Dubes AS di Libya Terbunuh di Benghazi, Mengapa?

14 September 2012 | 12:27 am | Dilihat : 4484

Berita mengejutkan dari Libya dilansir media, J.Christopher Stevens, Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya telah terbunuh pada Selasa malam (11/9) di konsulat yang terletak di kota Benghazi,  dimana misi diplomatik AS dijalankan. Bersama Dubes tersebut telah tewas juga tiga orang stafnya. Para penyerang yang terdiri dari dua kelompok melakukan serangan dengan menggunakan senjata berat  anti penangkis serangan udara serta peluncur granat roket (RPG).

Beberapa saksi mata dari Deplu AS mengatakan bahwa serangan bersenjata tersebut terjadi sekitar pukul 22.15 waktu Libya, dimana demonstran dan brigade penyerang menghancurkan pintu gerbang dengan tembakan RPG, untuk membuka pintu masuk. Setelah itu gelombang penyerang kedua kemudian masuk kedalam halaman kantor misi AS yang disewa untuk kantor perwakilan diplomatik AS tersebut.

Waktu tewasnya Dubes Stevens belum dapat dipastikan, hanya diketahui malam itu dia hilang dari tempat yang diserang itu dan kemudian diketahui,  ditemukan di sebuah rumah sakit di Benghazi dalam keadaan tewas. Menurut beberapa pemberitaan, Wakil Menlu Libya, Wanis al-Sharif telah memerintahkan penarikan para penjaga (enam orang) agar tidak berkonfrontasi senjata dengan para penyerang. Defending the facility would have been a “suicide mission,” katanya. Serangan balasan kepada penyerang hanya akan memrovokasi para penyerang.

Wamenlu Libya itu menyatakan bahwa dia sudah menyarankan agar personil diplomatik AS itu sementara ditarik dahulu, mengingat adanya gelombang protes dengan terbitnya video yang dibuat di AS dan di upload ke Youtube, yang oleh umat muslim  dianggap telah menghina Nabi Muhammad. Wanis al-Sharif mengatakan, "Apa yang terjadi kemudian adalah di luar kendali kita, dan mereka bertanggung jawab untuk bagian dari apa yang terjadi."

 

Kronologi dan Perkiraan Penyebab Serangan

 

Pada saat penyerangan, Dubes Stevens bersama salah satu anggota Deplu sebagai pengawalnya sedang berada di dalam bangunan utama konsulat AS itu di Benghazi. Dubes berusaha diselamatkan ke bangunan aman lainnya, tetapi mereka terkepung dengan hujan peluru dan kemudian penyerang disebutkan telah menyerang dengan granat asap. Lokasi yang dikuasai penyerang baru dapat dikuasai oleh pasukan AS dan Libya sekitar pukul 23.20 waktu Libya, yang kemudian melakukan evakuasi seluruh staf menjauh dari wilayah konflik senjata. Tembak menembak terus terjadi hingga pukul 02.30, hingga kemudian pasukan keamanan Libya mampu menguasai keadaan.

Keberadaan Dubes Stevens tidak diketahui, dimana menurut dokter di RS Benghazi  yang bersangkutan dibawa oleh warga Libya ke Rumah Sakit, tetapi tidak diketahui dengan jelas identitasnya. Disebutkan oleh dokter RS, Dubes Stevens meninggal dunia karena sesak nafas. Kematiannya telah membuat beberapa warga di Tripoli dan Benghazi meyatakan kesedihan. Mereka melakukan demonstrasi yang mengutuk serangan itu. Seperti diketahui Dubes Stevens adalah pejabat Deplu AS yang akrab dengan para pejuang pemberontak terhadap pemerintahan Khadafi. Dia fasih berbahasa Arab dan mempunyai jaringan yang luas di Libya.

Berdasarkan identifikasi oleh keluarga, dari keempat korban tewas baru tiga yang dikenali identitasnya, yaitu, Glen Doherty (42) dari Winchester, seorang mantan Navy SEAL yang bekerja sebagai petugas keamanan. Doherty tewas bersama dengan Duta Besar Christopher Stevens, korban ketiga adalah  diplomat sebagai Staf Dubes Stevens, Sean Smith. Sementara jenazah keempat belum diketahui identitasnya.

Menurut beberapa sumber, para penyerang itu adalah anggota dari  Brigade Pejuang Islam yang dikenal sebagai kelompok Ansar al-Sharia, atau pendukung hukum Islam. Anggota Brigade selalu ditekankan tidak bertindak atas nama sendiri, langkah fisik selalu dibawah komando. Karena khawatir dengan kemarahan pemerintah AS atas tewasnya Dubes Stevens tersebut, pimpinan Brigade menyatakan bahwa  para anggotanya, "tidak resmi terlibat atau tidak diperintahkan untuk terlibat" dalam serangan itu.

Pemerintah AS sedang menyelidiki peristiwa serangan, yang mengherankan apabila dilakukan oleh kelompok radikal kecil, yang apabila benar justru selama ini telah dibina sejak konflik yang terjadi di Libya. Sebagian mengatakan bahwa serangan dipicu oleh ditayangkannya video berdurasi 14 menit yang dianggap menghina Nabi Muhammad, dan ditayangkan di Youtube pada bulan Juni 2012. Film tersebut dua hari sebelum peringatan serangan 11 September, kembali ditayangkan di Youtube. Film dengan judul, "Innocence of Muslim," telah menarik perhatian seluruh dunia. Menurut kabar, film dibuat di Holywood, walaupun studio Hollywood membantah.

Di Washington, Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton mengkritik protes kekerasan anti-Amerika.  Tetapi dia juga mengecam dengan tegas video tersebut. “This video is disgusting and reprehensible,” menjijikan dan tercela, kata Hillary Clinton dalam sambutannya di Departemen Luar Negeri yang disiarkan langsung di CNN. Hillary juga mengatakan, "Pemerintah AS sama sekali tidak ada hubungannya dengan video ini."

Sebuah sumber intelijen menyatakan bahwa ada kemungkinan serangan tersebut “deliberately planned and executed” (sengaja direncanakan dan dilaksanakan) oleh kelompok inti penyerang yang terlatih dan di organisir secara profesional, terdiri antara  30 sampai 40 penyerang. Dan juga bukan tidak mungkin serangan terkait dengan laporan  beberapa pakar terorisme, dimana serangan itu mungkin berhubungan dengan balas dendam kematian baru-baru ini akibat  serangan pesawat tak berawak (drone) terhadap para pemimpin al-Qaeda senior,  yaitu Abu Yahya al-Libi.

Para pejabat di AS dan Eropa menyangsikan serangan tersebut terkait dengan peringatan 11 September, serangan belum jelas. Elit Libya menurut informasi telah mengingatkan kepada Dubes Stevens bahwa kota  Benghazi, telah kebanjiran senjata, keamanan masih belum menentu, telah terjadi  serangkaian pembunuhan serta serangan terhadap misi internasional, termasuk sebuah bom yang dikatakan ditanam oleh kelompok  radikal Islam lainnya, yang meledak dekat misi Amerika Serikat pada bulan Juni. Disebutkannya pagi hari bahwa pengamanan Perwakilan AS, yang dilengkapi hanya dengan empat kamera video dan  empat hingga enam penjaga Libya, sangat tidak memadai untuk seorang duta besar Amerika di lingkungan yang penuh dengan gejolak kekerasan.  Menurut para elit tadi, Libya masih dalam masa transisi, dan semua orang tahu bahwa ekstrimis masih banyak yang berkeliaran.

 

Kemarahan Presiden Obama

 

Presiden Obama menyatakan mengutuk pembunuhan tersebut. Dia berjanji untuk membawa para penyerang ke pengadilan. Obama telah memerintahkan peningkatan pengamanan di semua instalasi diplomatik Amerika di luar negeri. Pemerintah juga mengirimkan 50 orang tambahan Marinir ke ibukota Libya, Tripoli, untuk membantu  keamanan di Kedutaan Besar Amerika di sana, dia memerintahkan seluruh personel yang tidak penting untuk meninggalkan Libya dan memperingatkan warga Amerika untuk tidak bepergian ke Libya. Seorang pejabat senior pertahanan mengatakan bahwa Pentagon telah mengirimkan  dua kapal perang ke Libya sebagai tindakan pencegahan.

Presiden Obama dalam penjelasannya menggambarkan bahwa pekerjaan yang dikerjakan Dubes Stevens sangat khusus. "Pada puncak revolusi Libya, Chris memimpin pos diplomatik kami di Benghazi," kata Presiden Obama. "Dengan keterampilan karakteristik, keberanian, semua diselesaikannya,  ia membangun kemitraan dengan pejuang revolusioner Libya, dan membantu mereka saat mereka merencanakan untuk membangun sebuah Libya yang baru. Ketika rezim Khadafi berakhir, Chris berada di sana untuk menjadi duta kami ke negara Libya baru. Dia bekerja tanpa lelah untuk mendukung demokrasi yang masih muda.

Kemarahan Obama memang beralasan, karena menurut data dari Departemen Luar Negeri Amerika, Duta Besar AS yang meninggal karena terbunuh terjadi pada 33 tahun yang lalu. Tercatat ada lima Dubes AS yang terbunuh, sebelum serangan Selasa kelabu itu. Mereka adalah,  Dubes Adolph Dubs, tewas setelah diculik di Afghanistan pada tahun 1979, Francis E. Meloy Jr, tewas di Lebanon pada tahun 1976. Rodger P. Davies, tewas di Siprus pada tahun 1974, Cleo Noel A. Jr, tewas di Sudan pada tahun 1973 dan John Gordon Mein, tewas di Guatemala pada tahun 1968.

Kini Amerika harus menanggung gerakan anti Amerika yang mulai bergejolak di beberapa negara Arab akibat ulan segelintir warganya.  Kerusuhan di dunia Arab terkait dengan video buatan warga Amerika yang dinilai merendahkan Nabi Muhammad terus menyebar. Demonstrasi di Mesir telah berlangsung selama tiga hari, dilaporkan 13 orang menderita luka-luka. Di Yaman, ratusan orang menyerbu Kedutaan Besar AS dua hari setelah serangan di Libya, di Irak, kepentingan AS diancam oleh kelompok militan Syiah, Asaib Ahl al-Haq, yang dulu dikenal selalu melakukan tindak kekerasan terhadap orang Amerika dan Barat lainnya. Kelompok ini menyatakan,  video itu, "akan menempatkan semua kepentingan Amerika dalam bahaya." Di Iran, 500 orang melakukan demonstrasi ke Kedubes Swiss yang mewakili kepentingan AS di Iran. Protes juga terjadi di Sudan, Marokko dan Tunisia.

Tewasnya Dubes Christopher Stevens menunjukkan bahwa situasi dan kondisi di Libya, baik di kota Tripoli dan Benghazi memang masih belum stabil. Sebagaimana layaknya sebuah pemerintahan negara yang jatuh oleh sebuah gerakan pemberontakan bersenjata, maka dibutuhkan waktu lama untuk membersihkan emosional rasa "jagoan" sipil pemegang senjata yang merasa berjasa tersebut. Konflik yang terus berlarut dan tidak segera diselesaikan memang seperti teorinya akan menumbuhkan orang-orang yang bersedia melakukan aksi teror. Itulah pelajaran yang bisa kita petik dari kasus Libya yang jelas memalukan dan membuat geram pemerintahan Presiden Obama. Noda politik dan keamanan, kira-kira itulah bahasanya.

Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi Gambar : dailymail.co.uk

 

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.