Perubahan Pola Serangan dan Aliran Dana Teroris

27 June 2010 | 7:46 am | Dilihat : 331

Sabtu pagi penulis bersama pengamat intelijen Wawan H. Purwanto menghadiri undangan TV One dalam acara talk show Apa Kabar Indonesia akhir pekan. Diskusi tetap fokus dengan penangkapan salah satu tokoh teroris yang berbahaya, Abdullah Sonata beserta beberapa komplotannya di Klaten tanggal 23-24 Juni 2010. Penulis menjelaskan siapa Abdullah Sonata yang masih muda , mempunyai jiwa kepemimpinan cukup tinggi, disegani dan mempunyai kemampuan berkomunikasi termasuk ke jaringan teroris di  luar negeri.

Penulis menyampaikan bahwa pola serangan teroris akan bergeser, dari serangan bom menjadi upaya pembunuhan bersenjata dan penculikan. Yang perlu diwaspadai adalah bersatunya Abdullah Sonata dengan Heri Sighu alias Aki Soghir yang ahli membuat rangkaian bom. Penulis memperkirakan bahwa mereka akan menyerang dengan melakukan kombinasi yaitu meledakkan bom dengan daya ledak tidak terlalu besar, kemudian memanfaatkan kekacauan dengan melakukan serangan terpilih dengan senjata khusus (sniper).

Selain itu penulis menyampaikan bahwa program yang sedang disusun oleh kantor Kemenkopolhukam tentang deradikalisasi perlu dipercepat pelaksanaannya. Melihat bahwa sel terorisme di Indonesia bukan surut tetapi terus mengembang dan memecah diri, fokus pemerintah bukan hanya menetralisir mantan tahanan teroris pasca hukuman saja. Yang jauh lebih penting, pemerintah juga  sebaiknya juga menetralisir pengaruh negatif  ideologi terorisme yang selalu disusupkan kehati masyarakat,  keyakinan yang dikemas berupa  fanatisme sempit. Jadi itulah substansi pesan pandangan serta pesan yang disampaikan oleh penulis.

Pengamat intelijen Wawan H.Purwanto saat talk show memperlihatkan empat buah buku baru yang ditulisnya dengan penelitian yang detail. Salah satu buku yang sangat menarik perhatian penulis yang berjudul "Memburu Dana Teroris." Dalam penjelasannya Mas Wawan menyatakan bahwa kegiatan teror sangat membutuhkan dukungan dana yang cukup besar dalam melaksanakan aksinya. Tanpa dana, mereka jelas tidak akan berdaya.  Penulis sepakat, memang mereka butuh dana untuk untuk mobilitas, penyiapan infrastruktur, sarana, pembelian bahan pembuat bom, membeli senjata, menyewa rumah, biaya kehidupan dan lain-lain.

Setelah membaca buku menarik tersebut, penulis mencuplik bebrapa informasi penting untuk kita ketahui bersama. Teroris butuh dana besar, banyak pihak yang berupaya memotong aliran dana tersebut. Tetapi mereka bukan orang bodoh, dan bermanuver jika transfer rekening tidak aman, misalnya melakukan pengiriman dengan kurir. Misalnya dana untuk bom Mariott-1 dikirim oleh Hambali melalui Lili dan Johan kepada Noordin M Top. Selain itu mereka melakukan perampokan. Saat itu Kapolri Sutanto menyatakan, persediaan dana jaringan Noordin M Top makin menipis, sehingga jenis bom yang mampu dibuat oleh Dr.Azhari hanya bom ukuran kecil. Terbukti Bom Bali-2 ledakannya tidak terlalu besar.

Pada saat sebelum Bom Bali-1, jaringan ini diketahui menerima limpahan dana USD 30.000. plus 200.000 Bath Thailand. Dana dari Hambali di Malaysia yang diserahkan lewat Wan Win Mat. Dana dikirimkan oleh bendahara Jamaah Islamiyah, Fadil kepada Mukhlas di Johor Malaysia. Bahan pembuat bom dibeli di Surabaya dan kemudian dikirim ke Bali. Dengan uang sebesar itu, mereka mampu membuat bom yang meluluh lantakkan Sari Club dan menewaskan 202 orang. Dalam kasus bom JW Marriot-1, teroris menerima aliran dana dari Hambali sebesar USD 50.000, yang diselundupkan melalui perbatasan Malaysia-Riau.

Dana-dana tersebut berasal dari Khali Syah Muhammad penghubung Osama bin Laden di Pakistan. Gun Gun Gunawan (adik Hambali) membantu mencairkan dana tersebut. Gun Gun di vonis empat tahun penjara pada Okrober 2004. Setelah Hambali tertangkap, suplai dana tidak lancar, jaringan Noordin merapat ke aktivis NII, Rois, Heri Golun. Mereka merampok toko emas di Serang. Menurut Wawan, Kabin saat itu (Syamsir Siregar) menenggarai jumlah aliran dana teroris berkisar Rp. 750 juta perbulan.  Imam Samudra saat itu terbukti melakukan penggalangan dana melalui internet.

Tiga anggota teroris M Yusuf Faiz, Nasir dan Deddi Resdiana yang ditangkap pada 12 Desember 2004 saat hendak mengikuti latihan di Mindanao ternyata membawa uang sebesar USD 21 ribu. Mereka mengaku kurir Abdullah Sonata, yang akan menyerahkan uang tersebut kepada Dulmatin pelaku Bom Bali-1 untuk membeli senjata. Menurut Faiz, dia diperkenalkan Sonata kepada seseorang Arab Saudi disebuah restoran di Jakarta Pusat yang menyerahkan sejumlah uang Real dan kemudian ditukarkan dalam bentuk US dollar. Sonata yang tertangkap akhir Juli 2004 mengaku mendapat sumbangan dari sejumlah donatur untuk bantuan kemanusiaan di Ambon dan mengaku sebagai kasir.

Polisi berhasil membongkar jaringan, dimana Noordin dan Dr.Azhari bersembunyi dan membuat bom Kedubes Australia Jakarta. Diketahui bahwa untuk biaya operasional sehari-hari dana berasal dari infak anggota, atau sumbangan perusahaan-perusahaan yang mendukung mereka. Setelah sebagian besar pengurus Kompak ditangkap, menurut Kapolri mereka mencari dana dengan menjual voucher telepon. Setoran berkisar Rr 5 juta setiap harinya. Tokoh teroris Abu Dujana alumnus sekolah militer di Afghanistan yang juga tertangkap mengaku pernah mengirim uang ke Filipina dari sebuah bank untuk biaya pelatihan militer di Mindanao. Abu Dujana menerima uang hasil rampokan Rp 400 juta di Poso dari Hasanuddin (terpidana 20 tahun kasus mutilasi di Poso). Abu Dujana menyimpan bahan peledak dan senjata api di Yogya, Solo, Surabaya dan Poso. Dia juga mengirim orang terdekatnya ke Poso untuk merekrut orang lokal dalam aksi teror, mengirim bahan peledak ke Poso, memerintahkan pembuatan bom di Poso.

Itulah sebagian informasi tentang aliran dana teroris di Indonesia yang disampaikan oleh teman penulis Wawan H.Purwanto sebagai pakar intelijen. Dengan demikian, maka aparat yang mempunyai tanggung jawab pengawasan aliran dana dan transaksi seperti PPATK, memang sebaiknya lebih serius mengawasi kemungkinan aliran dana mencurigakan. Peran Bank jelas sangat besar disini, pemerintah harus berani memberikan sanksi kepada bank yang tidak teliti hingga meloloskan pendanaan  untuk kegiatan terorisme. Memang tugas nampaknya sulit, tetapi selama kemauan dan keseriusan menjadi keutamaan, rasanya kita dengan bergandeng tangan akan mampu memotong aliran dana tersebut.

Demikian sedikit gambaran serta manfaat talk show yang diikuti oleh penulis beserta pengamat intelijen Wawan H.Purwanto di TV One. Semoga apa yang disampaikan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara ini dalam menapak lebih yakin, menyongsong Indonesia yang lebih baik, lebih maju dan lebih sejahtera. Tidak ada yang tidak bisa untuk mencapai masyarakat adil makmur. Yang penting kita semua yakin dan ingin memperbaiki diri dan tetap bersemangat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi kita semua. Amin.

PRAYITNO RAMELAN, Yang bersyukur menjadi salah satu narasumber di TV One.

Sumber: http://hankam.kompasiana.com/2010/06/27/perubahan-pola-dan-aliran-dana-teroris/ (Dibaca: 609 kali)

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.