Di Indonesia Terorisme Memanfaatkan Agama
16 July 2011 | 7:30 am | Dilihat : 1280
Walaupun Densus dan BNPT terus melancarkan pengejaran kegiatan kelompok teroris di Indonesia, ternyata bak virus, kelompok radikal yang berlatar belakang mengatas namakan agama terus berkembang. Banyak yang tidak suka dan jelas umat Islam tidak sepakat apabila terorisme dikaitkan dengan pesantren sebagai tempat pencetakan santri. Dimana kesalahannya, kenapa mereka mengkait terus dengan Islam?
Menteri Agama Suryadharma Ali saat berbicara di hadapan peserta Kongres ke-16 Muslimat NU di Asrama Haji Bandar Lampung, Jumat (15/7) menyatakan, maraknya ajaran sesat berlabel Islam di Indonesia akibat dakwah Islam yang benar belum dilakukan secara merata. Dikatakannya, saat ini kebutuhan terhadap dakwah Islam cukup tinggi, sementara dakwah Islam yang benar masih kurang, sehingga ketika masuk kelompok menyimpang yang mengatasnamakan Islam pun mendapat sambutan baik dari sebagian masyarakat. "Karena yang benar tidak ada, yang salah pun akhirnya diterima," kata Suryadharma.
Sebuah berita mengejutkan tersiar saat terjadi ledakan bom di Ponpes Umar bin Khatab di Desa Sila, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, NTB, Senin (11/7) sekitar pukul 15.30 Wita yang menewaskan pengajar atau bendahara ponpes tersebut, Firdaus. Setelah ledakan, sejumlah warga masyarakat setempat dan penghuni Ponpes Umar bin Khattab melarang polisi memasuki lokasi kejadian. Akhirnya, polisi melakukan tindakan represif untuk masuk ke lokasi kejadian dan menyelidiki peristiwa ledakan tersebut. Warga dan santri yang menjaga ponpes melarikan diri.
Kepolisian akhirnya berhasil menangkap Ustadz Abrori, pimpinan Pondok Pesantren Umar Bin Khattab yang berlokasi di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Jumat (15/7/2011). Abrori ditangkap di rumah orangtuanya di Desa Khananga, Kecamatan Bolo, NTB, sekitar pukul 12.30 WITA. Brigjen (Pol) Untung Yoga Ana melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat menjelaskan, Abrori diduga terlibat kasus meledaknya bom rakitan di dalam ponpes yang menewaskan Suryanto Abdullah alias Adnan Firdaus, pengurus ponpes.
"Dia juga diduga terlibat penusukan anggota Polsek Bolo," kata Yoga. Seperti diketahui, Brigadir Polisi Rokhmat Saefudin tewas ketika piket di Polsek Bolo. Polda NTB telah menahan Sa'ban Abdurrahman (18), santri Ponpes Umar Bin Khattab. Menurut Polri, Sa'ban mengaku diperintah Tuhan karena polisi menjalankan undang-undang yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Kemudian, berdasarkan penyisiran dan olah tempat kejadian perkara di ponpes tersebut , polisi menemukan barang bukti berupa sembilan bom molotov, beberapa senjata tajam, puluhan ketapel dan anak panah, buku tentang jihad dan VCD tentang deklarasi Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) di Bekasi, Jawa Barat.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Boy Rafli di Jakarta, Sabtu (16/7/2011) menyatakan sejumlah indikasi menunjukkan adanya hubungan Ustadz Abrori dengan kelompok garis keras itu, terlihat dari kasus tindak pidana teror, yang didalangi salah seorang dari dari Ponpes itu, yang bernama Utbah. Pria tersebut, dinyatakan turut mendukung pendanaan kamp militer di Aceh pada 2010 lalu.
Sebelumnya Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri sejak tanggal 4 hingga 7 Juli 2011 telah menangkap sebelas pelaku yang diduga teroris. "Penangkapan pelaku yang diduga teroris di wilayah Jawa Timur (Jatim), Jakarta dan Jawa Barat (Jabar)," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam di Jakarta.
Pada Senin (4/7) di Jatim pelaku yang ditangkap adalah Achmad Izzmi alias Adam alias Boy, Iwan Kurniawan alias Abdan Syakuro, katanya. Di Jabar, ditangkap Muhammad Ichwan alias Zulfikar,di Jakarta Wandoyo alias Fajaruddin Yunus dan Asmuni alias Munir. Pada Selasa (5/7) ditangkap di Jakarta Muhammad Irsyad alias Icat, Ali Muhammad Akbar alias Arif dan Taufik Hidayat alias Ismail alias Abu Wildan. Rabu (6/7) pelaku ditangkap di Jakarta Mansur Samin. Kamis (7/7) di wilayah Jakarta berhasil ditangkap adalah Priyatmo alias Mamo alias Amar dan Suparmin alias Parmin.
"Dari hasil penggeledahan dari para pelaku, polisi menemukan beberapa barang bukti yakni tiga pucuk senjata api laras panjang, enam pucuk senjata api laras pendek, 14 magazen dan 272 amunisi serta beberapa peralatan lainnya," kata Anton. Senjata api tersebut diduga berasal dari Philipina yang diseludupkan melalui Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Timur (Kaltim), katanya. "Pelaku yang diduga teroris ini memiliki sasaran membunuh anggota polisi," kata Anton.
Dari fakta-fakta tersebut, terlihat bahwa yang kini makin berkembang dan dikenal adalah kelompok Jamaah Ansharut Tauhid, dimana Ustadz Abubakar Ba'asyir sebagai Amirnya. JAT kini sudah semakin menggantikan peran dari Jamaah Islamiyah yang namanya terkenal hingga diseantero dunia diantara tahun 2002-2009. Para anggotanya rupanya terindoktrinasi, dan merasa sakit hati kepada pihak Polri khususnya sejak penangkapan Ustadz Abu serta pengejaran dan penangkapan anggota JAT.
Bom yang meledak di Ponpes Umar bin Khattab termasuk bom kecil, termasuk yang lainnya juga hanya kelas bom molotov, berbeda pada saat JI melakukan serangan spektakuler baik di Bali maupun di Jakarta pada masa lalu. Mereka yang diduga teroris sangat turun kemampuan dalam melakukan serangan bom, mungkin ahli bomnya sudah berkurang, dananya kurang, terbukti pembuatan bom di ponpes telah meledak. Serangan nampaknya akan terus bersifat sektoral dengan target Polisi. Yang sangat perlu diwaspadai kini adalah kemampuan penyerang lainnya yang tetap berhasil menyelundupkan senjata api dari luar negeri, Philipina khususnya. Bahkan beberapa telah dilengkapi dengan peredam. Ini bahaya baru bagi anggota polisi, karena rupanya mereka akan menyerang dengan pola sniper atau senjata runduk.
Demikian sedikit ulasan perkembangan terorisme di Indonesia, penekanan Menteri Agama tentang persoalan dakwah merupakan sebagian jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan terorisme di tanah air. Terorisme di Indonesia telah memanfaatkan Agama, kelihatannya begitu. Tanpa keterlibatan semua pihak, baik keluarga, tokoh masyarakat dan ulama maka terorisme akan tetap seperti virus, tidak nampak, tetapi tetap ada dan berkembang.
Menyelesaikan terorisme adalah bagaimana kita semua menata hati kita, membenahi hati warga, menyadarkan bahwa ada warga negara kita, saudara kita yang terkontaminasi ajaran sesat serta pengggelinciran pengertian jihad, mati syahid dan syariat Islam. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )