Yadi Al Hasan DPO Terkait Teroris Cirebon Ditangkap
21 October 2011 | 6:38 am | Dilihat : 714
Yadi Supriyadi alias Yadi Al Hasan alias Abu Fatih alias Vijay alias Yadi (30), ditangkap tanpa perlawanan saat mengunjungi ibunya, Siti Rokayah (63) di Gang Supena, RT 02/01, Desa Pasindangan, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam mengatakan Yadi ditangkap Densus 88 Antiteror pada Rabu 19 Oktober 2011 pukul 23.30 WIB.
Yadi masuk jaringan Cirebon, diketahui sebagai pimpinan kelompok Tauhid Wal Jihad. Yadi sebagai Amir atau pimpinan yang menyatakan halal untuk melakukan bom bunuh diri di masjid. Di kelompok Cirebon, Yadi diduga berperan sebagai pelatih perakit bom kepada M Syarief, pelaku bom bunuh diri di Al-Dzikra. "Dia yang menghalalkan Masjid Ad Dzikra boleh dibom," papar Anton. Menurut Anton, kelompok yang dipimpin oleh Yadi ini pernah bergabung dengan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir. Namun, mereka akhirnya keluar dan membentuk kelompok baru.
Kepala Desa Pasindangan, Misnadi (60), yang menyaksikan penangkapan tersebut menyatakan, “Dulu dia sopan dan terbuka, sempat jadi Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Mushala Asy Syuhada di desa ini. Tapi sejak ikut kegiatan pengajian di Panjunan (Kota Cirebon) dia berubah tertutup dan mengenakan jubah. Itu berlangsung dua tahun belakangan,” katanya. Yadi kemudian menikah dengan gadis bercadar dan dikaruniai seorang anak yang usianya kini enam bulan.
Dengan tertangkapnya tiga DPO (Beni Asri, Heru Komarudin dan Yadi Al Hasan) dari kasus bom bunuh diri yang dilakukan Muchamad Syarif, 32, di Masjid Al-Dzikra di kompleks Mapolresta Cirebon Kota, berarti kini tinggal enam DPO yang masih dalam perburuan, yakni Nanang Irawan alias Nang Ndut, Umar alias Bujang, Santoso alias Abu Wardah, Cahya alias Ramzan, Imam Rasyidi alias Imam Sukanto, dan Taufik Bulaga alias Upik Lawanga.
Kepala BNPT Irjen Pol (Pur) Ansyaad Mbai mengidentifikasi ada 15 DPO teroris yang berpotensi melakukan serangan dan teror. ”Antara lain jaringan Cirebon, Solo, Sulawesi Tengah di Ambon, dan Poso. DPO ini sedang dikejar dan dicari.” Menurut Kepala BNPT, keseluruhan buron teroris ini merupakan pemain lama. Di antara mereka ada yang terlibat dalam beberapa aksi pengeboman. Mereka saling terkait, satu jaringan dan satu ideologi, satu strategi, dan tokohnya itu-itu juga.
Penanggulangan terorisme di tanah air harus dilakukan secara bersama-sama, tidak hanya oleh Polri. Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) mendesak segera dibentuknya Pusat Pengendalian Krisis Terorisme. Deputi I BNPT Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Mayjen Agus Surya Bakti, kepada wartawan usai menjadi keynote speaker dalam semiloka penangkalan gerakan radikalisme dan terorisme, di Hotel Pramesthi, Kartosuro, Sukoharjo, Senin (10/10/2011). Menurut Agus, aksi kekerasan yang dilakukan kelompok teroris hingga saat ini terus terjadi.
Tidak ada mengetahui dengan pasti kekuatan dan kemampuan kelompok teror yang selalu mengancam keselamatan bersama. Karena itulah, diperlukan kekuatan bersama untuk menanggulanginya. Perlu segera dibentuk wadah bersama yang permanen untuk menghadapi terorisme. Wadah itu adalah Pusat Pengendalian Krisis Terorisme dimana untuk operasionalnya di koordinasikan oleh BNPT. Yang masuk di dalamnya adalah semua pihak yang terkait dengan penanganan menyeluruh dalam menangkal aksi terorisme.
Memang sulit menangani dan menyelesaikan masalah terorisme di Indonesia selama kegiatan tidak terkordinasi dengan benar. Kelompok teroris kini terpecah menjadi sel-sel kecil yang tersebar, jumlahnya cukup banyak dan beberapa orang mempunyai potensi untuk menyerang dengan membuat bom kecil. Kelompok Cirebon dengan Amir Yadi Supriyadi atai Yadi Al Hasan adalah salah satu kelompok kecil teroris yang berfikiran radikal dan mereka siap mati untuk mengimplementasikan keyakinannya. Itulah tantangan kita bersama yang harus kita selesaikan bersama. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )