Sebuah Analisa Setelah Noordin Tewas
18 September 2009 | 1:17 am | Dilihat : 329
Berita terbesar ditanah air, seperti kasus Buaya dan Cicak, Godzilla, kasus Bank Century dan gerakan anti Malaysia langsung tertutup dengan berita tertembak dan tewasnya gembong teroris Noordin M Top. Berita tewasnya Noordin disampaikan oleh Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/9). Kepastian tewasnya Noordin M Top menurut Kapolri didasarkan dengan kesamaan pada 14 titik, baik jari kiri maupun kanan identik dengan DPO yang sembilan tahun dijadikan target oleh Polri tersebut.
Noordin beserta keempat orang lainnya disergap Tim Densus 88 di Kampung Kepuh Sari RT 3 RW 11, Kelurahan Mojo Songo, Kecamatan Jebres, Solo. Selain Noordin, korban yang tewas adalah Bagus Budi Pranoto alias Urwah, pelaku pengeboman Kedubes Australia tahun 2003, lalu Susilo alias Abid (24), yang menghuni rumah di Jebres, Ario Sudarso alias Aji alias Suparjo Dwi Anggoro alias Dayat alias Mistam Husamudin. Sementara korban luka adalah Putri Munawaroh, isteri Susilo. Kapolri menjelaskan, dalam penyergapan tersebut , tim Densus 88 telah beberapa kali menyerukan agar para teroris yang berada di dalam rumah menyerah. Seruan polisi ini dijawab dengan tembakan dari dalam rumah. Polisi pun mengambil tindakan tegas sehingga keempat orang tadi tewas, dari pihak Polri tercatat seorang mengalami luka tembak.
Kapolri, Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, mengatakan kabar Noordin tengah mendiami rumah Toto didapat ketika Densus 88 menangkap Rahmat Puji Prabowo alias Bejo di Pasar Gading Kertosono, Rabu, 16 September 2009, sekira pukul 11.30 WIB. Pukul 15.00 WIB, polisi kemudian berhasil menangkap Supono alias Kedu. "Kita dapatkan sesuatu yang lebih dari yang Maha Kuasa," ucapnya. Dalam pengepungan tersebut, polisi menyita 200 kg bahan peledak, 3 pucuk senapan laras panjang buatan Rusia, granat, pistol Beretta, laptop serta dokumen penting mengenai jaringan teroris yang dibangun Noordin di Indonesia.
Noordin M Top yang dilahirkan pada 11 Agustus 1969 di Johor Bahru, dan meninggal pada umur 40 tahun tercatat sebagai gembong teroris yang cukup menggentarkan baik Indonesia maupun negara-negara Barat seperti Amerika dan Australia. Cukup banyak warga kedua negara tersebut telah menjadi korban idealisme yang dibangun oleh Noordin di Indonesia. Duet Noordin dengan DR Azhari (Alm) telah mengharu birukan bidang keamanan Indonesia selama selama tujuh tahun. Kedua orang tersebut telah mampu membangun pola serangan gaya Al-Qaeda dengan bom bunuh diri disini. Pada awalnya dengan kemampuan serta masih belum terlacaknya jaringan atau selnya maupun dukungan logistik, ditambah dengan kemampuan DR Azhari dalam membuat bom "besar," mereka telah mampu meluluh lantakkan beberapa target seperti serangan Hotel JW Marriott (5 Agustus 2003) serta Kedutaan Australia (9 September 2004).
Densus 88 sebenarnyanya beberapa kali telah mampu memonitor keberadaan Noordin beserta DR Azhari, akan tetapi keduanya mampu dan berhasil meloloskan diri dari sergapan dengan dukungan para pengikutnya. Pada 9 Nopember 2005 DR Azhari tewas dalam penyergapan Densus 88 di Jl Flamboyan Raya, Batu, Malang. Sejak itulah Noordin kehilangan tokoh utama pembuat bom, walau dia masih mempunyai beberapa jaringan yang merupakan murid DR Azhari.
Setelah itu Noordin selalu "mobile" membentuk jaringan yang kemudian berhasil dideteksi Densus, yang melakukan penyergapan di Wonosobo, Sukohardjo, Palembang, Kelapa Gading, Cilacap, Jatiasih dan Temanggung. Dengan dukungan "support agent" Noordin selalu dapat meloloskan diri. Walaupun dibawah tekanan Densus, dengan kemampuannya mempengaruhi serta membentuk sel baru, Noordin justru mampu mengorganisir dan melakukan serangan bom bunuh diri yang mengejutkan pada 17 Juli 2009 di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton Jakarta. Pihak Densus kemudian terus melakukan pengejaran, dan berhasil melumpuhkan jaringannya di Jatiasih, kemudian melakukan penyergapan Ibrohim di Temanggung dan akhirnya pada 17 September 2009 berhasil menyergap dan menewaskan Noordin di Jebres, Solo.
Kini tersisa pertanyaan, setelah Noordin tewas, bagaimana kira-kira dengan jaringan teroris di Indonesia?. Presiden SBY setelah menerima laporan tewasnya Noordin, kemudian memberikan instruksi kepada jajaran Polri dan seluruh rakyat Indonesia, di Jakarta, Kamis malam (17/9). "Dengan lumpuhnya dua teroris di Asia Tenggara (Noordin dan Dr Azhari) tidak berarti sel organisasi yang bekerja di Indonesia lumpuh. Oleh karena itu masih perlu mewaspadai, menyiapkan langkah penanggulangan optimal seraya terus melakukan pengejaran terhadap pemimpin teroris yang lain," tegasnya. Artinya tingkat kewaspadaan Polri dan masyarakat harus terus ditingkatkan karena bukan tidak mungkin para pengikut Noordin akan membabi buta melakukan pembalasan.
Seperti diketahui, Noordin M Top dikenal sebagai orang yang menempatkan dirinya sebagai perwakilan Al-Qaeda di Asia Tenggara, artinya dia akan meniru ulah Al-Qaeda dalam melakukan teror terhadap Amerika Serikat dan sekutunya di Indonesia, baik intimidasi personil maupun penyerangan instalasi atau obyek dengan "flag target." Dengan kharisma, kemampuan mempengaruhi, serta pengetahuan agama yang dimilikinya, Noordin mampu melakukan indoktrinasi kepada jaringannya sebuah pemikiran idealis dari ideologi yang dianutnya. Kebencian terhadap AS dan sekutunya yang diwujudkan dengan meniru Al-Qaeda kemudian yang menjadikan dirinya menjadi hebat dimata pengikutnya. Mereka merasa bangga dengan tujuan besar dan suci dari apa yang disampaikannya.
Nah, kini pertanyaannya, apakah jaringan itu akan kembali melakukan penyerangan?. Kemungkinan pertama, mereka akan melakukan konsolidasi, memilih dan memperbaiki pola kepemimpinan diantara beberapa tokoh yang ada. Dalam dunia teroris, terdapat istilah naik peringkat, dan ini merupakan kebanggaan, seorang kader militan akan berusaha naik peringkat menjadi pemimpin kelompok. Karena itu memang istruksi Presiden sebaiknya diperhatikan. Polri harus terus melakukan pengejaran terhadap para tokoh yang belum tertangkap. Pemikiran pergeseran terhadap kesimpulan target yang diserang bisa saja terjadi, karena mereka telah kehilangan tokoh sentral dengan ideologi serangan.
Noordin terbentuk menjadi teroris dari pengaruh terorisme internasional, tetapi kader yang dibentuknya lebih menjurus sebagai tokoh sektoral. Dengan demikian kita harus waspada, dan bukan tidak mungkin mereka sewaktu-waktu akan menyerang pusat keramaian seperti "mall," stasiun kereta, gedung bioskop, pasar, disamping melakukan sabotase dan serangan bom terhadap pesawat terbang, depo-depo minyak dan pembangkit listrik. Demikian juga ada kemungkinan mereka akan memilih target para pejabat dan tokoh masyarakat. Yang semakin berbahaya dan perlu di waspadai, anak didik Noordin telah mampu mempraktekkan pola baru, yaitu infiltrasi kader kedalam lingkaran target, dan mereka mampu melakukan serangan berdiri sendiri tanpa campur tangan langsung dari "principle agent."
Demikian sedikit ulasan, setelah Densus-88 berhasil melakukan peyergapan terhadap "The most wanted person" Noordin M Top. Penulis mengucapkan selamat kepada Polri, khususnya keberhasilan Densus-88 tersebut. Yang perlu diingat, keberhasilan yang dicapai bukanlah akhir dari sebuah pencarian tokoh teroris utama, tetapi justru merupakan sebuah awal pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket), tentang bagaimana "the future" atau masa depan, kemampuan dan arah serangan para murid DR Azhari serta kader dan simpatisan Noordin. Selamat berburu kawan, jangan lengah, "They are the dangerous enemy." Selamat bertugas.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana
Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/09/18/sebuah-analisa-setelah-noordin-tewas/ (Dibaca: 2058 kali)