Kegagalan Intelijen dan Kasus Bank Century

4 March 2010 | 9:10 am | Dilihat : 220
Sri Mulyani (KOMPAS)
Sri Mulyani (KOMPAS)

Setelah tiga hari masyarakat Jakarta disibukkan dengan tambah ruwet, macet dan panasnya suhu udara dan politik, maka tadi malam DPR dengan agak tertib mampu mengakhiri rapat paripurna DPR terkait kasus Bank Century melalui voting.  Fraksi Partai Demokrat,sebagai pimpinan fraksi yang berpendapat penyertaan modal sementara (bailout) Bank Century tidak bermasalah (opsi A), yang di dukung oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Partai Amanat Nasional kalah telak pada saat voting dalam rapat paripurna DPR tadi malam. Mereka memperoleh 212 suara, ketinggalan jauh dibanding 325 suara yang berpendapat bailout bermasalah (opsi C).

Komposisi fraksi yang memilih opsi C  adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Hanura. Terjadi kejutan saat Fraksi Partai Persatuan Pembangunan memilih opsi C. Sedangkan sebelumnya fraksi yang tergabung dalam koalisi bersama Partai Demokrat itu diprediksi memilih opsi A. Opsi C ini berupa kesimpulan bahwa pengucuran dana FPJP dan PMS ke Bank Century adalah termasuk keuangan negara. Dan disebutkan patut diduga terjadi penyimpangan dalam proses pengambilan kebijakan oleh otoritas moneter dan fiskal yang diikuti banyak penyalahgunaan, mulai dari akuisisi-merger, pemberian FPJP, PMS, hingga tahap aliran dana.

Diduga terjadi penyimpangan proses pengambilan kebijakan oleh otoritas moneter dan fiskal dengan mengikutsertakan pemilik saham dan manajemen Bank Century, sehingga merugikan negara. Kepada pihak yang diduga bertanggung jawab, kasus Bank Century merupakan perbuatan melanggar hukum yang berlanjut atau penyalahgunaan wewenang oleh pejabat otoritas moneter dan fiskal. Pansus menyerahkan penilaian kasus Century kepada lembaga penegak hukum. Meski begitu, Pansus tidak menemukan aliran dana kepada salah satu partai dan pasangan calon presiden.

Nah, setelah tugas pansus selesai, keputusan sidang paripurna selesai, apa sebetulnya yang di dapat dari semua ini? Pelajaran apa yang didapat? Apakah kesibukan DPR akan selesai? Apakah pemerintah bisa kembali tenang bekerja? Ini adalah sebuah pengalaman politik terbaik bangsa Indonesia, dimana partai yang berseberangan dengan partai pendukung pemerintah berhasil memenangkan koreksinya  melalui hak angket. Sesuai dengan Pasal 27 UU No. 22 Tahun 2003, disebutkan  bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Nampaknya persoalan belum akan selesai begitu saja. Mantan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada hari  Rabu (3/3) mempertanyakan sikap sebagian besar fraksi di DPR yang menuding dirinya bersalah dalam kasus Bank Century. “Memangnya saya salah? Kalau memang saya dinyatakan bersalah, tunjukkan salah saya di mana?.” Menurut Sri Mulyani kebijakan penyelamatan Bank Century telah memperhatikan berbagai peraturan perundangan yang berlaku, seperti Undang-Undang (UU) Perbankan, UU Bank Indonesia, UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

Selanjutnya dikatakan, "Kalau kemudian ternyata ada sebagian dari Pansus yang menganggap landasan-landasan itu tidak memadai, ya kita bawa saja ke forum yang bisa menetapkan landasan hukum, mana yang dianggap sesuai atau dianggap legitimate, biar bisa menilai.” Dia mengimbau DPR untuk menyempurnakan UU dan peraturan yang sudah ada. ”Kalau memang ada yang tidak lengkap dan menyebabkan sulitnya sebuah kebijakan dibuat, ya kita perbaiki saja. Mari kita perbaiki sama-sama,” katanya.

Sebagai pejabat yang sangat berpengalaman dan berpendidikan tinggi Sri Mulyani tidak akan menyerah begitu saja. Kini persoalan bail out akan digeser ke ranah hukum. Dalam ranah politik, maka emosi masyarakat jelas akan terbawa emosi dan ambisi para anggota DPR. Penggiringan opini publik dilakukan oleh kedua belah pihak yang berseberangan. Keterlibatan emosi publik tercermin dengan aksi jalanan, terlepas dari murni atau tidaknya massa yang berada dititik-titik tertentu. Nah, dalam ranah hukum, maka pengamanan pemerintah terhadap kedua pejabat yang terserang akan lebih aman, karena bola sudah tidak ditangan para praktisi politik. Walaupun para oposan menyatakan akan mengawal kasus, peran mereka jelas sulit untuk mengintervensi hukum, wilayahnya sudah diluar wilayah mereka. Kekuasaaan akan berada ditangan penyidik dan berakhir di pengadilan.

Meskipun  kalah dalam voting, posisi Partai Demokrat tetap menjadi yang terkuat. Hal paling berbahaya bagi Demokrat dan penguasa terkait kasus Bank Century adalah isu adanya dana "haram" dari bail out tersebut yang mengalir kesalah satu kantong parpol atau suatu pasangan calon presiden tertentu. Apabila ini terbukti, akibatnya akan fatal. Dalam hal ini pansus belum dapat menuntaskannya isu sensitif tersebut. Mungkin disebabkan karena keterbatasan waktu dan wewenang projustisia.

Ini adalah sebuah pengalaman berpolitik, penerapan strategi dan pemeriksaan intelijen dan security. Yang dimaksud disini adalah, saat akan menghadapi pilpres, SBY sebagai capres dengan dukungan diatas 20% di parlemen mengambil Boediono sebagai cawapresnya. Kelebihan cawapres yang terbaca adalah pakar ekonomi, sangat berpengalaman, jujur, tidak berbisnis, penurut dan tidak berambisi dalam politik. Dengan perhitungan 148 kursi di DPR, mungkin dinilai dengan melakukan koalisi bersama beberapa parpol maka Partai Demokrat dinilai akan mampu menguasai suara di DPR apabila dilakukan voting.

Ternyata perhitungan tersebut tidak tepat, dimana masing-masing parpol jelas mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Kekuatan utama koalisi PD adalah dengan Golkar dan PKS. Disinilah terjadi "blunder politik," PKS adalah partai Islam dengan pemuka yang muda, keras dan selalu meniupkan tagline partai bersih. Saat ini dengan entengnya meninggalkan PD, walaupun sudah diberi kursi kabinet empat. Sementara Golkar adalah parpol senior, besar dan belum pernah menjadi oposan. Golkar selalu berusaha menjadi parpol utama, selalu berusaha menjadi penguasa, ambisi para elitnya sangat besar. Golkar mencoba melihat peluang dari kemelut Century, berupaya menarik hati rakyat. Parpol yang mau menjadi bemper PD adalah PKB dan PAN. Ini karena deal politik dengan tokoh parpol tersebut telah tepat. Oleh karena itu maka koalisi dengan Golkar, PKS dan PPP perlu ditinjau ulang atau dilakukan deal baru. Suatu hal yang wajar dalam berpolitik.

Dari kasus tersebut, sebuah pembelajaran yang sangat perlu dicatat adalah bahwa penetapan cawapres pendamping dimasa mendatang kiranya patut diperhitungkan ulang. Sebaiknya cawapres diambil dari partai koalisi besar. Contoh pada periode 2004-2009, Golkar adalah pendukung PD karena JK adalah wapres dari SBY. Kalau kini misalnya, sebagai contoh sederhana,  calon dari Golkar yang menjadi wapres, maka dalam voting tadi malam, pihak oposan akan langsung lumpuh. Titik lemah voting tadi malam dari Partai Demokrat karena wapres yang merupakan figur yang diserang tidak memiliki basis parpol.

Yang terakhir, dan juga menjadi catatan penting bagi seorang capres saat akan menentukan cawapresnya, pemeriksaan intelijen terhadap calon perlu lebih diperketat. Dalam militer, pemilihan seorang pejabat berbintang satu saja, harus melalui proses wanjakti yang demikian ketat. Calon di nilai dari segala segi, melibatkan demikian banyak pejabat. Keputusan wanjakti adalah keputusan lengkap dan tertinggi disebuah Angkatan, bahkan dilakukan dua tingkat. Dalam proses politik, maka cawapres harus diukur dengan kriteria esensial politik dan hukum secara lengkap dan teliti, baru diukur dengan kriteria tambahan lainnya.

Kasus tersentuhya Wapres Boediono dalam masalah Bank Century adalah bukti sebuah kegagalan intelijen dalam mendeteksi masalah dan memberi masukan ke Pak SBY pada saat penyaringan cawapres. Ukuran baik tidaklah cukup, tetapi ukuran "tidak bisa diserang" jauh lebih penting nilainya. Setiap kegagalan intelijen dan security berdampak tidak saja terhadap pimpinan nasional. Akan tetapi  terbukti dampaknya demikian besar  merugikan bangsa ini, kita semua merasakan dampak sistemiknya memang demikian hebat. Kini tidak ada pilihan bagi Presiden SBY dan Partai Demokrat selain  mempertahankan dan mengamankan posisi Wapres Boediono tetap pada posisinya hingga 2014. Nampaknya ini akan dilakukan. Demikian sedikit ulasan terhadap kasus Century, semoga ada manfaatnya bagi kita semua.

PRAYITNO RAMELAN. Penulis Buku Intelijen Bertawaf.

Sumber: http://politik.kompasiana.com/2010/03/04/kegagalan-intelijen-dan-kasus-bank-century/ (Dibaca: 1477 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.