Dari Hasil Survei, Posisi Jokowi masih Rawan, Benarkah?

17 September 2012 | 9:44 am | Dilihat : 421

Pada hari-hari akhir menjelang Pemilukada DKI Jakarta, lembaga survei akhirnya mengeluarkan hasilnya yang menyebutkan posisi kedua cagub, Fauzi Bowo dan Joko Widodo masih berimbang dan keduanya masih berpeluang menang. Yang jelas hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tersebut akan membuat pendukung Jokowi harus berfikir ulang, karena selama ini membayangkan posisi jagonya sudah jauh meninggalkan Foke.

Opini publik sangat terasa sudah terbentuk, kekuatan politis Jokowi mendapat dukungan kuat publik di media. Tetapi dalam beberapa waktu terakhir kesan kekuatan politis itu belum teruji dengan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan. Nah, hasil survei lembaga survei bisa menjadi tolok ukur posisi keduanya. Mari kita bahas bersama.

Survei LSI dengan judul "Pilkada DKI Jakarta, Protes Kelas Menengah" diselenggarakan tanggal 2-7 September dengan jumlah sampel awal yang diambil secara acak dari responden sebanyak 800 orang warga DKI berdasarkan tempat pemilihan suara (TPS). Namun data yang dapat dianalisis sebanyak 399 responden, dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin kesalahan sebesar 5 persen.

Hasil survei menunjukkan, pasangan Foke-Nara didukung oleh 44,7% suara, sedangkan Jokowi-Ahok 45,6%. Sedang pemilih yang menjawab tidak tahu atau tidak mau memberikan jawaban sebesar 9,7%.  Direktur Eksekutif LSI Kuskridho Ambardi di Jakarta  menyampaikan hasil survei hari Minggu (16/9) mengatakan, ”Perbedaannya secara statistik tidak signifikan. Dengan margin of error 5%, kami melihat masih ada kemungkinan keduanya saling mendahului nanti,” katanya.

Menurut Kuskridho,  dengan persentase selisih suara yang sangat tipis, pada pemungutan suara Kamis mendatang (20/9),  keadaan bisa berbalik. Dengan margin of error plus-minus 5%, dalam kenyataannya nanti bisa saja Foke-Nara memperoleh 49,7% dan Jokowi- Ahok 40,6%. ”Atau sebaliknya, Jokowi-Ahok 50,6% dan Fauzi lebih rendah,”sebutnya. Dengan demikian posisi Jokowi apabila mengacu survei, nampaknya masih rawan.

Sebelumnya, Syaiful Mujani Research and Consulting (SMRC)  juga menyatakan hasil surveinya dengan hasil hampir serupa. Pasangan Foke-Nara mendapat dukungan 44,2%, sedangkan Jokowi- Ahok 45,6%. Sebanyak 10,2% responden menjawab tidak tahu atau tidak mau memberikan jawaban saat di survei.

Tentang pergeseran dukungan konstituen, dijelaskan oleh Kuskridho, pemilih pasangan Jokowi-Ahok maupun Foke-Nara masih tetap solid mendukung keduanya dalam putaran kedua nanti. "Pendukung Hidayat-Didiek cenderung ke Foke-Nara dan suara dari Alex-Nono maupun Faisal-Biem cenderung beralih ke Jokowi-Ahok," katanya, Minggu (16/09).  Sebanyak 44% pendukung Alex-Nono diperkirakan mengalihkan dukungan kepada Jokowi, sementara suara yang mengalir ke Foke sekitar 28%.

Survei menyebutkan,  57% pendukung Hidayat-Didiek yang dalam putaran pertama diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan mengalihkan suaranya ke Foke, sedangkan 30% lainnya memilih Jokowi. Migrasi suara terbesar kepada Jokowi diduga datang dari pendukung Faisal Basri, dimana 85% suara pendukung Faisal-Biem mengarah ke Jokowi-Ahok, sedangkan 15% suara mengarah ke  Foke-Nara.

Dari informasi diatas, nampaknya pendukung Jokowi-Ahok yang sudah demikian yakin akan menang secara signifikan tetap harus hati-hati. Dalam sebuah persaingan atau pertandingan, teori "underdog" tetap berlaku dan harus sangat diwaspadai. Seseorang yang menempati posisi tersebut akan lebih mudah membaca lawan yang berada di depannya. Foke kini dapat disebut underdog, karena pada putaran pertama dia dikalahkan oleh Jokowi dalam perolehan suara.

Penulis menulis ulasan dengan perkiraan, yang akan menentukan kemenangan adalah para pemilih rasional, artinya pemilih yang mendapat informasi tentang si calon yang akan menguntungkannya. Baca "Pemilih Rasional akan Menentukan Foke atau Jokowi" (http://politik.kompasiana.com/2012/09/15).  Tanpa informasi lengkap, pemilih akhirnya hanya akan memutuskan memilih calon yang dikenalnya. Foke jelas lebih populer (dikenal) di Jakarta, walau menurut survei Indo Barometer elektabilitas Jokowi-Ahok tetap lebih tinggi (45,13 persen), elektabilitas Foke-Nara (37,53 persen).

Menurut Direktur Indo Barometer M Qodari di Jakarta, Kamis (13/9), "Perubahan politik masih mungkin terjadi. Hal ini mengingat jumlah yang belum menentukan pilihan masih besar, yakni 17,34 persen. “Kemampuan menggerakkan basis suara menjadi salah satu faktor kemenangan pada putaran kedua nanti,” kata Qodari.

Faktor lain yang sangat berpengaruh, dalam terminologi intelijen disebut sebagai "conditioning" adalah peran media sebagai silent revolution yang dalam kegiatan politik mampu mengalahkan peran dari jejaring partai. Media conditioning yang sangat efektif adalah media elektronik, ini akan sangat mempengaruhi pemirsa, dapat merubah persepsi mereka yang masih berada di  wilayah abu-abu, belum memutuskan pilihan. Dalam putaran kedua ini, jumlahnya tidak main-main, menurut Qodari 17,34 persen.

Penampilan kedua pasangan Minggu (16/9) malam di Metro TV merupakan babak terakhir kampanye putaran kedua. Beberapa kalangan menilai bahwa debat dinilai panas, penuh sindiran tetapi tidak bernas. Apakah itu yang dinilai pemirsa (konstituen) DKI? Menurut penulis nampaknya bukan. Pada babak terakhir itu konstituen mengambang hanya akan melihat sebuah penampilan kejujuran para pemimpin itu. Kejujuran menurut para ahli terlihat dari cara bicara, bahasa tubuh, cara memandang misalnya.

Publik Jakarta adalah pemilih pintar, mereka hanya butuh pemimpin yang jujur, bukan pemimpin yang hebat dengan segala teorinya. Berita soal perkeliruan di birokrasi DKI sudah demikian tersebar. Masyarakat Jakarta hanya mencari pemimpin yang bisa membuat publik hidup agak nyaman di Jakarta. Penduduk Jakarta faham bahwa persoalan Jakarta sama dengan persoalan kota-kota besar lainnya di dunia, sulit diselesaikan dalam waktu singkat. Judulnya sudah salah urus sejak lama. Yang dibutuhkan adalah pemimpin (Gubernur) dan wakilnya yang solid dan mau mengabdikan dirinya untuk memegang amanah. Itu saja kok.

Kita sudah melihat babak akhir kampanye, kita tunggu hasilnya Kamis sore paling tidak akan ada gambaran siapa Gubernur baru Jakarta. Kalau mengacu dan kita percaya dengan lembaga survei yang pernah tergelincir pada putaran pertama, nampaknya kemenangan salah satu calon tidak akan terlalu signifikan. Pilih siapa? Jokowi atau Foke ya? Penulis akan mulai rapat persiapan, sebagai Ketua RT di kompleks tempat tinggal, menyiapkan dua TPS. Semoga aman, rahasia dan nyaman berlangsungnya pemilihan nanti. Toh keduanya putra terbaik Indonesia, begitu? Salam.

Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi gambar : news.detik.com

 

 

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.