GRU Rusia Menuduh Industri AS Menyabot Sukhoi, Benarkah?
26 May 2012 | 2:53 pm | Dilihat : 2673
Sebuah berita menarik ditayangkan oleh Surat Kabar The Moscow Times Jumat (25/5) dengan judul "Superjet jatuh oleh Sabotase Industri AS." Berita tersebut terkait dengan kecelakaan pesawat Sukhoi yang menabrak Gunung Salak tangal 9 Mei lalu. Berita yang berawal dari tabloid Komsomolskaya Pravda, dikabarkan mengutip sumber-sumber di GRU, badan intelijen militer Rusia, yang melaporkan bahwa sumber mereka pada Kamis (24/5) mengatakan interferensi dari sebuah Pangkalan AS dekat Jakarta bisa menyebabkan tidak berfungsinya peralatan didalam pesawat tersebut.
"Kami tahu bahwa mereka memiliki peralatan khusus yang dapat memotong komunikasi antara pesawat dan tanah (ATC) atau mengganggu peralatan di dalam pesawat." Kini berkembang spekulasi di Rusia, bahwa kecelakaan yang menewaskan 45 orang, bisa saja merupakan tindakan sabotase industri. "Pertanyaan utama adalah, kenapa controller mengotorisasi permintaan untuk mengurangi ketinggian?". Demikian seorang sumber di Sukhoi menyatakan kepada Komsomolskaya Pravda. "Mungkin ia tidak melihat bahwa pesawat sedang menuju langsung ke gunung. Di sisi lain, kita tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa ini adalah sabotase yang disengaja untuk mendorong industri pesawat kami keluar dari pasar," kata seorang sumber di Sukhoi.
Selanjutnya The Moscow Times menyebutkan "Ketika pesawat terbang ke arah gunung itu seharusnya memicu mode otomatis yang akan menjauhi dan menghindari rintangan," kata seorang pejabat keselamatan penerbangan di bandara Domodedovo. Secara resmi dikatakannya "At Jakarta airport there is an US Air Force Base. And among our staff there is talk — couldn't a signal have been sent from that base at a particular moment to put the equipment out of order?"
Penyelidikan kasus jatuhnya Sukhoi di Gunung Salak, nampaknya tidak selesai begitu saja seperti penyelidikan sebuah kecelakaan pesawat terbang pada umumnya. Dari sisi tehnis penerbangan, memang nampak ketidak wajaran terjadinya kecelakaan tersebut. Pesawat yang demikian modern dengan pilot terhandal runtuh hanya dihadapkan sebuah gunung yang relatif difahaminya. Penulis dalam artikel terdahulu pernah menyampaikan agar kemungkinan penyebab non tehnis juga menjadi bahan pertimbangan penyebab kecelakaan.
Kemungkinan adanya pembajakan, penyanderaan dan sabotase jangan ditinggalkan. Bahkan kini yang mengejutkan, secara spesifik GRU memberikan indikasi keterlibatan industri penerbangan dan Angkatan Udara AS dalam kecelakaan tersebut. Pernyataan kemungkinan adanya sabotase muncul justru dari sebuah badan intelijen Rusia yang utama GRU yang demikian sangat terkenal dan canggih. Agar kita dapat mengukur sejauh mana kelas pernyataan Jenderal di GRU tersebut, mari kita lihat apa organisasi serta perannya serta tugas dan tanggung jawabnya.
Badan Intelijen Rusia GRU
GRU (Glavnoye Razvedyvatel'noye Upravleniye) adalah sebuah direktorat utama intelijen luar negeri dari Angkatan Bersenjata Federasi Rusia. Dikenal juga sebagai sebagai GRU GSH (singkatan dari GRU Generalnogo Shtaba) atau GRU Staf Umum. GRU adalah badan intelijen terbesar Rusia, sejak tahun 1997 GRU meningkatkan agen intelijen luar negeri mereka enam kali lipat sebagai SVR, yang merupakan penerus dari Badan intelijen Rusia KGB. GRU juga membawahi 25.000 anggota pasukan khusus Spetsnaz. SVR (Sluzhba Vneshney Razvedki) sejak Desember 1991 adalah sebagai penerus dari Direktorat Pertama (PGU) KGB.
GRU merupakan bagian yang sangat penting dari intelijen Federasi Rusia. KGB dibubarkan setelah membantu sebuah kudeta yang gagal pada tahun 1991 melawan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev . Sejak itu Badan intelijen Rusia dibagi ke dalam Dinas Intelijen Luar Negeri (SVR) dan Dinas Keamanan Federal (FSB). Direktorat GRU kini mengendalikan ruang komando yang mengontrol lebih dari 130 satelit SIGINT (Signal Intelligence) ke orbit. Jaringan SIGINT mempekerjakan sekitar 350.000 spesialis. Menurut seorang pembelot dari GRU, "Meskipun kebanyakan orang Amerika tidak menyadarinya, Amerika ditembus oleh intelijen militer Rusia dengan senjata khusus, dan hanya menunggu untuk digunakan oleh pasukan khusus Rusia".
Dia juga menggambarkan kemungkinan bahwa senjata nuklir taktis yang dikenal sebagai "bom koper" yang disembunyikan di AS akan dapat digunakan untuk melakukan pembunuhan pada saat perang. Kegiatan yang paling sensitif dari GRU adalah mengumpulkan intelijen dari para pemimpin Amerika, dan hanya ada satu tujuannya, penargetan informasi untuk Spetsnaz (pasukan khusus). Stanislav Lunev dalam sebuah bukunya, The Autobiography of Stanislav Lunev menyebutkan bahwa GRU adalah "salah satu instruktur utama teroris di seluruh dunia."
Pada intinya GRU adalah sebuah badan intelijen militer Rusia yang salah satu fungsinya menggantikan peran KGB dalam melakukan operasi intelijen luar negeri. Dalam masa damai, intelijen mempersiapkan kekuatan untuk perang berupa pemenuhan kebutuhan informasi. Tetapi tidak tertutup kemungkinan, perang bawah tanah badan intelijen terus berlangsung dalam melindungi kepentingan nasional masing-masing negaranya. Termasuk juga didalamnya kepentingan sub sistem yang ada.
Pernyataan GRU yang menyebutkan industri penerbangan dan kemungkinan militer AS terlibat dalam operasi mencelakakan Sukhoi SSJ100 adalah perkiraan sementara. Walaupun dengan teknologi yang mereka punyai persaingan bisnis dibelakang kasus sebaiknya juga jangan diabaikan. Sulit menyebutkan sebuah instansi dalam kasus sabotase yang mengakibatkan jatuhnya korban, tetapi keputusan itulah yang kini dibuat oleh pemerintah Rusia. Dalam beberapa kasus Rusia punya kebiasaan menyalahkan negara lain atas berbagai musibah atau kecelakaan besar yang terjadi di Rusia.
Pada Agustus 2000, saat kapal selam nuklir Kursk milik Angkatan Laut (AL) Rusia tenggelam di Laut Barents, seorang komandan AL Rusia menyalahkan AL AS hanya karena waktu itu ada beberapa kapal perang AS di sekitar lokasi pelatihan militer yang melibatkan Kursk. Mereka menuduh kapal selam tersebut diserang dengan terpedo. Pada 2011, mantan Kepala Badan Luar Angkasa Rusia Yury Kotev menyalahkan AS sebagai penyebab kegagalan penerbangan pesawat luar angkasa Phobos Grunt akan menuju bulan. Menurutnya, pancaran radar AS membuat peluncuran itu menjadi gagal.
Sukhoi SSJ 100 Tulang Punggung Federasi Rusia
Ketika Uni Soviet runtuh pada dua dekade yang lalu, banyak infrastruktur industri, terutama subkontraktor kecil, keluar dari bisnis penerbangan. Salah satu dari beberapa pabrik pesawat terbang yang ada, seperti kompleks Sukhoi di Komomolsk-na-Amur (di mana SUPERJET dibangun) bertahan hidup dengan membangun pesawat tempur.
"Industri penerbangan militer kami berhasil melewati tahun 1990-an juga untuk pesanan asing. Tapi tidak ada yang membeli pesawat sipil kami," kata Alexander Golts, kolumnis militer dengan surat kabar online Yezhednevny Zhurnal. "Pabrik Militer sangat menderita dari hilangnya subkontraktor Hal itu perlu untuk membangun seluruh pesawat, dengan semua komponen, di sebuah pabrik tunggal, yang sangat mahal dan memakan waktu. Produksi Sipil, hampir tidak mendapat prioritas dan menderita banyak kerugian."
Produksi militer kembali rebound, sebagian berkat program pembangunan pabrik senjata militer besar-besaran yang diprakarsai oleh Putin, yang membangun militer Federasi Rusia. Industri penerbangan berhasil membuat pesawat modern seperti, MiG-35, Sukhoi Su-30 yang berhasil dipasarkan ke China , India , Venezuela , Malaysia dan Indonesia serta membangun Su-35. Selain itu juga Rusia berhasil membangun T-50 yang merupakan prototipe dari "pesawat tempur generasi kelima," jenis pesawat yang sangat canggih dan kompleks sebagai pesaing pesawat tercanggih AS, F-22 Raptor.
Di bidang penerbangan sipil, Rusia tidak sukses dalam membangun pesawat angkut. Sukhoi Superjet 100 adalah sebuah produksi masa depan Rusia. SSJ100 merupakan produk unggulan terbaru, sebagai pesawat jarak menengah yang diharapkan akan menggantikan ratusan pesawat angkut Rusia lainnya dalam melayani rute penerbangan di wilayahnya yang demikian luas. Disamping itu SSJ100 diharapkan mampu bersaing di dunia pasar internasional dengan pesawat sekelas yang dibangun oleh Canada Bombardier Inc dan Brasil Embraer SA .
Harapan besar telah diinvestasikan di SUPERJET, yang dikembangkan oleh produsen pesawat tempur Rusia, Sukhoi , yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan penerbangan atas Barat, termasuk Boeing , Snecma , dan Honeywell . Pesawat memenuhi semua standar terbaru penerbangan global, dan model produksi dapat mengangkut hampir 100 penumpang dengan jarak operasi hingga 2.500 mil. SSJ100 diharapkan menjadi pengganti ideal untuk berbagai pesawat Soviet yang mengalami banyak masalah di Rusia.
"Industri penerbangan kami telah menaruh semua sahamnya di pesawat ini, dan sekarang ketika kita baru mulai memproduksinya, bencana ini terjadi," kata Roma Gusarov, editor Avia.ru, sebuah jurnal penerbangan online. "Tidak peduli bagaimana Anda memotongnya, ini merupakan pukulan keras bagi citra industri penerbangan, bahkan jika kami investigasi menunjukkan bahwa pesawat itu tidak bisa disalahkan.
Sukhoi Superjet 100 adalah sebuah hasil karya terunggul dan terpenting baik bagi kepentingan industri masa depan Rusia termasuk juga dari sisi kepentingan perekonomian. Kini dari 170 pemesan Sukhoi jelas menunda rencana pembeliannya, menunggu hasil penyelidikan. Kekhawatiran Rusia di Indonesia pada khususnya, dunia pada umumnya, adalah potensi pasar yang cukup besar akan terhambat. Pihak Rusia menjadi khawatir, kasus kecelakaan akan bergeser dari kesalahan pilot menjadi kesalahan mekanis, mengingat dengan jam terbang sekitar 14.000 Captain pilot Alexander Yablontsev bukanlah penerbang yang mudah disalahkan. Kegagalan mekanis peralatan otomatis yang melengkapi pesawat saat menghadapi sebuah ketinggian kini menjadi ancaman kesimpulan. Ini yang dikhawatirkan.
Benarkah SSJ100 di Sabotase?
Hanna Simatupang bekas penyelidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi, menyampaikan kepada Tempo (21/5), pada joy flight Rabu, 9 Mei 2012, pilot Alexander Yablontsev melaporkan akan menerbangkan pesawat secara instrument flight rules. Artinya, Yablontsev menerbangkan Sukhoi hanya mengandalkan alat-alat navigasi di kokpit, bukan penglihatan kasat. Sebelum meninggalkan landasan, pilot serta kopilot berunding membahas jalur. Hasilnya dituangkan dalam dokumen flight plan. Untuk beberapa jalur penerbangan, tersedia ground proximity warning system (GPWS) yang memasukkan peta kontur wilayah itu. Dalam penerbangan instrumental, GPWS akan memberi tahu secara otomatis kepada pilot apa saja benda-benda di sekeliling pesawat pada saat di udara.
Di tempat terpisah, Muhammad Hisyam, pilot di Kementerian Perhubungan yang 12 tahun pernah menjadi petugas ATC Cengkareng, menduga GPWS itu berfungsi dengan baik. Tapi peringatannya diabaikan pilot. Sebab, jika menemukan hambatan, biasanya alat itu akan berteriak sangat nyaring mirip suara manusia. “Bunyinya terrain, terrain, lalu pull up jika sudah mendekati obstacle,” katanya. Sebelum pesawat menghantam tebing Gunung Salak, Yablontsev sempat menghubungi menara Air Traffic Controller guna meminta izin turun dan memberi tahu akan berbelok. Dugaannya, Yablontsev menginformasikan akan berbelok karena ia sadar telah melenceng dari jalur ke Pelabuhan Ratu.
Salah satu pakar penerbangan, Marsekal Pur (TNI) Chappy Hakim, mantan Kepala staf TNI AU, penerbang C-130 Hercules TNI AU, yang satu almamater dengan penulis menjelaskan beberapa hal terkait dengan kasus Sukhoi tersebut. Saat berdiskusi dengan penulis, Pak Chappy mengatakan bahwa sebagai pemain baru SSJ100 terlihat sangat mengkhawatirkan beberapa produsen pesawat, pesawat buatan gabungan perusahaan Rusia dan Barat itu teknologinya mampu mengimbangi pesawat Barat lainnya, dan kelebihannya harganya diperkirakan sepertiga lebih murah. Jelas dalam sebuah persaingan bernilai miliaran dollar, hal ini membuat banyak pihak menjadi sangat tidak senang.
Rabu (12/5/2012), Chappy Hakim membahas tentang kondisi penerbangan dan Air Traffic Control (ATC) di Indonesia, sebagai pelengkap pembahasan, khususnya yang menyangkut pesawat, ATC, training area, serta aturan penerbangan. Seperti banyak diungkapkan, dalam dunia intelijen, kerawanan disuatu tempat apabila di eksploitasi akan dapat menyebabkan kelumpuhan. Inilah penjelasan Marsekal Chappy Hakim, sahabat penulis yang sangat menguasai masalah penerbangan :
1. Pada Aircraft accident yang total loss (hancur total) dan tidak ada yang survive, maka tidak akan pernah diketahui apa yang sebenarnya terjadi !
2. Itu sebabnya hasil penyelidikan kecelakaan pesawat selalu menggunakan terminologi "the most probable cause" dan diikuti dengan rekomendasi.
3. Tidak ada seorang pun yang bisa / berhak mengatakan tentang penyebab kecelakaan pswt terbang kecuali institusi resmi dalam hal ini KNKT.
4. KNKT hanya akan mengumumkan hasil penyelidikannya setelah proses penyelidikan selesai dan pasti diikuti dengan sejumlah rekomendasi !
5. Bila kerap ada yg mengatakan bahwa penyebab kecelakaan adalah a atau b, sebelum KNKT selesai dg penyelidikannya, pasti dia "ngarang" !
6. Umumnya, kecelakaan pesawt terbang tidak pernah disebabkan oleh penyebab tunggal, pasti ada beberapa rentetan kontribusi kesalahan yg terjadi.
7. Bila dari Halim, pesawat yg akan "latihan"/Test Flight/Joy Flight/training Flight, diberikan alokasi di kawasan Bogor atau Pelabuhan Ratu.
8. Dalam tiap terbang, Pilot membuat Flight Plan, disitu disebutkan dia akan berada diketinggian berapa dan lainsebagainya, bila ATC setuju baru boleh terbang.
9. Kalau dijumpai sesuatu yg amburadul ya tidak aneh karena kita memang "well trained", dilatih setiap hari dijalan raya yg tdk tahu aturan !
10. Aturan dlm Aviation sebenarnya "nyaris" sempurna, bila diikuti dg penuh disiplin pasti akan sedikit sekali kemungkinan terjadi kecelakaan !
11. Bila dalam waktu dekat ATC kita tdk dibenahi, jangan heran kalau akan terjadi lagi kecelakaan yang fatal !
12. ATC, tahun ini sdh harus dilebur jadi satu (amanat UU), sampai sekarang belum juga terjadi, hati2 ini adalah pangkal bahaya !
13. Salah satu penyebab sulit sekali menyatukan ATC, mungkin karena pendapatan ATC saat ini konon katanya lebih dari satu T ?
14. Harus ada kemauan yang kuat utk membenahi ATC kita agar peluang terjadinya kecelakaan dapat dikurangi !
15. Bila ATC satu, maka sumber daya manus nya akan mudah di standardisasi dan juga kesejahteraannya dapat di perhatikan lebih baik juga kaderisasi lebih mudah.
16. Manajemen ATC idealnya harus terpisah dari manajemen pengelolaan airport/terminal. ATC dan Navigation aid hrsnya berstatus "cost recovery" !
17. Sekarang adalah momentum yg paling tepat utk membenahi Aviation kita terutama ATC Management System nya ! Semoga tdk ada lagi fatal accident.
18. Dalam penerbangan tidak ada kata kompromi dalam menegakkan aturan, bila dilakukan juga maka itu berarti membuka pintu utk terjadinya accident!
19. Sekedar utk diketahui saja, bahwa RI sekarang ini masih berada di Category 2 FAA yg berarti belum memenuhi minimum International safety standard ICAO.
20. Walau belum diketahui penyebab dari fatal accident SSJ100, minimal dapat dianggap sudah mengkonfirmasi bahwa RI berada di catago-2 FAA yg artinya adalah Un-Safe !
Dari informasi ketiga sumber Indonesia diatas, beberapa informasi terbaca saling memperkuat, tentang peluang adanya human error dan kesalahan mekanis dari pesawat tersebut. Lantas, bagaimana dengan dugaan sabotase yang dilemparkan oleh pejabat GRU yang disampaikan oleh The Moscow Times? Dunia penerbangan masa kini adalah dunia dengan teknologi maju yang disebut fly by wire. Teknologi ini diterapkan pada Sukhoi naas tersebut.
Fly-by-wire (FBW) adalah sistem yang menggantikan kontrol konvensional penerbangan pengguna pesawat terbang dengan elektronic interface. Pergerakan kontrol penerbangan dikonversikan ke sinyal elektronik dan dikirimkan oleh kabel (fly-by-wire), dan komputer yang akan mengontrol penerbangan, menentukan bagaimana memindahkan aktuator pada setiap permukaan kontrol dapat menanggapi setiap perintah. Sistem fly-by-wire juga memungkinkan sinyal otomatis yang dikirim oleh komputer pesawat untuk melakukan fungsi tanpa input dari pilot, misalnya adanya sistem yang secara otomatis membantu menstabilkan pesawat saat terbang. Pada pemrograman sistem, baik oleh pilot atau groundcrew, sejumlah langkah kontrol gerakan secara otomatis dilakukan, dan setiap kegagalan sistem akan ditunjukkan pada awak pesawat (crew).
Pertanyaannya kini, apakah sebuah serangan cyber dapat mengganggu sistem yang ada di Sukhoi yang jatuh tersebut? Dalam suatu kasus, Amerika pernah merasakan sebuah serangan cyber terhadap pesawat pengintai canggih tanpa awak mereka, Rq-170 Sentinel yang juga mempunyai teknologi sebagai pesawat siluman. Pada tanggal 8/12/2011, RQ-170 telah dikuasai oleh badan intelijen Iran, saat pesawat tersebut beroperasi di atas wilayah Iran. Para pejabat Iran yang memamerkan hasil tanggkapannya itu mengatakan bahwa pesawat itu terdeteksi di dekat kota Kashmar, 140 mil dari perbatasan Afghanistan, dan kemudian dipaksa turun (force down) karena sistem kontrol yang telah di-hacked dengan sebuah serangan cyber oleh militer Iran.
Nah, kemungkinan serangan seperti itulah yang dimaksud dan kini dilemparkan oleh GRU kepada instansi penerbangan Amerika. Hanya informasi GRU ada yang tidak akurat, menyatakan di Jakarta ada Air Force Base dari AS. Dalam kenyataannya tidak terdapat satupun instalasi militer AS di Indonesia, khususnya di Jakarta.
Kesimpulan Sementara
Kecelakaan Sukhoi SSJ100, apapun alasannya tetap harus menunggu keputusan dari KNKT yang dipimpin oleh Marsekal TNI (Pur) Tatang Kurniadi. Pihak Rusia tetap menyatakan tetap berusaha dan concern untuk menemukan FDR (Flight Data Recorder) yang akan melengkapi penyelidikan kecelakaan pesawat tersebut bersama VCR yang sudah ditemukan.
Tuduhan GRU menurut penulis masih merupakan langkah awal sebuah kecurigaan terhadap ulah musuh bebuyutannya AS. Mereka jelas sudah makin jauh meneliti kasus ini. Yang jelas dan pasti, di Indonesia tidak ada satupun pangkalan militer AS. Entah apabila serangan dilakukan dari luar Indonesia, karena teknologi cyber dan elektronik tidak mengenal jarak, ruang dan waktu. Hanya masalahnya, apakah kita juga berfikir kemungkinan adanya pihak ketiga siapapun mereka yang mau melakukannya. Sebuah pertanyaan yang pasti akan sulit sekali dijawab, terlebih dalam sebuah serangan cyber.
Yang pasti Rusia kini menjumpai dilema menentukan penyebab kecelakaan Sukhoi tersebut. Pilihannya, kesalahan pilot atau kesalahan mekanis dan sistem pesawat. Disinilah muncul sebuah tudingan yang paling beralasan dan realistis tetapi aman bagi industri mereka, sabotase jawabannya. Otoritas penyelidik Indonesia sebaiknya juga jangan mengabaikan informasi tersebut dan harus tetap menyatakan apa adanya penyebab kecelakaan. Kita harus hati-hati, karena indikasi persaingan dua kekuatan berdasi yang melibatkan negara besar mulai menampakkan dirinya.
Perang intelijen antara AS-Rusia apakah sudah lebih keras dengan jatuhnya korban pihak ketiga? Memang sulit dibuktikan kebenarannya, karena intelijen beroperasi secara clandestine. Tetapi mengingat demikian besar, kompleks serta pentingnya SSJ100, kepentingan bisnis kini sangat mungkin berada di tataran intelijen. Siap dan tahukan operator dan legislator kita menghadapi sebuah bisnis industri penerbangan yang di cover kekuatan intelijen di dunia kelabu itu? Nampaknya tidak.
Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net