Ketika AS Secara Resmi Mengakhiri Perang di Irak
16 December 2011 | 1:34 am | Dilihat : 503
Amerika Serikat secara resmi pada hari Kamis (15/12/2011) menyatakan mengakhiri perangnya di Irak yang telah berlangsung selama delapan tahun, delapan bulan dan duapuluh lima hari sejak dimulainya serangan pertamanya. Pernyataan penghentian perang dan penarikan pasukan AS dari Irak dinyatakan oleh Menteri Pertahanan AS Leon Panetta dalam sebuah upacara militer di Bandara internasional Baghdad yang sepenuhnya dikuasai pasukan AS.
Pada upacara tersebut Panetta mengatakan “After a lot of blood spilled by Iraqis and Americans, the mission of an Iraq that could govern and secure itself has become real. To be sure, the cost was high — in blood and treasure for the United States, and for the Iraqi people.Those lives were not lost in vain."
Upacara yang dilaksanakan sekitar jam satu siang tersebut dilakukan dua minggu lebih awal dari yang dijadwalkan. Sesuai perjanjian bersama antara pemerintah Irak dan AS yang dibuat pada tahun 2008, pada intinya menyetujui penarikan pasukan AS dari Irak pada tanggal 31 Desember 2011. Pada upacara resmi yang ditandai dengan penurunan bendera putih AS-Irak, Menhan Leon Panetta didampingi oleh Duta Besar AS James Jeffrey dan Jenderal Lloyd Austin (AD), komandan pasukan AS di Irak. Keduanya bertanggung jawab mengawasi penarikan secara cepat sekitar 50.000 anggota militer dalam beberapa bulan mendatang serta juga penutupan markas militernya.
Perang di Irak telah berlangsung sejak tahun 2003, dimana lebih dari 1 juta anggota pasukan AS telah bertugas tempur dinegara tersebut. Perang yang menyebakan jatuhnya korban sekitar 4.487 prajurit AS tewas dan sekitar 30.000 lainnya terluka. Dalam menghormati jatuhnya korban, Panetta mengatakan "Anda telah melakukan segalanya bagi bagi bangsa dan negara, yang telah meminta anda untuk melakukannya." Selanjutnya Panetta menyatakan, "Anda akan meninggalkannya dengan sangat bangga, berupa sebuah kebanggaan abadi, karena mengetahui bahwa pengorbanan anda telah membantu rakyat Irak memulai babak baru dalam sejarah bebas dari tirani dan mempunyai harapan yang sangat besar untuk kesejahteraan dan perdamaian."
Sebelum melakukan upacara pengakhiran perang di Irak, Leon Panetta juga melakukan kunjungan ke Djibouti dan Afghanistan. Dalam sambutannya dimuka diplomat AS di Kabul pada hari Rabu sebelumnya, Panetta menyatakan bahwa tujuan perang sebagai sebuah upaya untuk mengubah Irak menjadi sebuah negara demokrasi, stabil mempunyai pemerintahan sendiri setelah beberapa dekade diperintah secara otoriter oleh Saddam Hussein. Panetta menegaskan, "Ini tidak akan mudah. Tetap akan ada tantangan, mereka akan menghadapi tantangan terorisme. Mereka juga akan menghadapi tantangan dari kelompok yang ingin memecah negara itu. Mereka juga akan menghadapi tantangan dalam penerapan demokrasi."
Proses penarikan pasukan di Irak kelihatannya tidak semudah yang terlihat dan dibayangkan. Perang yang selain telah menimbulkan korban demikian besar prajurit AS, juga menyebabkan lebih dari 100.000 jiwa Irak menjadi korban. Perang telah menghabiskan dana US$ 800 miliar. Perang Irak mencapai puncaknya pada tahun 2007, dimana pasukan AS yang terlibat hingga mencapai 170.000 orang di Irak. Pada tahun 2010 jumlah pasukan yang tersisa sekitar 50.000 orang.
Pengakhiran perang di Irak adalah seperti yang dijanjikan saat kampanye Obama, yang menyatakan bahwa perang di Irak adalah sebuah kesalahan. Memang Mantan Presiden Bush pernah menyatakan bahwa perang dilaksanakan dengan informasi intelijen yang salah tentang senjata pemusnah massal. Hal ini yang tidak disinggung sama sekali oleh Panetta dalam sambutannya.
Presiden Obama telah memenuhi janjinya, kini perang Irak telah berakhir, dan akan dilanjutkan dengan penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada tahun 2014. Pasukan AS sementara yang akan tersisa di Irak menurut informasi diperkirakan sekitar 4000 orang dan pada akhirnya hanya akan ada sekitar 167 Marinir yang akan bertugas mengawal Kedutaan Besarnya di Baghdad.
Apakah semuanya akan selesai begitu saja? Jelas tidak. Sadam Husein memang jatuh, akan tetapi AS beserta pemerintahan yang kemudian terbentuk tidak pernah mampu menciptakan stabilitas keamanan di Irak. Serangan bom bunuh diri tetap terjadi, aksi terorisme lainnya tetap mengancam dan menakuti masyarakat dan pasukan AS. Seperti yang dikatakan Panetta, tantangan Irak akan tetap besar. Penulis perkirakan kemungkinan akan terjadi perebutan kekuasaan. Loyalis Saddam Husein jelas tetap ada disana, menunggu saatnya.
Nah, kini semua berpulang kepada rakyat Irak, dibutuhkan kesadaran bersama bahwa mereka butuh bersatu untuk membangun masa depan yang lebih baik. AS jelas sulit menguasai sebuah negara yang justru diharapkan menggunakan sistem demokrasi ala mereka. Kebebasan yang tidak terukur dalam berdemokrasi justru akan menjadi ancaman dimanapun sistem itu digunakan, selama rakyat pengguna demokrasi tidak faham akan arti dan penerapan demokrasi itu sendiri. Inilah kendala terbesar di Irak nantinya.
Indonesiapun yang mengopy sebagian dari demokrasi ala Barat, tanpa adanya pasukan asing dan penjajahan disini, terasa demikian berat dalam menciptakan stabilitas keamanan secara utuh. Entah bagaimana nasib Irak mendatang, dimana selama hampir sembilan tahun ada pasukan dan pressure asing dinegaranya. Perpecahan sepertinya ada didepan mata dan tinggal menunggu waktu. Siapa yang bertanggung jawab? Prayitno Ramelan ( http://ramalan intelijen.net )
Ilustrasi Gambar : mail.com