Pengembangan Teror Solo melebar ke Jakarta, DPR juga Sasaran
6 September 2012 | 3:16 am | Dilihat : 252
Dalam SOP Densus 88, menghadapi kelompok teror harus tegas dan sesuai prosedur. Dari pengalaman beberapa penyergapan kelompok teroris itu, tercatat jatuhnya korban anggota Densus tewas tertembak diantaranya saat penyergapan di Aceh dan kini penyergapan di Solo. Keberhasilan Densus menangkap salah satu anggota kelompok jaringan Solo, Bayu Setiono di Karanganyar dalam keadaan hidup, kini membuahkan hasil.
Dalam penjelasannya di Mabes Polri Selasa (4/9/2012), Karopenmas Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa beberapa bulan sebelum melakukan aksi teror di Solo, kelompok Farhan ini antara bulan Juni dan Juli 2012 telah melakukan latihan militer di Gunung Merbabu, Boyolali, Jawa Tengah. Dikatakan oleh Boy, ”Instrukturnya kita telusuri. Kita masih kembangkan.” Kemudian juga terungkap kelompok ini pada awalnya akan melakukan perampokan toko emas di pasar Klewer Solo, tetapi batal dilakukan karena ketatnya penjagaan.
Sementara motif penyerangan ke polisi diketahui yakni adanya dendam dengan alasan karena kecewa adanya penangkapan beberapa teroris dan diseret ke pengadilan. Farhan yang tewas ditembak di Solo menulis sebuah surat, yang menegaskan kebencian kepada polisi. ”Mereka balas dendam terhadap polisi dan sekaligus bertujuan meminta seluruh tahanan teroris dibebaskan. Itu tujuannya terungkap dalam surat. Ini akan jadi kelengkapan alat bukti,” kata Boy Rafli.
Selanjutnya Karopenmas Polri ini juga menjelaskan bahwa beberapa anggota kelompok ini memiliki hubungan dengan jaringan teroris Tanah Air. Sebelum membentuk kelompoknya sendiri, masing-masing anggotanya pernah bergabung dengan kelompok garis keras di dalam negeri. ”Background-nya ada yang JAT (Jamaah Ansharut Tauhid), ada juga yang NII (Negara Islam Indonesia) kewilayahan. Mereka memiliki keterkaitan dengan yang terdahulu, tapi mereka sendiri merupakan kelompok baru yang informasinya belum menetapkan nama,” tegasnya.
Bayu memiliki hubungan dengan tersangka teroris Sigit Qurdowi yang tewas dalam penyergapan Densus 88 Antiteror di Sukoharjo, Jawa Tengah, Mei 2011. Baca artikel penulis tentang keterkaitan antara bom Solo (Gereja GBIP Kepunton) dan Cirebon serta kaitannya dengan Sigit Qurdowi, "Bom Solo dan Cirebon Jelas Terkait", (http://ramalanintelijen.net/?p=4002). Sementara Farhan memiliki keterkaitan dengan Abu Omar (Bapak tirinya), yang dikenal sebagai penyuplai senjata dari Filipina dan, tertangkap dan sedang dalam proses hukum. Baca artikel penulis tentang Abu Omar "Modus Baru Teroris Abu Omar, Menculik dan Menembak" (http://ramalanintelijen.net/?p=4323).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Boy Rafli, ”Lalu, mereka bergabung untuk membentuk kelompok baru yang bersamasama melakukan aksi teror." Mereka memilih beraksi di Solo karena sudah familiar dan hafal karakteristiknya. Terduga merupakan alumnus dari Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Mukmin Ngruki di Sukoharjo. ”Mereka sudah menguasai lapangan. Karena strategi hit and run memang mengharuskan si pelaku menguasai lapangan,” kata Boy. Dengan demikian mereka memperkirakan akan mudah melakukan desepsi.
Dalam operasi pengejaran sebagai hasil pengembangan, Densus 88 kemudian menangkap seorang terduga teroris di kota Depok, Jawa Barat, pada hari Rabu (5/9), sekitar pukul 05.30 WIB. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Anang Iskandar (yang akan menjadi Gubernur Akpol) menjelaskan "Telah dilakukan penangkapan pada hari ini pukul 05.30 WIB terhadap tersangka teroris atas nama Firman yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Solo, di Jalan Raya Kalimulya, Perumahan Anyelir 2 blok F2, Depok," katanya pada Rabu (5/9). Firman diduga terlibat dalam kasus penembakan pos pengamanan Lebaran, pelemparan granat dan penembakan di pos polisi di Solo.
Informasi lain yang disampaikan oleh Kepala BNPT Ansyaad Mbai, bahwa gedung DPR pernah disurvei tiga kali oleh tersangka teroris Mujib dan akan dijadikan jadi sasaran aksi pemboman. Denah dan peta gedung DPR sudah ditangan kelompok teroris. "Itu pengakuan dari tersangka teroris Mujib dan Nain yang ditangkap di Poso, Juli lalu," kata Ansyaad Rabu (5/9/2012). Mujib yang merupakan anggota kelompok jaringan Solo itu mengaku sudah melakukan survei. Pemetaan gedung DPR pun sudah selesai. Oleh karenanya BNPT sudah mengirim surat kepada pimpinan DPR agar berhati-hati. Bisa saja peta gedung itu sudah di tangan anggota teroris yang lain. Ditegaskan oleh Kepala BNPT, "Walau selama ini bom yang dibuat kelompok itu berdaya ledak rendah, jangan dianggap enteng. Harus waspada. Mereka sudah melakukan pelatihan beberapa kali," jelas Ansyaad.
Dari pengembangan tersangka jaringan Solo, terlihat bahwa walau para pelaku baik yang sudah tewas maupun yang masih hidup umurnya relatif masih muda, perencanaan kelompok ini dinilai cukup matang dan berbahaya. Mereka cukup fanatis dan berani mati, serta kini terungkap mulai meniru aksi terorisme di luar negeri, yaitu menuntut pembebasan teroris lainnya yang dipenjara. Kini makin terungkap bahwa memang seperti dikatakan oleh Kepala BNPT, jaringan tersebut makin melebar dan para pelakunya umurnya relatif muda, yang berbahaya mereka mampu melakukan hubungan dengan kelompok separatis di Filipina Selatan untuk mendapatkan akses pembelian senjata api.
Seperti dikatakan oleh para pejabat keamanan, memang kita harus waspada terhadap ulah para teroris tersebut. Sasaran selain polisi kini juga menyentuh Gedung DPR. Keduanya adalah sasaran strategis, dimana Polri berkait dengan citra aparat, kredibilitasnya yang diserang, sementara DPR adalah sebuah simbol negara dalam bidang legislatif. Benar adanya kita harus waspada. Semoga bermanfaat.
Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Ilustrasi Gambar : pilgub.com