Perkembangan Pemilu dan Pilpres 2014
27 July 2011 | 10:28 am | Dilihat : 1280
Setelah maraknya kemelut di Partai Demokrat dimana Nazaruddin terus melancarkan serangan isu perusakan citra Anas Urbaningrum, kini nama Bu Ani Yudhoyono kembali diangkat dan dimunculkan sebagai capres. Berita yang berupa prediksi itu dilemparkan ke media oleh Dr J Kristiadi, peneliti CSIS pada sebuah acara seminar di kantor Kemenko Polhukkam Selasa (26/7). Pada awalnya Kristiadi menyampaikan bahwa sebagian kepemimpinan sekarang ini sudah kurang efektif, dan menyatakan bahwa menunggu perubahan sampai tahun 2014 adalah alternatif teraman.
Selanjutnya dalam sesi diskusi siapa calon presiden pada 2014, Kristiadi mengatakan "Saya punya tebakan, yang punya peluang sangat besar adalah Ibu Ani Yudhoyono" tegasnya. Alasannya, karena Ibu Ani pintar, ramah dan punya uang banyak. Tetapi pernyataan itu dibantah anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok, dia mengatakan bahwa potensi Ny Ani sangat kecil, bahkan dibilang tidak ada sama sekali. "Saya tidak melihat peluang itu, sebab, beliau sendiri tidak minat untuk maju," katanya. Dalam hal ini penulis berpendapat, kemungkinan Ibu Ani akan maju memang kecil, karena penulis mengenal beliau, bahwa jalan hidupnya adalah mendampingi suaminya, bukan ber solo karier, terlebih di bidang politik yang sudah dirasakan pahit getir, dipenuhi dengan intrik yang menyesakkan nafas.
Guru Besar Ilmu psikologi UIN menyatakan tidak ada tokoh yang pantas untuk maju di 2014, nama-nama yang muncul itu jadul (jaman dahulu). Sementara Ahmad Mubarok meyakini bahwa di 2014 pasti muncul nama baru dan benar-benar fresh, orang ini bisa saja munculnya di akhir, menjelang pilpres digelar.
Menurut penelitian penulis sejak pemilu 2004, seorang calon presiden mau dan tidak mau harus sudah terkenal dan dikenal konstituen yang demikian tersebar di wilayah tanah air. Kuncinya memang ada di pulau Jawa, dimana mayoritas pemilih berada. Oleh karena itu rasanya tidak mungkin kemunculan seseorang akan langsung dipilih konstituen. Si calon harus memenuhi sebuah syarat yaitu menjadi patron dahulu apabila akan dilirik, karena budaya paternalistik masih sangat kental dinegara ini.
Baru setelah mendekati pilpres sekitar satu tahun, dia harus terus dijual, diberitakan secara positif di media massa. Disesuaikan strateginya dengan perkembangan situasi dan kondisi, agar capres bersangkutan dikenal kelebihannya, baik kredibilitas, kapabilitas dan integritasnya. Yang terpenting, si calon tidak mempunyai cacat dimata masyarakat. Perlu diingat, masyarakat kita mudah sekali terpengaruh dan mudah menghakimi tanpa pikir panjang lebar. Nah, panggung akan semakin berat nampaknya.
Tetapi didalam pemikiran penulis, dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada calon yang lain, hingga saat ini kalau Ibu Mega maju sebagai capres, belum ada yang mampu menandinginya. Tugas berat DPP PDIP adalah memperebutkan konstituen Partai Demokrat yang menurut survei LSI beberapa waktu lalu ada yang membelot ke Golkar. Partai Golkar memang sedang berusaha keras dan dengan teorinya yang akan meraup 40 juta suara pada 2014. Pertanyaannya, bisakah? Mungkin bisa, mengingat demikian banyak pengurus yang sudah matang politik disana, kekuatan Golkar ditunjang dengan jumlah pengurus yang berjumlah satu juta orang.
Yang penting bagi Golkar adalah bagaimana membersihkan dan mengharumkan nama Ketua Partainya, Aburizal Bakrie, dimana menurut berita yang beredar, masalah Lapindo akan segera diselesaikan. Apabila Bang Ical yang katanya akan memainkan jejaring sosial itu dalam sisa waktu tiga tahun, dan terus menunjukkan perhatiannya dengan serius ke masyarakat bawah, berbuat yang terbaik dengan kejujuran, maka dialah nampaknya yang akan menjadi kompetitor Ibu Mega.
Yang rawan, Ical mudah diserang black campaign, namanya yang pernah terharubiru, yang menurut penulis kini masih berada pada posisi antara kuning dan merah, harus segera diusahakan membaik kearah kuning hijau. Paling tidak antara hijau kuning. Counter rumors, itulah yang dia butuhkan. Para politisi perlu waspada, banyak orang pandai di Indonesia, sebagai contoh, kapal besar Demokrat hingga kini tetap oleng, masih saling curiga, tidak percaya satu sama lain. Kompartmentasi otomatis terjadi baik dikalangan DPP dan kemudian akan bisa merembet ke DPD dan DPC.
Demokrat telah dihantam ilmu intelijen penggalangan (PUS Propaganda), hanya oleh seorang agen kecil yang dimainkan, bernama Nazaruddin. Kekuatan bangsa ini yang akan memberantas korupsi justru menjadi senjata ampuh untuk menyerang balik, dengan korupsi sebagai topik dan sasaran utama. Oleh karena itu dengan perkembangan yang terjadi saat ini, kelihatannya pertarungan capres akan dinilai konstituen dalam soal kejujuran. Karena itu yang paling beruntung adalah partai oposisi yang kini agak jauh dari APBN. Bagaimana nanti kalau para jawara-jawara pada turun gunung? Prayitno Ramelan. ( http://ramalanintelijen.net )
Ilustrasi gambar : elsaelsi.wordpress.com