Ariel, Luna Dan Cut Tari Dalam Penilaian Ilmu Intelijen
10 July 2010 | 12:45 am | Dilihat : 435
Nama Cut Tari, Luna Maya dan Ariel nampaknya kini menjadi demikian populer di dalam dan luar negeri Indonesia. Persaingan ketiganya hanya dapat diimbangi oleh aktor atau aktris Gurita Paul sang peramal bola. Mari kita lihat ukuran sederhana popularitas mereka. Karena kita penggemar di dunia maya, maka untuk ukurannya kita pakai Google. Hasil pencarian di Google apabila kita ketik nama Cut Tari, maka akan muncul sekitar 1.200.000 hasil, Luna Maya 4.780.000 hasil, Paul Gurita (bahasa Indonesia) 276.000 hasil, kalau bahasa Inggris, Paul Octopus 27.500.000.
Nah rekor pemenangnya adalah Ariel dengan 51.700.000 hasil. Jadi memang dari keempat tokoh yang berbeda tadi, Ariel adalah tokoh besar yang di "gilai" banyak netters. Tidak main-main memang Ariel mempunyai nama besar sebagai seniman muda yang terkenal.
Dalam satu hari terakhir, Cut Tari dan Luna Maya telah muncul dan membuat pernyataan permintaan maaf kepada masyarakat serta para pejabat. Terlihat bahwa Cut Tari demikian sedih, terpukul dan menanggung rasa malu yang demikian berat. Demikian juga dengan Luna Maya, walau nampak sedih, Luna terlihat lebih tegar. Sementara Ariel yang kini berada dalam tahanan nampak tetap ceria, bersama anggota tahanan lainnya bahkan sempat berpotret bersama dan melambai dari jendela.
Nah, ada apa sebetulnya yang terjadi. Kenapa bangsa kita "geger," ribut, semua menyampaikan pendapat. Bahkan kalangan istanapun ikut merasa prihatin dengan kasus video porno trio tersebut. Yang menjadi masalah utama karena kita semua terkejut dengan video porno yang menyebar di internet, di hand phone dan bahkan diberitakan diluar negeri. Masyarakat mulai menyampaikan pendapatnya, membentuk opini, para ahli hukum juga berteori menangani kasus tersebut.
Jadi, kasus tersebut menyentuh hal yang tabu dikalangan masyarakat yaitu penayangan hubungan intim yang di rekam dan tersebar luas di dunia maya. Hal tersebut dinilai sebagai tindakan tak bermoral. Disinilah kita masuk dalam menilai seberapa besar bahaya kasus amoral terhadap bangsa Indonesia dari pandangan ilmu intelijen. Penulis tidak membahas masalah hukum dalam topik bahasan. Substansi dalam kasus adalah persoalan moral yang dilanggar dengan beredarnya video tersebut. Mari kita bahas sedikit soal moral itu.
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral' yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika', maka secara etimologis, kata 'etika' sama dengan kata ‘moral' karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata 'moral' sama dengan kata ‘etika', maka rumusan arti kata ‘moral' adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.(Pakde Sofa). Jadi ukuran moral bagi bangsa Indonesia diukur dari norma, nilai dan budaya yang berlaku pada masyarakat dengan adat ketimuran.
Bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik. Bila kita mengatakan hubungan seks Ariel, Luna dan Cut Tari yang diedarkan dikatakan tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
Mari kita lihat dari sisi intelijen. Sebagaimana sering penulis sampaikan, intelijen melakukan tiga fungsi yaitu pengamanan, penyelidikan dan penggalangan. Pengamanan disini menyangkut pengamanan personil, materiil, informasi dan kegiatan. Karena pembahasan menyangkut video porno yang menyentuh pengamanan personil dan informasi di dunia maya, kita fokuskan pembahasan pada dua bidang itu saja. Dalam mengamankan bangsa dan negara, intelijen harus melakukan tindakan pengamanan personil, artinya melakukan tindakan pengamanan warga negara terhadap kemungkinan perusakan secara sistematis baik mental, moral, loyalitas, etika, norma, ketaatan beragama dan lainnya.
Sisi pengamanan informasi yang sangat penting diperhatikan adalah sudah demikian populernya penggunaan internet. Pengguna internet sudah mencapai 30 juta lebih pengguna, terdapat kerawanan yang erat kaitannya antara mental dan kecepatan kemajuan teknologi internet. Dunia menjadi tanpa batas. Sebagai contoh, beberapa tokoh teroris melakukan rekrut kader teroris juga menggunakan internet. Demikian juga komunikasi serta psychological warfare mereka lakukan dengan sarana internet. Walaupun UU sudah mengatur mengenai masalah pornografi dan ITE, pengawasan dan penegakan peraturan masih menunjukkan beberapa kelemahan yang masih dapat dimanfaatkan oleh mereka yang beriktikad tidak baik. Masalah tersebut yang perlu segera diperbaiki.
Dari sisi penyelidikan (intelijen), maka dari indikasi, lebih ideal penilaian sebelum munculnya indikasi, dilakukan penyelidikan kemungkinan serangan conditioning (penggalangan) terhadap bangsa kita oleh mereka yang disebut musuh atau calon musuh. Setiap kasus adu domba, kerusuhan, pengacauan dan tindak terorisme serta urusan moral perlu diteliti lebih dalam. Ataukah mungkin, justru kita sendiri yang tanpa sadar telah tergelincir dalam sebuah jurang kesalahan?. Menarik yang dikatakan oleh Mustafa Abubakar,Setneg, Krisis multidimensi yang berkepanjangan membawa dampak perubahan tantanan kehidupan sosial bangsa Indonesia, mengakibatkan perubahan perilaku, moral, dan etika masyarakat.
Euforia reformasi yang berkepanjangan, cenderung menjadi liar, tanpa memperhatikan norma dan etika dalam kehidupan bermasyarakat. Arah reformasi telah berbelok, tidak lagi sesuai dengan tujuan semula, sebagaimana slogan awal reformasi yaitu kebebasan, demokratisasi, hak azasi manusia serta supremasi hukum, bahkan telah menampilkan potret kelabu.
Transformasi dan reformasi secara menyeluruh di segala bidang telah membawa perubahan pola hidup masyarakat Indonesia, yang dituntut untuk mampu beradaptasi dalam menerima perubahan yang sangat cepat, namun tetap berpegang teguh pada norma atau kaidah-kadiah tertentu yang diyakini tepat untuk dijadikan sebagai falsafah pandangan hidup, pedoman bersikap, bertingkah laku, dan berbuat. (Setneg.Go.Id)
Jadi, sebetulnya kasus video porno hanyalah merupakan sebuah implementasi dari sebuah kondisi penerapan pemikiran kebebasan berfikir, kebebasan bertindak dan memutuskan, karena memang kebebasan itu yang ada dibenak masyarakat kita kini. Kita lihat, bom bunuh diri terjadi diawal reformasi, sejak tahun 2002 di Bali, kebebasan melakukan demonstrasi semakin lama semakin ganas dan berbahaya sejak reformasi. Keributan demi keributan terjadi disekitar kita, pembakaran ban telah meningkat menjadi pembakaran mobil dan gedung. Perang antar kampung, perang antara Satpol PP dengan pedagang, keributan yang berakhir dengan kekerasan antara pendukung dalam Pemilukada semakin mengkhawatirkan.
Jadi, sebetulnya kita perlu waspada, apakah kita bukan justru sedang digiring agar hancur berkeping-keping? Masyarakat semakin ganas, senang berkelahi, pers semakin bebas memberitakan tanpa peduli, membentuk opini, teroris semakin beregenerasi, dan kini kita diserang pemberitaan yang menyangkut moral yang buruk. Siapa yang diserang? Tidak hanya pemerintah yang pada akhirnya dinilai tidak mampu dan diberitakan buruk dalam kepemimpinan. Bangsa ini sedang diarahkan untuk terus turun, baik yang menyangkut persatuan, disiplin, setia, dan bela negara. Tujuan akhirnya diperkirakan agar terjadi disintegrasi.
Oleh karena itu, rasanya sangat perlu para pemimpin, kembali memikirkan apakah memang demikian kondisi yang berlaku. Jadi, sebetulnya kasus Ariel, Luna dan Cut Tari hanyalah bagian dari sebuah kumpulan gunung es yang mana kapal Indonesia telah agak 'sobek' menabraknya. Sementara gunung besar yang jauh lebih berbahaya tidak nampak karena berada dibawah permukaan itu. Akankah kita tenggelam, jangan...marilah kita berusaha, sebelum bangsa Indonesia mendapat julukan spektakuler "Ganas, suka berkelahi dan tidak bermoral." Maka, founding fathers Indonesia akan menangis di akherat sana.
PRAYITNO RAMELAN. Yang khawatir.
Ilustrasi: liputanartis.com
Sumber: http://hankam.kompasiana.com/2010/07/10/ariel-luna-dan-cut-tari-dalam-penilaian-ilmu-intelijen/ (Dibaca: 1842 kali)