Golkar Mengambil Alih Posisi Partai Demokrat
24 June 2012 | 12:56 am | Dilihat : 440
Lingkaran Survei Indonesia menyampaikan hasil survei penting pada bulan Juni 2012, yang dengan tegas mendudukkan Partai Golkar sangat berpeluang akan menjadi parpol terbesar dan terkuat pada pemilu 2014 mendatang. Survei yang dilakukan pada tanggal 2-12 Juni 2012 menggambarkan persepsi publik bahwa posisi Partai Golkar secara signifikan telah mengambil alih posisi Partai Demokrat.
Dari hasil survei tersebut, partai berlambang beringin itu pada bulan Juni 2012 berhasil menduduki peringkat pertama dengan jumlah dukungan sebanyak 20,9 persen, naik dari hasil survei pada Januari 2012 sebanyak 18,9 persen. Sementara Partai Demokrat pada Bulan Juni 2012 di apresiasi publik dengan 11,2 persen, dimana posisinya terus mengalami kemerosotan. Tercatat dari hasil survei LSI, pada bulan Januari 2011, tingkat dukungan Demokrat 20.5 persen. Dukungan turun menjadi 15.5 persen pada Juni 2011, sempat naik menjadi 16,5 persen pada Oktober 2011. Pada bulan Januari 2012 kembali turun menjadi 13.7 persen dan sekitar empat bulan kemudian kembali anjlok menjadi 11,2 persen.
Adjie Alfaraby, peneliti dari LSI, dalam konfrensi pers di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu, 17 Juni 2012 menyatakan, "Tren Demokrat terus mengalami penurunan. Partai itu terancam akan menjadi partai papan menengah pada Pemilu 2014 mendatang," tegasnya. PDIP dikatakan oleh Adjie menduduki peringkat kedua dengan dukungan sebanyak 14 persen.
Adjie menyatakan survei yang dilakukan lembaganya menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden 1.200 orang. Survei tersebut, menggunakan kuesioner dengan metode wawancara tatap muka. "Margin of error 2,9 persen. Survei juga dilengkapi riset kualitatif," tegasnya.
"Demokrat sekarang hanya di posisi tiga. Penurunan diakibatkan oleh kasus-kasus yang menyandera Demokrat, seperti Wisma Atlet dan Hambalang. Dalam kasus itu, petinggi Demokrat sering disebut terlibat. Selain itu ada ketidakpuasan dari masyarakat terhadap kinerja dan kepemimpinan SBY," kata Adjie. Penulis pada bulan Oktober 2011 membuat tulisan yang menggunakan LSI sebagai referensi, dengan judul "Megawati, Prabowo dan Aburizal Mulai Menguat Sebagai Capres 2014 (LSI)", http://ramalanintelijen.net/?p=4189 . Artikel ini semakin menunjukkan trend penurunan popularitas gabungan baik Pak SBY sebagai tokoh sentral maupun Partai Demokrat itu sendiri. Dengan dua artikel tersebut diharapkan pembaca dapat melakukan penilaian terhadap lemahnya elit Demokrat menjaga nama baik dan kemampuannya melakukan counter terhadap upaya pembusukan.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menyatakan kenaikan dukungan yang begitu cepat menambah keyakinan partainya untuk berlaga dalam pemilihan umum tahun 2014. Ical mengakui selama ini partainya selalu memperhitungkan survei. Namun, dia juga menyadari bahwa hasil survei hanya memberikan potret tentang keadaan sementara. "Jadi dengan mengatakan begitu kami melihat apakah kami masih punya kerja keras dan di mana kerja keras tersebut," katanya. Aburizal Bakrie menambahkan, salah satu hal yang belum memuaskan partainya adalah belum banyaknya dukungan terhadap calon presiden dari Partai Golkar. "Survei seperti sekarang partai sudah mencapai angka di atas 20 persen. Tetapi kalau kita lihat pribadinya masih belum mencapai 20 persen," katanya.
Beberapa elit Partai Demokrat menanggapi hasil survei tersebut dengan beragam tanggapan. Sementara Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengatakan, partainya akan melakukan enam cara untuk mengembalikan posisi Demokrat, diantaranya dengan memastikan pemerintahan Presiden SBY yang juga Ketua Dewan Pembina PD untuk terus meningkatkan kinerjanya. "Sehingga bisa menaikkan tingkat kepuasan rakyat. Kepuasan publik yang memadai atas kinerja pemerintah adalah basis utama keberhasilan partai pemerintah," katanya di Jakarta, Senin (18/6).
Dengan hasil LSI tersebut, nampaknya beberapa program Partai Golkar telah mendapat apresiasi publik, dimana dukungan tersebut akan dapat terus naik seiring dengan menurunnya dukungan terhadap Demokrat. Waktu dua tahun menjelang pemilu 2014, Golkar nampaknya tidak mempunyai masalah dalam soal kepartaian. Masalah utamanya adalah kedudukan sang Ketua Umum Aburizal Bakrie masih tetap pada posisi ketiga dibawah Megawati dan Prabowo. Sebagai lawan politik, Golkar pasti sangat mengharap Mega tidak maju dalam persaingan pilpres 2014, sehingga pesaing utamanya hanya Prabowo. Dengan demikian maka peluang Aburizal tetap kuat, dengan kepastian parpol yang kuat.
Nah, kemelut yang ada di Partai Demokrat, yang tersirat dan banyak diberitakan media, kini terdapat dua kubu internal yaitu kubu SBY dan deklarator disatu sisi dan kubu Anas serta DPP/DPD dilain sisi. Maka, apabila titik rawan yaitu keruntuhan kepercayaan publik terhadap elit Demokrat tetap tidak terpecahkan, seperti yang dikatakan oleh Adjie, partai penguasa ini bukan tidak mungkin bisa menjadi partai papan tengah. Disinilah kita bersama akan melihat dan menilai bahwa dalam politik kepentingan pribadi selalu berada diatas kepentingan partai. Kebanyakan para elit umumnya lebih berjuang demi untuk diri sendiri dan kelompoknya, dengan berlindung kepada aturan dan AD/ART. Tidak ada rasa legowo ataupun rela berkorban. Memang semua itu sah-sah saja di dunia politik yang penuh kemelut itu.
Yang jelas dan pasti, lawan politik Demokrat beserta semua elitnya akan menyukai ketidak pastian dan tersanderanya para petinggi Partai Demokrat dalam konflik yang terselubung dan sulit mereka pecahkan. Sebagai partai senior yang sangat berpengalaman, Partai Golkar mulai tampil lebih percaya diri menghadapi 2014. Persolan utamanya, capres Golkar, Aburizal Bakrie masih gundah karena dukungan terhadap Golkar jauh lebih besar dibandingkan dukungan terhadap dirinya. Ical mempunyai dua masalah dari sisi pandang analisa intelijen dalam memenangkan persaingan. Pertama, dari sisi kemampuan, dia belum berhasil merubah persepsi publik menjadi positif. Kedua, belum berhasilnya tim media dan pembentuk opini dalam menetralisir kerawanan berita negatif yang terkait dengan jaringan bisnisnya. Secara kwa kekuatan Golkar sangat kuat, tetapi sebagai ujung tombak Ical lemah. Apabila posisi Ical dan Golkar paling tidak disejajarkan dalam waktu dua tahun yang tersisa, maka Ical diperkirakan akan menjadi kuda hitam yang akan mengejutkan dan menggetarkan capres manapun.
Menurut perkiraan penulis, hingga kini Megawati masih tetap dipersepsi publik sebagai capres yang terkuat, patron terpilih dan berpeluang terbesar akan menjadi presiden RI pada 2014 bila dia tetap maju. Terlebih apabila PDIP mengambil keputusan seperti tahun 2009, Mega disandingkan dengan Prabowo. Dengan komposisi itu, sangat besar kemungkinan Ical (Aburizal Bakrie) akan kalah. Kalaupun Megawati nanti mengambil cawapres lain seperti misalnya Hatta Rajasa, pasangan ini tetap mempunyai peluang besar sebagai pasangan yang akan memimpin Indonesia pada 2014-2019. Mengganti capres PDIP yang bukan Mega adalah sebuah "blunder" yang sangat tidak cerdas dan harus diperhitungkan oleh para kader muda PDIP. Kesimpulan akhirnya, sebagai pemenang pemilu 2009, Partai Demokrat mau tidak mau harus segera berbenah diri apabila masih tetap ingin eksis di panggung politik Indonesia yang unik ini. Demikian sedikit ulasan penulis tentang semakin bersinarnya Partai Golkar yang sudah jauh mengungguli Partai Demokrat.
Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Ilustrasi gambar : rnw.nl