Ramalan, Edhie Baskoro Presiden RI 2019?
28 November 2011 | 8:05 am | Dilihat : 5459
Kisah percintaan yang sangat popular adalah Romeo Montague dan Juliet Capulet , yang ditulis oleh Shakespeare. Dalam kisah tersebut Juliet menyampaikan kepada Romeo bahwa nama adalah sebuah artificial belaka, dan dia mencintai orang yang disebut "Montague", bukan nama Montague dan bukan keluarga Montague. Ditegaskan oleh Juliet "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet."
Orang Barat memang berpendapat bahwa nama tidak berarti terlalu dalam, hanya sebuah panggilan belaka. Sementara bagi orang Indonesia nama mempunyai arti yang sangat besar baik selama dia hidup maupun setelah orang tersebut meninggal dunia. Orang Jawa memiliki kepercayaan yang sangat mendalam dengan nama tersebut. Banyak yang menggunakan nama Su (Soe) dimana tiga orang keturunan Jawa yaitu Soekarno, Soeharto dan Susilo berhasil menjadi Presiden RI. Baca "Soekarno, Soeharto dan Susilo" ( http://ramalanintelijen.net/?p=1531 )
Nah, kali ini penulis mencoba mengulas putra kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang baru saja melangsungkan pernikahan agung di Istana Cipanas dan JHCC. Resepsi pernikahan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, Putra Presiden SBY dengan Siti Rubi Aliya Rajasa, putri Menko Hatta Rajasa berlangsung meriah di Jakarta Convention Center, Sabtu (26/11/2011).
Rangkaian pernikahan dua anak petinggi negara tersebut dilaksanakan dengan adat Palembang dan Jawa (Yogya), dimana saat resepsi kedua keluarga menggunakan pakaian warna merah marun. Presiden SBY dan Hatta Rajasa mengenakan sorjan merah marun dan kain batik khas Yogyakarta dengan blangkon dan keris sebagai aksesori dan perlengkapan pakaian adat. Ibu Ani Yudhoyono dan Okke Rajasa memakai kebaya Jawa merah marun dan kain batik sebagai bawahan. Resepsi demikian ramai dikunjungi pejabat, undangan, handai tolan sahabat terasa semarak karena yang menjadi sahibul bait adalah presiden dan menko.
Edhie Baskoro yang dilahirkan di Bandung, 24 November 1980, adalah putra bungsu dari Presiden Republik Indonesia ke-6, Presiden SBY. Ibas, sapaan akrabnya, meraih gelar Bachelor of Finance and E-Commerce tahun 2005 dari Curtin University, Perth Australia. Dia kemudian melanjutkan studinya di Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura dan meraih gelar masternya tahun 2007 dengan spesialisasi Ekonomi Politik Internasional.
Karier politiknya dimulai setelah Ibas terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Partai Demokrat) pada bulan April 2009 dengan perolehan suara tertinggi se-Indonesia, 327.097 suara dari Daerah Pemilihan VII Jawa Timur. Ibas mewakili 5 daerah: Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi, daerah dimana ayahnya berasal. Jabatan politik di parpol diawali dengan penunjukannya sebagai Ketua Departemen Kaderisasi Demokrat.
Setelah Kongres II Partai Demokrat di bulan Mei 2010, ia dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) untuk mendampingi Ketua Umum Terpilih Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Penunjukan tersebut menjadikannya sebagai Sekretaris Jenderal partai politik termuda di Indonesia.
Putra kedua SBY ini jauh hari telah dipersiapkan ayahnya menjadi generasi penerus di jalur politik, sementara kakaknya Agus Harimurti meneruskan karir ayahnya dibidang militer. Keduanya dipersiapkan dengan matang oleh SBY, dengan usia yang relatif muda Agus telah lulus dalam pendidikan di Universitas terkenal di AS, Harvard University dan Ibas dengan jalur politiknya kini menjadi orang kedua di Partai sebagai Sekjen.
Kemana arah Ibas? Nampaknya dia dipersiapkan selangkah lagi menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Pada periode 2009-2014, Ibas diposisikan sebagai Sekjen agar mendalami dan menguasai seluk beluk partainya. Posisi Ibas tidak sesederhana yang dibayangkan, dia berduet dengan Anas untuk menjaga agar partai besutan ayahnya tetap menjadi partai terunggul dalam persaingan dengan partai senior lainnya pada pemilu 2014 mendatang.
Pada awal karier politiknya, masyarakat dan elit politik jelas memandang sebelah mata kepada Ibas muda yang nampak masih kekanak-kanakan. Pada masa mendatang, masyarakat akan melihat kiprahnya pada 2014 mendatang, seberapa besar kemampuannya membawa Partai Demokrat tetap menjadi partai yang disegani dan terunggul. Jelas tugasnya ini sangat berat, karena citra Partai Demokrat telah runtuh sejak kemelut kasus korupsi bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin. Pernikahannya dengan Aliya jelas mempunyai pengaruh yang sangat besar baginya, karena tanggung jawab sebagai kepala keluarga pada umumnya menjadikan seorang pria lebih mantap dalam melangkah.
Nah, Yang hebat adalah ayah dan ibundanya, mempersiapkan kedua putranya itu menjadi kader pimpinan dimasa mendatang. Karier Ibas akan berjalan cepat, nama ayahnya Yudhoyono jelas mempunyai pengaruh besar dan daya tarik tersendiri baginya. Selama ini nama Pak SBY dinilai jauh lebih besar dibandingkan nama Partai Demokrat. Ibas mempunyai waktu sekitar 7-8 tahun untuk mempersiapkan diri menjadi pimpinan nasional bangsa, disaat dia nanti berumur sekitar 38-39 tahun, dia akan ikut bersaing melalui partainya dalam pentas politik di Indonesia. Kita akan melihat kiprahnya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Apakah mungkin Ibas menjadi presiden RI? Menurut penulis mungkin, kenapa tidak, kini jalur politik Ibas sudah berada di track yang benar, mertuanya adalah Ketua Umum PAN. Persaingan pada 2019 nanti diperkirakan akan tetap terjadi pada tiga parpol papan atas, Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP. Penulis menggunakan ramalan Jayabaya sebagai referensi, dimana kemungkinan Megawati yang akan menjadi presiden pada 2014 (karena akhiran Ga/Go), baca "Ramalan Intelijen dan Ramalan Jayabaya Presiden 2014," http://ramalanintelijen.net/?p=4315. Penulis kini memperkirakan Ibas (Edhie Baskoro) yang akan menjadi Presiden pada pemilu 2019. Dari ramalan Jayabaya, Notonegoro (No; Soekarno, To; Soeharto, Ne/No; Yudhoyono, Go; Mega/Mego/Megawati dan Ro; Edhie Baskoro).
Nah, kini Ibas, dengan karier politiknya di Partai Besar, persiapan ayahnya yang ahli strategi militer/jenderal cerdas dan pemikir, apakah ramalan Jayabaya akan terbukti? Semuanya hanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang menentukan. Itulah sedikit ulasan dari pernikahan Ibas dan Aliya. Yang jelas dan harus kita sadari, bangsa kita bukan bangsa Barat, tidak bisa kita meniru mereka mentah-mentah. Kalimat Juliet, berbeda dengan falsafah orang Indonesia, terlebih suku Jawa. Nama sangat penting dalam budaya kita. Tetapi tetap saja dalam perjalanan hidup, manusia akan ditentukan oleh ulahnya sendiri. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )