Airline Indonesia Rawan Dan Mudah Di Sabotase

28 November 2009 | 11:14 pm | Dilihat : 441

Malam ini penulis menonton di salah satu media elektronik, ada berita menggelikan dan sekaligus menggemaskan di Bandara Soekarno Hatta. Sekelompok penumpang, yang jumlahnya puluhan melabrak counter dari sebuah perusahaan penerbangan swasta. Menurut penjelasan calon penumpang, mereka sudah memiliki tiket pesawat dari Jakarta dengan tujuan beragam, Padang, Medan dan Banda Aceh, dimana mereka sudah 'check in,' atau mendaftar di counter, menerima boarding pass dan siap menunggu 'boarding,' atau naik ke pesawat. Setelah mereka menunggu berjam-jam, mendadak, mereka diberi tahu bahwa pesawat sudah 'take off'.

Sebagian penumpang bingung kenapa hal tersebut bisa terjadi?. Yang membuat mereka marah, barang dari para penumpang yang tertinggal tadi ternyata terbawa di dalam pesawat tadi. Penumpang yang marah semakin marah, karena saat mereka protes, mereka katanya disuruh membayar biaya sebesar 50% dari tiket pesawat selanjutnya yang akan mengangkut mereka ketujuannya. 'Hopo tumon?,' kata orang jawa.

Belajar dari kasus tersebut, jelas terdapat kelemahan, kerawanan dan kesalahan fatal dari perusahaan penerbangan tadi, apabila kasus tadi ditinjau dari sisi keamanan penerbangan angkutan penumpang. Dalam dunia penerbangan, sebuah prinsip dasar yang seharusnya diketahui oleh para para pelaku adalah urusan 'kodrat.' Manusia kodratnya hidup di atas tanah, bukan seperti burung yang bisa terbang  terbang. Dengan akalnya manusia kemudian membuat pesawat hingga dapat terbang, lebih cepat bergerak dari satu titik ke titik lainnya di bumi. 'Pakemnya' adalah, apabila kita akan terbang dengan pesawat, maka kita harus memenuhi semua aturan, ketentuan, prosedur serta apa yang disebut 'airman ship.' Kesemuanya harus dilakukan dengan teliti dan disiplin, tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Nah, apabila hal-hal tersebut dilanggar, maka resikonya adalah si manusia tadi akan ketemu dengan kodratnya, dari langit kemudian berdebum jatuh ke bumi.

Kelemahan perusahaan sebagai operator sering muncul, karena pemilik, pengelola bukanlah orang yang faham dan menguasai dunia penerbangan. Dengan demikian maka kita tidak usah heran apabila terjadi beberapa kasus seperti jatuhnya sebagian sayap pesawat, roda lepas, kesalahan mendarat, salah arah, tercebur di laut, dan lain-lainnya. Bukan bermaksud membandingkan, pernah penulis saat akan berangkat dari Changi Singapura, ada seorang penumpang yang terlambat boarding karena keasyikan belanja. Setelah di panggil berkali-kali tidak datang, pesawat harus 'on time', akhirnya barangnya diturunkan, tidak diangkut. Sekuriti seperti itu dilakukan, untuk menghindari sabotase, perusahaan menghindari penumpang check in, sengaja memasukkan barang dan dia tidak boarding.  Bisa terjadi yang diselundupkan adalah bom untuk melakukan sabotase. Bayangkan dari kasus diatas, berapa banyak kopor yang sudah masuk dibagasi pesawat, terbawa terbang tanpa penumpangnya. Para petugas nampaknya cuek saja, tidak peduli dan bahkan menuntut penumpang membayar tambahan 50%. Kasarnya, itu prosedur yang abal-abal.

Dari penjelasan penumpang, beberapa diantaranya menunggu di gate tempat keberangkatan, karena ruang tunggu sudah penuh. Dan mereka tidak mendengar pemberitahuan boarding dan tidak ada petugas yang mencari untuk boarding. Dalam hal ini penulis sebagai insan yang pernah bertugas dalam sekuriti penerbangan, merasa sangat prihatin dan ikut cemas. Hanya mengatur boarding saja mereka tidak mampu, terus bagaimana dengan urusan maintenance yang demikian rumit serta kehandalan penerbang, yang apabila digabungkan menjadi kesiapan  terbang. Apakah pada masa mendatang semua akan tetap aman dan selamat?. Indikasi kecerobohan mulai nampak lebih jelas, ini kecerobohan managerial yang fatal. Sebelum pesawat berangkat, antara ground crew dan air crew dipastikan terjalin komunikasi tentang jumlah penumpang, dan yang terjadi, demikian banyak penumpang yang tidak masuk pesawat, serta pasti mereka ketahui, dengan entengnya mereka tinggal begitu saja.

Nah, gambaran amburadulnya pengaturan tadi tanggung jawab siapa?. Regulator atau operator? Mungkin Menteri Perhubungan, Freddy Numbery terketuk hatinya dari kasus ini, memang harus dilakukan pembenahan serius dunia penerbangan kita. Apabila ini dibiarkan, maka sama saja kita mengantarkan penumpang pesawat untuk bertemu kodratnya. Sabotase? Jelas akan sangat mudah melakukan sabotase pada perusahaan penerbangan kita. Walau tokoh teroris sudah di tembak mati, sel mereka masih ada, dan bukan tidak mungkin mereka suatu saat akan melakukan serangan kedunia penerbangan. Hati-hati mereka bisa mengincar dan memanfaatkan kelemahan ini.

Sabotase pesawat yang mengakibatkan kehancuran adalah berita spektakuler, dampaknya sangat besar dibandingkan kecelakaan kereta api. Karena itu marilah kita lebih hati-hati, dan lebih pandai memilih operator yang mengerti dan mampu melaksanakan prosedur penerbangan. Semoga bermanfaat.

PRAYITNO RAMELAN

Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/28/airline-indonesia-rawan-dan-mudah-di-sabotase/ (Dibaca: 1330 kali)

This entry was posted in Kedirgantaraan. Bookmark the permalink.