Perang Dingin AS-China, AS akan Menjual 66 Pesawat Tempur ke Taiwan

20 May 2012 | 11:56 pm | Dilihat : 15436

Sebuah perkembangan baru dalam  perang dingin antara AS-China, nampaknya semakin nyata.  Pemerintah AS sedang mempertimbangkan akan menjual 66 buah pesawat tempur (sekitar empat skadron)  kepada pemerintah Taiwan. Rencana penjualan tersebut dikatakan sebagai "To help redress the island's air power deficit" dari kekuatan AU China.

Dalam laporan tahunannya, Pentagon telah menyampaikan kepada kongres bahwa China kini menggunakan kekuatan ekonominya yang terus tumbuh untuk memperluas pengaruh militernya dengan menetapkan tujuan yang baru,  dan mereka menginvestasikan uangnya untuk melengkapi militernya dengan alutsista yang lebih modern. Pentagon menyimpulkan bahwa pembangunan utama kekuatan China ditujukan dan dipersiapkan dalam menghadapi konflik dengan Taiwan yang masih diakuinya sebagai bagian dari wilayahnya.

Laporan ini adalah yang pertama kali dibuat  oleh Pentagon sejak Presiden Barack Obama tahun lalu meluncurkan kebijakan "poros" untuk memperkuat pengaruh AS di kawasan Asia-Pasifik, diantaranya dengan mengurangi penggelaran kekuatan di bagian dunia lainnya.

Laporan Pentagon tersebut juga menyebutkan bahwa perkuatan militer China dalam rangka meluaskan peran baru serta misinya di dunia. China diketahui sedang mengembangkan pesawat siluman baru serta sedang mempersiapkan kapal induk yang dibangun sendiri, kemungkinan pada tahun 2015 sudah akan di operasikan. Para pejabat pertahanan AS mengatakan bahwa pembangunan kekuatan militer China dinilainya bukan merupakan ancaman langsung terhadap pasukan AS dan  Sekutu, karena mereka sangat rentan dan akan menjadi sasaran serangan  dari kapal selam AS.

China juga melakukan pembangunan pesawat penumpang/kargo serta dukungan logistiknya yang memungkinkan Angkatan Udara-nya mampu melakukan misi diluar batas wilayahnya. Beberapa misi yang dilaksanakan seperti bantuan kemanusiaan dan operasi kontra-pembajakan, merupakan sebuah jembatan atau operasi udara dan militer strategis. Selain itu China juga mengembangkan pengadaan peluru kendali jarak dekat yang modern, disamping melakukan investasi pembangunan kapal selam penyerang.

Pentagon menyatakan bahwa  China menghabiskan sebanyak US$ 180 miliar pada pembangunan militer tahun lalu, untuk tahun ini China mengeluarkan US $ 106 miliar. Laporan itu juga mengatakan bahwa China terus menjadi sumber utama cyber spionase dan serangan cyber lainnya. Pentagon mengatakan bahwa  kini dari beberapa indikasi,  menunjukkan bahwa China menggunakan kemampuan operasi cyber untuk melakukan kegiatan mata-mata, mengumpulkan keterangan intelijen strategis dari pemerintah AS dan perusahaan swastanya. Pentagon juga menuduh "aktor China" menjadi pelaku terbesar di dunia spionase ekonomi.

Pentagon terlihat khawatir dengan ulah China dan menyebutkan "Chinese attempts to collect U.S. technological and economic information will continue at a high level and will represent a growing and persistent threat to U.S. economic security." David Helvey, acting Assistant Secretary for Defense, tidak mengatakan bahwa pemerintah China yang berada dibalik aksi spionase tersebut. Dia hanya menyebutkan beberapa serangan dan spionase datang dari China. Para analis mengatakan spionase dan akuisisi agresif  dengan memanfaatkan teknologi bisa mempercepat modernisasi militer China.

Selanjutnya Helvey menyatakan, "Beberapa modernisasi kekuatan nuklir China terjadi di luar anggaran, beberapa uang penelitian dan pengembangan yang masuk ke industri pertahanan mereka,  juga  berasal dari anggaran yang berbeda, beberapa akuisisi asing berasal dari account yang berbeda juga," katanya.

Alpha Capital Partners LLC, sebuah kelompok analisis investasi, membuat  catatan penelitian berdasarkan laporan Pentagon, bahwa Amerika Serikat akan mendapat kejutan besar pada tahun  2013-15,  apabila  "China berhasil memanfaatkan dan memperluas  upaya cyber-spionase  dan China mampu memperkenalkan  sistem senjata yang setara dengan sistem yang dimiliki oleh Amerika."

Pemerintah China menyatakan menolak laporan Pentagon tersebut,  dan menyatakan sebagai sebagai irresponble, dan menyebutkan bahwa Amerika Serikat telah  menyebarkan sebuah "Teori ancaman militer China." Pemerintah China menyatakan berkomitmen untuk mempertahankan dan mempromosikan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di kawasan Asia Pasifik, dan bahkan dunia," demikian kata Jurubicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei. Dia meminta Amerika Serikat untuk menghentikan publikasi tahunan dari laporan, dan lebih baik berbuat lebih banyak untuk mempromosikan hubungan militer China-AS.

Menyikapi perkembangan situasi di kawasan antara China-Taiwan, DPR AS telah setuju untuk menjual 66 jet tempur baru ke Taiwan.  AS mengatakan langkah itu dirancang untuk memungkinkan Taiwan tetap dapat mengimbangi dan  bersaing dengan pertumbuhan kekuatan militer China. Pemerintahan Obama pada bulan September tahun lalu tidak menyetujui untuk menjual pesawat tempur F-16 C/D, dan hanya akan melakukan  upgrade jet tempur yang ada di Taiwan dengan biaya 5,85 miliar dolar. Menanggapi rencana upgrade, China  secara terbuka mengecam rencana tersebut, dan mengatakan pertumbuhan militer China harus dilihat secara obyektif dan adil. Perjanjian terbaru untuk memasok jet baru kepada Taiwan kini masih   hanya menunggu persetujuan  dari Senat.

Walaupun  kekuatan udara Taiwan masih jauh berada dibawah China, keberadaan pesawat-pesawat baru sekitar empat skadron tersebut akan sedikit merubah balance of power antara kedua negara yang bersengketa, khususnya apabila terjadi konflik kecil. AS nampaknya hanya akan melakukan suply pesawat F-16 C/D, dimana sebenarnya Taiwan berminat memiliki pesawat tempur F-35 dengan teknologi stealth seperti yang disetujui untuk dimiliki AU Jepang.

Demikian perkembangan situasi antara China-AS yang walaupun ditolak disebut sebagai perang dingin, nampaknya kedua belah pihak lebih menyiapkan diri untuk menjaga kemungkinan terjadi konflik. Disatu sisi, China menjadi negara yang telah dikepung oleh AS dan sekutu-sekutunya, yang memang khawatir dengan perkembangan serta klaim China terhadap wilayah diluar negaranya seperti kepulauan Spratly.

Kemungkinan konflik bersenjata dapat terjadi di kawasan antara China-Taiwan, tetapi konflik yang lebih luas bisa mengimbas ke kawasan Laut China Selatan, wilayah yang juga berbatasan dengan Indonesia. Disinilah para analis militer dari Kemhan serta Kemlu sebaiknya terus memonitor perkembangan situasi dan kondisi kawasan. Apakah ini yang disebut sebagai Perang Dunia ke-3, Wallahualam.

Prayitno Ramelan ( www.ramalanintelijen.net )

Ilustrasi Gambar : Salon.com, www.cnr.cn

 

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.