Presiden SBY dan Beratnya Memberantas Korupsi
10 December 2011 | 7:40 am | Dilihat : 649
Pada acara peringatan Hari Antikorupsi se- Dunia, di Convention Hall Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang, Jumat (9/12), Presiden SBY menyampaikan rasa keprihatinannya, bahwa kasus korupsi di Tanah Air terus merebak dan menyebar ke daerah-daerah. Presiden mengatakan telah menanda tangani 165 surat ijin pemeriksaan bagi pejabat negara terkait kasus korupsi. Ditegaskannya bahwa penyebaran korupsi sebagai ekses pilkada.
Dijelaskan oleh presiden, "Ini tidak aneh karena ada perubahan dari sentralistik ke desentralisasi. Korupsi mengikuti power, siapa yang memiliki kewenangan, kekuasaan.” Presiden SBY selanjutnya mengatakan, "Berkat kerja keras kita ekonomi tumbuh, APBN tumbuh, pada 2004 APBN kita kurang dari Rp500 triliun, pada 2011 mencapai Rp1.200 triliun. Jangan sampai jerih payah kita ada yang lepas dalam jumlah yang besar. Cegah dan ditindak dan apa yang dicapai, kita ingin lebih baik lagi, penerimaan negara harus besar, jangan yang harusnya masuk jadi tidak masuk.”
Presiden kembali menegaskan komitmentnya dalam pemberantasan korupsi yang menurut pengamatannya berada disektor penganggaran, pengadaan barang, dan perizinan usaha. Selain itu juga disinggung adanya usaha yang dimiliki anggota keluarga atau kerabat pejabat publik. Pada kesempatan tersebut, presiden meminta aparat penegak hukum memprioritaskan penanganan kasus korupsi besar sehingga pemberantasan korupsi bidang penindakan berjalan efektif. Dia juga meminta agar koordinasi antara aparat penegak hukum dapat dioptimalkan.
Menurut SBY makna peringatan hari anti korupsi se-Dunia cakupannya luas. Artinya, pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan pada tingkat nasional. Tetapi harus bersama dengan masyarakat dunia. Termasuk negara-negara sahabat ataupun tetangga. "Saya telah sampaikan hal ini tidak hanya di sini tetapi juga forum global termasuk di G20 APEC, maupun ASEAN plus," katanya. Persoalan korupsi adalah masalah dunia.
Pemerintah Indonesia, lanjut SBY, tidak ingin jika ada negara-negara lain yang malah menjadi save heavens atau tempat buat para koruptor didalam negeri untuk menaruh aset korupsinya. Menurut Presiden SBY Indonesia ingin adanya kerja sama yang tulus. Apakah itu kerja sama ekstradisi atau dalam bentuk saling bantu-membantu. Jangan sampai, kata presiden, ada negara-negara lain yang memilki semangat sama tapi untuk ektradisi tidak mau.
Pada peringatan hari Antikorupsi Sedunia tersebut, Presiden SBY juga mengadakan dialog dengan kalangan aktivis LSM antikorupsi. Tampak hadir wakil dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia, Pukat Universitas Gadjah Mada, Indonesian Legal Roundtable, Fitra, Masyarakat Transparansi Indonesia. Tercatat 60 tokoh LSM antikorupsi ikut menghadiri dialog yang digelar di Wisma Perdamaian Semarang tersebut.
Mari kita lihat kembali perjalanan tiga tahun terakhir upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Memang benar terdapat bukti seperti yang disampaikan presiden tentang penyebaran korupsi ke daerah. Bila dianalogikan penyakit kanker, tingkat keparahan korupsi di Indonesia nampaknya memang sudah masuk stadium empat. Pasien hanya punya dua pilihan “die tomorrow or die after tomorrow”. Begitu sel kanker di berantas di titik pusatnya, maka sel tersebut langsung menyebar ke seluruh tubuh. Yang parah, apabila kanker kemudian menyerang beberapa bagian vital. Presiden mengatakan bagian vital itu adalah penganggaran, pengadaan barang, dan perizinan usaha.
Penulis pernah membuat beberapa artikel tentang masalah korupsi. Salah satu artikel tersebut adalah "Antara KPK dan Kopkamtib" http://ramalanintelijen.net/?p=1467 . Kekuatan pemerintah untuk menekan tindak korupsi disandarkan kepada KPK. Pertanyaannya, mampukan KPK sebagai badan yang super dalam wewenang pemberantasan korupsi, dilengkapi dengan UU serta dukungan publik dalam memberantas penyebaran sel kanker tersebut?
Tingkat korupsi disebuah negara sementara ini dapat diukur dari hasil penelitian dari Transparency International, yang mengeluarkan daftar Corruption Perception Index (CPI) setiap tahun. CPI atau juga Indeks Persepsi Korupsi, adalah instrument yang dikeluarkan oleh Tranparency International. Nilai CPI merupakan persepsi pengusaha multinasional, jurnalis keuangan internasional dan masyarakat domestik, sangat sulit dimanipulasi karena melibatkan banyak pihak yang diluar kemampuan pemerintahan suatu negara.
Indeks, yang diawasi ketat tersebut didasarkan pada penilaian ahli dan data dari 17 survei dari 13 lembaga independen, meliputi isu-isu seperti akses ke informasi, penyuapan pejabat publik, suap dalam pengadaan di publik, dan penegakan hukum anti-korupsi.
Nilai CPI menjelaskan posisi ranking persepsi suatu negara dalam hal aktivitas keberadaan korupsi yang diberikan oleh masyarakat internasional. CPI mempunyai nilai 0-10, nilai 0 untuk yang paling tinggi korupsinya, nilai 10 paling bersih. Dari nilai CPI maka tersusun ranking dari 179 negara didunia yang dinilai. Negara maju dan berkembang umumnya nilai CPI-nya lebih dari 5, Negara terbelakang atau baru berkembang nilainya kurang dari 3.
Kita bandingkan CPI Indonesia dengan beberapa negara tetangga dalam tiga tahun terakhir. CPI Indonesia pada tahun 2008 membaik 0,3 poin dari CPI 2007 (2,3) menjadi 2,6. Kenaikkan 0,3 ini termasuk hebat, mengangkat Indonesia dari peringkat 143 (th 2007) negara terkorup didunia membaik ke posisi 126. Kenaikan CPI tidak lepas dari gebrakan Antasari Azhar pada tahun 2008, yang demikian berani mencoba melibas semua yang berbau korupsi. Antasari diberhentikan sementara pada tanggal 6 Mei 2009 dan diberhentikan secara tetap pada 11 Oktober 2009 karena terbukti bersalah melakukan pembujukan dan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Antasari kemudian diganjar 18 tahun penjara. Kasus Antasari oleh beberapa kalangan dinilai masih menyimpan misteri.
Pada tahun 2009, CPI Indonesia kembali naik menjadi 2,8. Sementara pada beberapa tetangga, nilai CPI-nya, Australia (8,7), PNG (2,1), Malaysia (4,5), Filipina (2,4), Laos (2), Thailand (3,4), Vietnam (2,7), Myanmar (1,4), dan Kamboja (2). Indonesia lebih unggul dibandingkan PNG, Filipina, Laos, Vietnam, Myanmar dan Kamboja. Kalah dari Thailand, Malaysia dan Australia.
Pada Tahun 2010, CPI Indonesia tidak bergerak tetap diangka 2,8. Oleh TI, dinilai tidak ada gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia yang signifikan. Sementara CPI beberapa tetangga, Australia (8,7), PNG (2,1), Malaysia (4,4), Filipina (2,4), Laos (2,1), Thailand (3,5) Vietnam (2,7), Myanmar (1,4), dan Kamboja (2,1). Kondisi jalan ditempat pemberantasan korupsi Indonesia mirip seperti PNG, Filipina, Vietnam, Myanmar. Sementara Thailand, Kamboja menunjukkan kenaikan 0,1. Malaysia justru naik tingkat korupsinya (CPI turun).
Pada Tahun 2011, presiden dapat sedikit bergembira karena CPI Indonesia naik 0,2 poin menjadi 3. Sikap tegas Presiden dalam memberantas korupsi menunjukkan hasil cukup baik. Perkembangan nilai CPI negara tetangga, Australia naik 0,1 menjadi 8,8, PNG naik 0,1 menjadi 2,2, Malaysia kembali turun 0,1 menjadi 4,3, Filipina seperti Indonesia naik 0,2 menjadi 2,6, Laos naik 0,1 menjadi 2,2, Thailand turun 0,1 menjadi 3,4, Vietnam naik 0,2 menjadi 2,9, Myanmar naik 0,1 menjadi 1,5 dan Kamboja tetap 2,1.
Nah, dari beberapa data tersebut diatas, CPI menilai bahwa beberapa negara di Asia Tenggara tingkat keinginan berkorupsi pada umumnya masih tinggi. Pada umumnya CPI berada dibawah 3, hanya tiga negara yang berada diatas 3, yaitu Malaysia, Thailand dan Indonesia. Angka tersebut kini menunjukkan bahwa dengan komitmentnya yang serius, upaya presiden dalam memberantas korupsi kembali mulai menampakkan hasil yang cukup baik.
Pada Tahun 2011 ini, menurut Transparency International, terdapat dua pertiga dari negara yang tercakup indeksnya kurang dari nilai 5, dianggap signifikan korup. Penelitian CPI menunjukkan bahwa pada negara dengan pemerintahan yang tidak stabil, sering terjadi konflik dalam waktu yang lama akan terus mendominasi anak tangga bawah CPI. Afghanistan dan Myanmar mempunyai skor 1,5. Sedang negara yang paling korup di dunia adalah Somalia dan Korea Utara dengan skor 1.
Demikian sedikit informasi dan ulasan tentang masalah korupsi yang terus diberantas oleh Presiden SBY. Seperti artikel terdahulu saat penulis mengingatkan Antasari Azhar, presiden sebaiknya tetap tidak kendur dalam mewaspadai kemungkinan serangan balasan dari mereka yang pernah terlibat ataupun mereka yang akan diusut. Selain itu, tekad yang kuat juga harus didukung oleh para inner circle-nya, bersama memberantas korupsi. Sulit mengharapkan kesetiaan sepenuhnya di politik itu, karena seperti yang lazim berlaku, adanya oportunisme dikalangan elit itu sendiri. Dalam partainya kini masih tersisa kemelut kasus Nazaruddin yang saling menjatuhkan. Itulah tantangannya dalam citra bersih bersama.
Menggunakan istilah Pak Mahfud, mereka musuh dan calon musuhnya dikelompok koruptor akan membayar modal dan bunganya sekaligus. Persoalan yang berat bagi presiden dan KPK adalah dalam menyentuh "big fish." Masyarakat banyak yang menilai pemberantasan hanyalah kelas-kelas teri, kesan inilah yang harus dihilangkan. Persoalannya kini, berani dan mampukah pimpinan KPK yang baru? Semoga. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )