Intelijen Jawa Diadopsi Amerika

14 May 2010 | 8:06 am | Dilihat : 499

Dari kecil hingga lulus SMA penulis dibesarkan di kawasan Kemayoran, wilayah dengan komunitas Betawi yang demikian kental. Dalam pergaulan sehari-hari terdapat istilah,"sekali sabet, dua nyawa." Itu adalah istilah Anak Betawi yang relevan bila diasosiasikan dengan prestasi Aburizal Bakrie (Ical)  pada saat ini. Dinilai mampu  menggeser Sri Mulyani (SMI) dan berhasil menduduki jabatan sebagai Ketua Harian Sekber Parpol Koalisasi. Jadi, sangat pantaslah bila Ical dipersepsikan sebagai ahli strategi yang menerapkan kredo pasukan khusus Amerika, Mess With The Best, Die Like The Rest. Kalau boleh dikatakan, artikel ini  merupakan sambungan dari tulisan terdahulu  yang berjudul "Antara Ical dan US Marine Corps."

Suka tidak suka, relevan atau tidak relevan,  jabatan Ketua Harian Sekber Parpol Koalisi adalah sebuah jabatan yang demikian bergengsi. Pada bulan Mei 1998, menjelang kerusuhan yang berujung pada lengsernya Pak Harto, BJ Habibie yang Wakil Presiden, saat itu juga menduduki jabatan sejenis, sebagai Ketua Harian Partai Golkar. Jabatan semacam ketua harian ini adalah jabatan strategis, jadi bila pandai, seseorang bisa menggunakan jabatan tersebut untuk mengatur ritme dan menjadi "play maker" disebuah roda organisasi atau pemerintahan. Dan Ical, tidak diragukan lagi, dia menyandang dua brevet sekaligus, pengusaha yang sangat  kaya dan juga mumpuni .

Yang sekarang ramai menjadi pembicaraan diwarung-warung kopi, muncul pertanyaan, apakah langkah Ical selanjutnya?. Setelah menggunakan SMI sebagai batu loncatan, akankah ia menggoyang RI 2. Atau bila tidak menggoyang RI 2, akankah ia menjadi dalang dibelakang berbagai keputusan strategis pemerintah atau semacam RI 1,5?. Sangat menarik untuk dibahas bukan?. Menurut kabar burung yang beredar, Ical tidak mau jadi RI 1, karena banyak kendalanya. Dari pada "ribet" dan menuai banyak masalah, dia cukup puas bila menjadi "Guru Bangsa Aktif" yaitu orang yang tidak berada dalam struktur resmi, namun aktif mengatur gerakan para pemimpin formal. Intelijen menyebutnya "key informal individual." Hebat bukan?

Kalau Ical sukses, lalu bagaimana SBY? Banyak pendapat yang mengatakan SBY sudah kalah set atau terdikte, sehingga mau mengakomodasi tekanan-tekan parpol koalisi, khususnya Golkar demi menjaga utuhnya pemerintahan sampai 2014. Untuk fakta dan kebenaran dibalik semua kasus ini, hanya Allah SWT yang tahu dengan tepat. Namun, penulis mencoba menganalisa dari sudut pandang intelijen jawa.

Orang jawa yang memahami, menghayati dan melakoni budaya jawa asli sangat sulit diterka dan manuver-nya halus tetapi lebih licin dan ganas ketimbang king cobra.  Karakter ini nampaknya begitu dikagumi oleh founding fathers dinas intelijen Amerika pada awal abad 19, sehingga kemudian diterapkan dalam bentuk konsep, strategi dan operasi di lapangan. Pola ini, oleh orang awam dikenal sebagai "Intelijen Terbuka". Sementara, pada sat itu pesaing dan musuh utamanya Rusia sangat bertolak belakang dalam penerapan kebijakan, dan tetap melakukan pola "Intelijen tertutup". Apakah ada perbedaan prinsip antara keduanya? Jelas sekali terdapat perbedaan prinsip.

Melalui berbagai film, artikel dan berita-berita di media masa global, kita semua faham bahwa Amerika memiliki banyak sekali biro-biro keamanan yang memiliki unsur-unsur intelijen didalam struktur organisasinya dan seakan-akan sangat terbuka, seperti CIA, FBI, NSA, DEA, NCIS, DIA, US Secret Service dan lain sebagainya. Dan semua masyarakat dunia disuguhi berbagai kegiatan dan modus operasional mereka. Dengan system demokrasinya, walau tertutup, giat intelijen terus diberitakan sehingga ibarat pisang yang sudah terkupas kulit, semua isinya menjadi jelas. Banyak operasi intelijen yang kemudian boleh dibuka untuk umum setelah sekian tahun. Kegagalan intelijen dalam pendudukan Irak, yang disesali oleh Presiden George Bush adalah salah stu contoh keterbukaan tersebut. Tak ada lagi rahasia!

Sebaliknya Rusia, informasi yang beredar tentang KGB dan GRU dan badan intelijen lainnya sangatlah minim diberitakan. Semua informasi, baik platform, konsep, struktur, pejabat apalagi modus gerakan terkunci rapat, serba rahasia, penuh dengan misteri. Orang awam akan berpikir: "Wah, intelijen Amerika kok telanjang bulat! Bukankah intelijen harus tertutup seperti pola Rusia ?."

Namun jangan salah sangka, banyak yang tergelincir dengan penilaian terhadap pola tersebut. Mari kita lihat hasilnya. Intelijen dimainkan dan dipergunakan untuk mencapai sebuah tujuan. Jadi, yang harus dilihat dan dijadikan parameter keberhasilan adalah hasil akhirnya, bukan prosesnya.

Dari rekam sejarah sejak perang dunia kesatu sampai bulan Mei 2010, negerinya Paman Sam, semakin bertambah jaya. Bila USA krisis, dunia krisis, bila mereka maju, IHSG di Gedung BEJ juga ikutan maju. Sebaliknya, kejayaan Rusia atau yang dulu dikenal sebagai Uni Soviet, kini  tinggal riwayat. Tak terpikir negara super power seperti konfederasi Rusia bisa bubar, remuk  berkeping-keping.

Kenapa ini bisa terjadi? Jawabannya cukup sederhana. USA melakoni pemahaman kultur jawa didalam nafas spiritual intelijen mereka. Ciri khas lelaki jawa asli, perilaku-nya santun, selalu senyum, manggut2, sangat terbuka dan ramah. Mereka ahli mesu raga, sering tirakat, bajunya sederhana, lurik tangan panjang, prinsipnya alon-alon asal kelakon. Namun, hati-hati dengan priyayi Jawa model begini. Dipunggung belakang (tak terlihat dari arah depan), terselip keris Kyai Sangkelat, sang ageman ratu, yang sifat kandel-nya sudah luluh kedalam lelaki tersebut. Dan, seperti yang kita ketahui pusaka ini mempunyai daya lumat bagai senjata pemusnah masal (weapon of massive destruction).

Nah, sebaliknya Rusia,  ibarat Satpol PP, tertutup, menyeramkan, lengkap dengan segala alutsista, dari helm, seragam, borgol, kopel rim, sepatu bot, pentungan, tameng, baju anti huru hara, dan lain-lainnya, tapi....ujung operasinya, mereka babak belur dihajar massa, yang notabene cuma bersandal jepit, sarungan dengan senjata seadanya, batu dan kayu.

Jadi, kembali ke pertanyaan di warung kopi tadi. Dalam konteks permainan catur, apakah SBY kalah set dari Ical sebagaimana diperkirakan banyak pengamat? Dari kaca mata pemahaman intelijen jawa, penulis percaya bahwa SBY sekalipun saat ini secara terbuka terlihat seperti seseorang yang mengalah, justru penulis berpikir lain.

SBY adalah seseorang dengan ciri khas lelaki jawa asli yang kalem, hati-hati, agak lamban, terlihat lemah, terbuka, tetapi orientasinya terfokus pada hasil akhir. Karena itu, jangan ambil kesimpulan dahulu. Menurut penulis, nanti pada saatnya, ujungnya akan mudah dibaca. Lawan-lawan politik, baik lawan yang terbuka atau musuh dalam selimut yang berkedok koalisi, meskipun memiliki dukungan yang hebat, akan bisa dicairkannya.

Pertanyaannya, bagaimana caranya? Karena namanya juga intelijen Jawa, maaf penulis tidak bisa mengungkap secara terbuka di Kompasiana, hanya bisa manggut-manggut dan senyum-senyum saja.

PRAYITNO RAMELAN, Pemerhati Intelijen, Penulis Buku Intelijen Bertawaf.

Ilustrasi, Wonojoyo.com

Sumber: http://hankam.kompasiana.com/2010/05/14/intelijen-jawa-diadopsi-amerika/(Dibaca: 1392 kali)

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.