelah beliau lengser, penulis meneruskan tugas sebagai staf ahli dimana Menhan dijabat oleh Bapak Matori Abdul Djalil (Alm). Pak Mahfud saat itu kembali ke kampus.
Kini, dalam jabatannya di Mahkamah konstitusi, penulis mengamati keberanian pengambilan keputusan serta tanpa beban, tetapi dengan perhitungan matang dimana keputusan besar diambilnya demi bangsa dan negara. Pada tahun 2009, pada saat bangsa ini akan melaksanakan pemilu, terjadi kisruh soal DPT (Daftar Pemilih Tetap), yang memang amburadul. Banyak mereka yang mempunyai hak pilih namanya tidak ada. Penulis sebagai Ketua RT merasakan ketidak puasan warga yang protes karena namanya tidak ada. Saat ketegangan di negara kita memuncak, Mahkamah Konstitusi memutuskan asal bawa KTP, warga yang punya hak pilih bisa memilih, walau namanya tidak ada di DPT. Hebat, itu pendapat penulis, keputusan yang berani.
Kritik Mahfud atas Pemberian Grasi Kepada Ola
Ada beberapa keputusan MK lainnya yang dibuatnya, tetapi penulis lebih tertarik atas ucapannya. Dalam pernyataannya, Kamis (8/11/2012), Pak Mahfud mempertanyakan keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memberikan grasi kepada terpidana kasus narkotika Meirika Franola alias Ola (42). Menurut dia, Presiden telah kecolongan dengan memberikan grasi kepadanya. Padahal, dalam penilaiannya, Presiden orang yang sangat teliti.
"Saya menduga memang yang memberi pertimbangan kepada Presiden ini mungkin ada mafianya juga yang melalui pintu-pintu tertentu sehingga bisa meyakinkan orang-orang Presiden bahwa ini harus diberi grasi. Karena saya dengar, MA tidak memberi rekomendasi atas itu," kata Mahfud. Menurut catatan, pada Agustus 2000, Ola bersama dua sepupunya, Deni Setia Maharwa alias Rafi Muhammed Majid dan Rani Andriani, divonis hukuman mati. Mereka terbukti bersalah menyelundupkan 3,5 kilogram heroin dan 3 kilogram kokain melalui Bandara Soekarno-Hatta ke London, 12 Januari 2000.
Pernyataan tersebut membuat kalangan istana menjadi tidak nyaman dan kalang kabut. Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi sangat berkeberatan dan merasa terhina atas pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut. Sudi menegaskan "Di hadapan Allah dan rakyat Indonesia, saya, kami semua yang berada di lingkaran Istana, siap menerima sanksi apa pun jika terbukti melakukan penyimpangan dan apalagi dianggap di bawah pengaruh mafia narkoba. Sebaliknya, jika saudara Mahfud tidak bisa menjelaskan dan membuktikan tuduhannya, secara kesatria, tentu harus menerima sanksi yang sama," katanya.
Sementara Prsiden SBY menanggapi dengan bijak dan mengatakan "Saya ingin mendapatkan bukti bahwa jika yang bersangkutan terbukti benar mengalirkan atau menyalurkan lagi sejumlah zat narkotika yang tidak dibenarkan Undang-undang. Manakala itu terbukti benar, maka hampir pasti saya akan meninjau kembali pemberian grasi yang telah saya keluarkan demi keadilan," ujar SBY saat konferensi pers usai penutupan Bali Democracy Forum di Nusa Dua, Bali, Jumat (9/11/2012).
Disini terlihat bahwa Pak Mahfud berani memutuskan mengeluarkan pendapat, karena sebagai ilmuwan, jelas dia tidak akan berbicara sembarangan. Pada acara ILC, dibuka sebuah surat dari Menkumham lama (Patrialis Akbar) yang tidak merekomendasikan grasi kepada Ola, tetapi surat tersebut menurut anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PPP Ahmad Yani tidak sampai ketangan Presiden?. Sebaiknya Mensesneg tidak perlu terlalu keras dan membawa-bawa nama Allah, nanti berat sangsinya tidak hanya di dunia tetapi di akhirat pastinya. Sebagai pejabat tinggi pemerintah, lebih baik meniru Presiden SBY, akan dinilai positif oleh publik.
Kita semua mengetahui bahwa jaringan Narkoba sudah demikian meluas dan mengakar di Indonesia, menurut Benny Mamoto (Deputy BNN), tiap hari ada 50 orang di Indonesia yang meninggal karena Narkoba. Berdasarkan data Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Departemen Luar Negeri AS, jumlah transaksi yang dihasilkan dari peredaran narkoba di Indonesia sangat fantastis, yakni mencapai Rp300 triliun per tahun, postalkriminal.com (2/1/2012). Baca artikel penulis "Banyak Wanita Indonesia Divonis Mati di LN Akibat Narkoba" http://ramalanintelijen.net/? p=4705.
Pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Selasa (13/11/2012) menyatakan membubarkan BP Migas (Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi). MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.
MK menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.
Mahfud MD secara tegas menyatakan bahwa UU Migas tidak mendukung penggunaan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat, ada inefisiensi atau pemborosan, dan hal-hal yang sifatnya tidak sesuai dengan kemakmuran rakyat seperti yang ditemukan dalam persidangan. Dikatakannya, dalam hal ini MK tidak mengadili BP Migas, tetapi mengadili UU Migas, karena itu yang mewakili UU itu adalah pemerintah dan DPR. Ketua MK sependapat dengan dikeluarkannya Perpers yang menyebutkan, pemerintah telah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSP Migas) di bawah Kementerian ESDM. Mahfud memuji Presiden SBY sudah bagus, cepat dan tepat mengambil langkah tersebut.
Dari contoh ketiga kasus, terlihat bahwa dalam mengambil keputusan tidak ada beban dari Pak Mahfud, semua dijalankannya dengan perhitungan matang. Jelas ucapan dan keputusan seorang yang menduduki jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi tidak sembarangan dan bisa berdampak luas. Soal KTP dan DPT pada pemilu 2009, rakyat Indonesia memujinya, Mahfud dinilai sebagai penyelamat potensi kekisruhan.
Tentang ungkapannya soal grasi, yang hingga kini masih menjadi polemik dan dibahas banyak fihak, ucapannya begitu menggetarkan kalangan istana, hingga presidenpun nampaknya agak was-was dan mengatakan akan meninjau grasi apabila keputusannya salah. Ola kini sedang diperiksa ulang oleh BNN, dimana jenderal Lapas (Ola wanita tapi dijuluki jenderal) ini apakah akan mampu menetralisir ucapan Ketua MK? Kita tunggu kejelasan kasus ini.
Nah, dalam kasus BP Migas, banyak pihak hingga kini masih melirik beliau. Pasalnya, Judicial Review UU Migas ini diajukan oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan (ormas) di antaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia dan PP Persatuan Umat Islam. Selanjutnya PP Syarikat Islam Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, dan Al Jami`yatul Washliyah. Selain itu ada Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (Sojupek), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia dan IKADI. Apakah kaitan kelompok penggugat demikian diperhitungkan oleh beliau?
BP Migas sudah berumur sekitar sepuluh tahun, dan selama ini tidak pernah tersentuh dan ada yang mempermasalahkannya. Apakah ini pertanda bahwa ada kekuatan tiada tara dibelakang BP Migas? Atau memang badan ini mendapat dukungan atau restu dari para petinggi. Lantas kini mengapa langsung dibubarkan, apakah Kepala BP Migas Priyono yang kini lengser dan tidak masuk sebagai pejabat di SKSP Migas yang menjadi prominent target? Itulah bisik-bisik yang berkembang.
Tetapi penulis percaya, bahwa langkah dan keputusan Pak Mahfud adalah keputusan seseorang dengan tingkat Profesor yang mantan Menteri Kabinet, matang dan teruji secara ilmiah. Tidak hanya sekedar emosi atau pengaruh seseorang. Tentang adanya tudingan bahwa Pak Mahfud sedang mengenalkan langkah berani berkaitan menaikkan citranya dengan agenda 2014, penulis mengatakan hal yang wajar. Semua pada saatnya nanti akan dinilai oleh para konstituen. Kini rakyat semakin pintar, bisa membedakan mana yang bermanfaat dan bisa menjadi harapan sebagai pemimpin bagi bangsa dan negara dan mana yang kelas karbitan dan hanya mengejar ambisi belaka. Kasus Bang Foke yang demikian hebat degan "full" dukungan, toh runtuh ditangan Mas Jokowi dengan bondo (modal) baju kotak-kotak dan niat yang menyatu dengan rakyat.
Semoga Pak Mahfud dengan ciri khas logat Madura yang penulis kenal ini tetap menjadi sosok sederhana, berani, piawai, berkelas dan tetap berada di track seperti harapan bangsa ini. Paling tidak, kita punya tokoh nasional yang berani mengambil keputusan, itu saja kok intinya.
Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Ilustrasi gambar: jurnalpatrolinews.com