Obama akan menyerang bila Assad menggunakan Senjata Kimia

21 August 2012 | 9:12 am | Dilihat : 1088

Presiden AS, Barack Obama dalam sebuah konperensi pers di Ruang Briefing Gedung Putih pada tanggal 20 Agustus 2012 di Washington, DC, memperingatkan Presiden Bashar al-Assad agar tidak menggunakan senjata kimia dalam konflik yang terjadi di Suriah. Selama ini Amerika belum resmi menyatakan melakukan sebuah operasi militer terhadap Suriah, akan tetapi apabila Assad melanggar peringatan tersebut, maka akan ada langkah yang berupa sebuah konsekwensi signifikan.

Seruan Obama tersebut menanggapi apa yang dikatakan juru bicara Kemlu Suriah, Jihad Makdissi dalam konperensi persnya (27/7) akan menyebarkan senjata kimia dalam setiap terjadinya intervensi asing. Ancaman tersebut nampaknya merupakan upaya detterent Suriah dalam menghadapi kemungkinan terburuk terhadap kemungkinan serangan dari Amerika dan sekutunya. Makdissi  menyatakan bahwa Suriah  tidak akan pernah menggunakan senjata tersebut terhadap warga negaranya sendiri.

Sebelum mengeluarkan peringatan dan keprihatinan terhadap kemungkinan penggunaan senjata kimia tersebut, Presiden Obama kembali mengulangi seruannya agar Presiden Assad segera mengundurkan diri. Dalam konperensi pers tersebut dengan tegas Obama menyatakan apabila senjata kimia digunakan, maka AS telah menyiapkan sebuah kontijensi plan, kemungkinan akan melaksanakan operasi militer langsung seperti yang pernah dilakukannya di Irak dan Afghanistan. Atau juga merupakan serangan udara seperti di Libya.

Pernyataan Presiden Obama lebih lengkapnya "“We have been very clear to the Assad regime but also to other players on the ground that a red line for us is we start seeing a whole bunch of chemical weapons moving around or being utilized. That would change my calculus" jelasnya. Selanjutnya ditegaskannya, “That would change my equation. We’re monitoring that situation very carefully. We have put together a range of contingency plans.”

Kekhawatiran Obama jelas mempunyai alsan tersendiri, karena senjata kimia termasuk sejata yang sangat mematikan dan mempunyai efek jangka panjang sebagai senjata pemusnah massal. Pada tahun 2011, Badan Intelijen AS, CIA dalam laporannya ke Kongres menyatakan bahwa Suriah selama bertahun-tahun telah memiliki senjata kimia (Chemical Weapon) berupa gas syaraf sarin yang sudah di modifikasi menjadi senjata yang dapat ditembakkan baik melalui peluru meriam ataupun peluru kendali.

Wikileaks mengeluarkan publikasi dari sebuah pertemuan internasional, tentang proliferasi senjata kimia, yang menyebutkan bahwa Suriah diyakini memiliki persediaan senjata kimia berupa gas mustard, VX dan agen saraf lainnya. Disebutkan bahwa kemampuan Suriah memproduksi senjata kimia melalui perdagangan dengan Iran dan pengadaan bahan kimia justru didapatkannya dari beberapa perusahaan negara Barat.

Masyarakat internasional terus merasa prihatin dengan nasib rakyat Suriah sejak terjadinya pemberontakan rakyat terhadap pemerintaah Presiden Assad sejakbulan Maret 2011, dimana pemantau PBB memperkirakan korban yang tewas mencapai 17.000 jiwa, sementara oposisi menyatakan 23.000 jiwa. Dalam konflik yang terjadi selama 17 bulan tersebut, Amerika dan sekutunya hanya melibatkan diri dalam dukungan kemanusiaan dan dukungan non militer. Perkembangan informasi diperkirakan adanya dukungan informasi intelijen lapangan. Presiden Obama tetap bertahan pada keputusannya tidak akan melakukan pengerahan kekuatan militer ke Suriah hingga batas tertentu, walaupun partai Republik sebagai oposisi melakukan tekanan agar dilakukan operasi militer.

Dalam kaitan persiapan kemungkinan dilakukannya langkah kontijensi, AS kini lebih erat melakukan pembicaraan dengan Turki sebagai sekutunya dan posisinya yang bertetangga dengan Suriah. Kemungkinan besar pangkalan militer Turki akan dipergunakan sebagai pangkalan aju bagi kekuatan udara AS (USAF) apabila akan dilakukan ofensif militer terhadap Suriah.

Keteguhan prinsip Presiden Assad nampaknya telah menempatkan AS dan sekutu-sekutunya pada posisi sulit, karena Suriah mendapat dukungan senjata dari Rusia, dukungan politik di PBB dari Rusia dan China serta dukungan sosial budaya dari Iran. Iran akan terus berusaha menjaga pemerintahan Assad, karena sekte Alawit sebagai kelompok minoritas di Suriah adalah kelompok Islam Syiah.

Konflik Suriah nampaknya memang akan terus berlarut dan bukan tidak mungkin suatu saat Suriah akan menjadi mirip Libanon dan bahkan seperti Somalia, pemerintah hanya berkuasa di pusat, sementara wilayah-wilayah lainnya dikuasai oleh pemberontak. Kelompok oposisi pemberontak bersenjata yang jumlahya lebih dari 100 buah jelas sulit untuk dikendalikan baik oleh AS ataupun negara lainnya. Tidak ada satupun negara di dunia yang dapat menyelesaikan konflik di Suriah kecuali diselesaikan oleh bangsa Suriah sendiri.

Pelajaran yang dapat dipetik, bahwa konflik sekecil apapun disebuah negara sebaiknya segera diselesaikan, karena apabila dibiarkan berkembang akan merangsang banyak orang untuk mau melakukan tindak terorisme. Kita harus faham bahwa di era globalisasi, sebuah bangsa tidak dapat berdiri sendiri dan bertindak semaunya sendiri. Bangsa lain, khususnya negara-negara besar akan turut campur sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Politisi harus lebih bijak dalam mengawal negara Indonesia menuju ke cita-cita luhur bangsa ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen dan Isu-isu keamanan. www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi Gambar : Brendan Smialowski / AFP / Getty Images

 

 

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.