Presiden, Imajinasi Publik, Survey dan Reshuffle

19 September 2011 | 7:16 am | Dilihat : 425

Lingkaran Survey Indonesia (LSI), minggu (18/9) merilis hasil survey, dimana hanya 37,7 persen  publik yang puas atas kinerja kabinet SBY-Boediono. Yang menyatakan tidak puas 44,7 persen, tidak menjawab sebesar  17 persen. Kemerosotan diperbandingkan  dari  tiga kali survey yang dilakukan.  Pada Januari 2010, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden SBY  52,3 persen, pada September 2010 turun menjadi 46,5 persen, dan kini September 2011, 37,7 persen.

Survei dilakukan dari tanggal 5 hingga 10 September 2011 dengan metode multistage random sampling terhadap 1.200 responden. Teknis survei bermargin error 2,9 persen ini dilakukan dengan wawancara tatap muka maupun kuisioner. Menurut LSI, faktor kinerja menteri, maupun para menteri bermasalah, menjadi penyebab makin turunnya tingkat kepercayaan publik kepada pemerintahan SBY-Boediono, khususnya setelah heboh kasus korupsi di dua kementerian.

Peneliti LSI, Adjie Alfaraby saat memaparkan hasil survei mengatakan, "Heboh kasus korupsi di Kemenpora dan Kemenakertrans bertolakbelakang dengan keinginan pemerintah yang mendengungkan ingin memimpin sendiri perang terhadap korupsi. Justru korupsi terjadi di rumahnya sendiri, di kementerian pemerintahannya sendiri. Salah satu tokoh partanya sendiri, bahkan yang pernah menjadi juru bicaranya sendiri."

"Memang secara faktual dan fakta hukum, menteri belum terlibat. Namun data dan fakta semakin menunjukkan keterlibatan tokoh partai yang kebetulan satu partai poltik dengan sang menteri di dua kementerian itu. Publik mengembangkan imajinasinya, mengenai jaringan mafia parpol, sang menteri terlibat atau setidaknya tidak berdaya,"tegas Adjie.

Selain isu korupsi sebagai penyebab utama, kemunduran kepercayaan publik juga didorong isu-isu negatif yang berkembang di masyarakat seperti maraknya ledakan tabung gas, remisi koruptor, perlindungan TKI dan kebebasan beragama. Juga kasus dipancungnya TKI Ruyati di Arab Saudi dan soal Ahmadiyah. Selain itu soal hasil kinerja menteri yang dianggap tidak maksimal di Kementerian Pertanian dan Kemenpera. Penyebab lainnya lebih merujuk ke alasan personal yakni skandal perempuan dan masalah kesehatan. Dalam  kasus kondisi kesehatan tercatat Menkes Endang Rahayu dan Menteri BUMN Mustafa Abubakar.

Soal selingkuh dan sudah dibantah, yang menerpa Menhub Freddy Numberi, Menteri ESDM Darwin Saleh, dan Menpera Suharso Monarfa.  Al Farabi menyatakan  "Secara faktual, berita belum tentu benar. Namun selingkuh sang menteri dengan wanita lain dianggap sinyal cacat moral. Publik menilai, istrinya saja ditipu apalagi rakyat Indonesia yang tidak punya hubungan emosional."

Dari fakta-fakta tersebut, kasus korupsi ternyata menempati urutan tertinggi sebagai penyebab merosotnya kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah. Jelas hasil survey ini sangat tidak baik dalam pandangan masyarakat, terutama mereka yang berada di kota. Peneliti LSI  mengatakan bahwa distrubusi rendahnya kepuasan  tidak merata. Di kalangan penduduk kota, tingkat kepuasan di angka 29,6 persen, sementara di desa 43,9 persen. Nampaknya pemilih di kota lebih terinformasi dan memiliki akses terhadap perkembangan politik, hukum dan ekonomi terkini.

Hasil survey, hanyalah sebuah persepsi publik karena hanya 1200 orang diambil samplenya untuk mewakili pendapat lebih dari 200 juta masyarakat Indonesia. Dari pengalaman penulis mengikuti survey sejak pemilu dan pilpres 2004, walaupun hasil survey hanya sebuah persepsi publik, jangan sepelekan penelitian mereka. Dalam beberapa kasus pada 2004 dan 2009, penulis setelah melakukan penelitian hasil dan lembaga survey, ramalan intelijen yang dibuat mencapai 90 persen kebenaran dan akurasi. Dalam kegiatan survey, disadari ataupun tidak, penulis dalam meneliti demikian banyak lembaga survey, hanya empat lembaga yang dapat dikatakan jujur melakukan surveynya.

Nah, dalam kasus kegiatan survey LSI ini, disayangkan tidak ada hasil survey lainnya dari lembaga survey yang berbeda, sehingga akurasi hasil survey ini dapat dipertanyakan oleh mereka yang di survey. Menurut penulis, sebaiknya paling tidak ada empat hasil survey dari lembaga yang berbeda, dan survey mereka lakukan dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, sehingga ada faktor pembanding. Terlepas dari pro dan kontra, LSI kali ini melakukan survey terhadap  Presiden, Wakil Presiden serta sub sistem pemerintah yaitu kementerian terkait.

LSI sebagai lembaga yang cukup terkenal paling tidak akan mempertahankan kredibilitas serta citranya dimata publik. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa hasil surveynya pesanan dan digunakan untuk menyerang sebuah target, pemerintah misalnya, maka masyarakat tidak akan mempercayainya lagi, Itulah resiko beratnya.

Dalam survey kali ini, yang paling berbahaya dan perlu diperhatikan menurut penulis adalah "imaginasi" masyarakat yang kemudian berkembang dan akan bergulung semakin meluas. Kesimpulan akhirnya adalah kepercayaan publik. Mungkin isu atau rumor yang berkembang tidak betul, tetapi di era keterbukaan atau transparansi, betul ataupun tidaknya sebuah informasi, apabila nilainya negatif akan merusak citra dan kredibilitas pejabat bersangkutan. Mereka kemudian  tidak ada harganya lagi dalam pandangan publik.

Bagaimana sebuah pemerintahan akan berjalan dengan baik dan lancar apabila rakyatnya tidak percaya? Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dinilai semakin membahayakan. Dalam kurun waktu delapan bulan pada 2010, kepercayaan turun 5,8 persen, kemudian dalam kurun waktu satu tahun selanjutnya hingga September 2011, kepercayaan turun 8,8 persen. Dimana penyebab merosotnya? Terutama dalam kasus korupsi dan tingkah laku pejabat teras itulah intinya. Memang dari hasil pemerhatian penulis tgerhadap transparancy International sebagai Lembaga yang kredibel dalam penilaian korupsi di dunia, langkah pemberantasan korupsi pada 2009 dan 2010 tidak ada kemajuan. Corruption Perception Index stagnan di angka 2,8.

Siapa yang dirugikan dalam perkembangan informasi ini, jelas presiden, kabinet dan juga rakyat atau kita semua. Presiden sudah mengambil langkah positif, menyetujui menghilangkan remisi bagi koruptor, menyetujui pembersihan partainya.  Jadi apa lagi langkah yang sebaiknya diambil?. Mungkin reshuffle itu jalan keluarnya. Presiden di masa mendatang memang tidak harus mengangkat pejabat teras atau ketua parpol untuk menduduki jabatan setingkat menteri. Bukankah lebih dibutuhkan seorang profesional dalam sisa tiga tahun terakhir? Rakyat akan kembali berada dibelakang pemimpin nasionalnya apabila pemimpinnya bergabung bersama mereka dalam membangun negara ini dalam sisa tiga tahun terakhir. Rakyat sudah jenuh dengan beberapa kasus korupsi yang melibatkan elit parpol.

Jadi, mari kita dukung Presiden apabila akan  melakukan reshuffle kabinetnya. Kita serahkan hak prerogatif kepada beliau. Daniel Sparinga, staf khusus presiden bidang komunikasi politik mengatakan bahwa prioritas reshuffle kabinet adalah akselerasi kinerja dan capaian pemerintah. Bukan karena survei atau mengakomodasi kepentingan parpol meski masalah reshuffle jadi bagian dari kontrak koalisi.

Menurut penulis, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah imaginasi masyarakat yang akan bergerak liar dan semakin berbahaya apabila tidak segera diredam. Hal ini nampaknya akan terjawab dalam waktu dekat ini. Gambaran langkah bijak presiden digambarkan oleh Daniel, "Waktu tiga tahun ke depan sangat singkat dan kritis. Akselerasi jadi faktor kunci. Pertimbangan utama bukan jaga perasaan parpol tetapi menjaga perasaan rakyat." Oleh karena itu bagi mereka yang duduk di eksekutif dan tersambar berita korupsi, ataupun di dalam Kementeriannya tertangkap anak buahnya terlibat korupsi, nampaknya perlu persiapan angkat kopor. Nampaknya presidenpun tidak akan mentoleransi lagi mereka yang tersangkut korupsi, bahkan presiden  nampak jenuh dengan ulah pejabat yang terserempet korupsipun tetapi masih bisa mengumbar senyum dan merasa bersih.

Selain itu  yang perlu disadari, kita semua juga faham bahwa tetap saja ada yang ingin mengacaukan republik ini, intinya meruntuhkan pemerintahan yang ada. Beberapa gaya terorpun sudah mulai mereka gunakan. Semoga kekhawatiran dan kegundahan penulis juga menjadi bagian dari pemikiran para pembaca sekalian. Semoga bermanfaat. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )

 

 

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.