Mau Bangkit, PKB Harus Islah

31 July 2009 | 11:00 am | Dilihat : 86

Penulis sedikit banyak mengenal PKB atau Partai Kebangkitan Bangsa, karena semasa masih aktif bertugas, pernah  mendampingi Pak Matori Abdul Djalil (alm) tokoh PKB yang saat itu menduduki jabatan Menteri Pertahanan sebagai penasehat menteri.  Penulis banyak berdiskusi dengan beliau tentang PKB. Kemudian menyusun beberapa artikel yang ditayangkan di SINDO dengan judul "Gus Dur, Cak Imin Membela Yang Benar," serta "Sudah Kalahkah Gus Dur?." Sejak dideklarasikan pada tanggal 23 Juli 1998 di kediaman Gus Dur di Ciganjur, PKB telah disiapkan oleh Pak Matori untuk menjadi partai yang modern. Para pengurus mendapat pesan khusus dari beliau agar menjauhkan PKB dari kesan “terbelakang.” Dalam perjalanannya kemudian PKB bekerja sama dengan konsultan yaitu Matari Advertising.

Logo PKB dibedah, disesuaikan lebih cantik serta berfilosofi dengan memberi 9 goresan. Angka 9 sudah melekat dikalangan NU, mulai bintang sembilan, wali sembilan, panutan Nabi Muhammad, 4 khalifah dan 4 madzhab juga berjumlah sembilan. Dibawahnya logo ditambah slogan “Maju Tak Gentar, Membela Yang Benar”, dengan dasar pemikiran dan harapan PKB akan menjadi pilihan semua orang. Semua sentuhan modern dilakukan Pak Matori dan Matari.

Penulis pernah menulis artikel di kompasiana, "dahsyatnya" hajatan pertama PKB di Senayan. Acara tersebut  diisi sambutan Gus Dur yang karena sakit tidak dapat hadir, ditampilkan melalui rekaman video.  ”Meski saya tidak bisa melihat, namun saya dapat mendengar bangsa Indonesia sedang bernyanyi…., mari kita bangkit dan maju tak gentar membela yang benar bersama PKB!” demikian sambutan Gus Dur, yang disambut tangis dan teriakan haru membahana dari seluruh yang hadir. Peresmian atribut PKB divisualisasikan secara dramatik, dan berhasil membangkitkan kepercayaan diri serta kebanggaan pada PKB. Semua strategi Pak Matori tidak sia-sia, pada pemilu 1999 yang baru pertama diikutinya,  PKB mampu memperoleh 12,61% suara sah nasional. Perolehan suara PKB hanya berada dibawah PDIP yang meraih 33,74% dan Golkar 22,44%. PKB bahkan secara mengejutkan mampu melampaui perolehan suara PPP, partai Islam senior yang mendapat 10,71%.

Sayangnya, setelah pemilu 1999 usai, terjadi konflik internal PKB. Pak Matori sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz dipecat oleh Gus Dur (Ketua Dewan Syuro), dalam kasus pemberian dukungan kepada Ibu Megawati. Kemudian Alwi Shihab terpilih menggantikan posisi beliau. Dalam persidangan terakhir, Mahkamah Agung mengalahkan Pak Matori.  Pada pemilu 2004, dari sisa kejayaan 1999, perolehan suara PKB  walau mulai menurun, dinilai masih lumayan, mampu meraih suara 10,57%. Kemudian kembali terjadi konflik antara Alwi dengan Gus Dur, Alwi Shihab kembali dipecat Gus Dur dan digantikan oleh Muhaimin Iskandar (Cak Imin), keponakannya.

Menjelang pemilu 2009, kembali terjadi konflik antara Gus Dur dengan Cak Imin yang dibantu dengan Lukman Edy Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Kali ini dalam persidangan, Muhaimin yang Wakil Ketua DPR mampu memenangkan pertarungan dengan Gus Dur. MA memenangkannya. Maka posisi Ketua Umum Dewan Tanfidz tetap diduduki Cak Imin. Posisi Yenny sebagai Sekjen disingkirkan, kemudian dipegang kembali oleh Lukman Edy. Penulis membuat catatan tersendiri tentang konflik PKB. Kita mestinya  merasa heran, kenapa  partai yang diawaki para  kiai dan santri ini diinternalnya sering terjadi konflik? Bukankah seharusnya musyawarah bijak yang dikedepankan, bukan "otot-ototan?."

Pada pemilu legislatif 2009, PKB hanya mendapat perolehan suara 4,94%, sangat jauh merosot dari perolehan suara pada pemilu 2004 yang 10,75%. Nah, semestinya para elit PKB, baik Cak Imin, Gus Dur, Para kiai NU merasa sedih dengan kondisi keruntuhan PKB yang sebetulnya tidak harus seperti itu. Tanda-tanda keruntuhan PKB sebetulnya sudah mulai terbaca sejak Pilkada Jawa Tengah pada 22 Juni 2008, dimana jago PKB Mayjen TNI (Purn) Agus Soeyitno, mantan Pangdam Diponegoro yang berpasangan dengan Kholik Arif menduduki tempat kelima dalam perolehan suara. Jawa Tengah termasuk daerah basis PKB, disamping juga merupakan daerah lumbung suara PDIP. Tetapi kenyataannya para konstituen PKB  telah lari ke calon lainnya.

Rupanya konflik yang timbul pada internal PKB telah membuat para kader dan simpatisannya lelah. Tidak ada yang dibanggakan lagi oleh mereka, tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan mereka. Perang antara Gus Dur sebagai Patron dengan Pak Matori, Pak Alwi dan terakhir dengan Cak Imin membuat mereka menjadi bosan, tidak faham dengan kondisi yang terjadi. Sementara Cak Imin nampak  sekali "pejah gesang" nderek Pak SBY. Hanya ikut berkoalisi dengan modal 4,94%.  Semua yang dibangun oleh para sesepuh NU dan elit PKB akhirnya tidak ada artinya. Apabila kondisi ini dibiarkan terus, penulis memperkirakan PKB bisa lebih terjun bebas pada 2014 dan mungkin tidak akan lolos parliamentary threshold yang 2,5% atau bahkan mungkin akan menjadi 5%.

Jadi, bagaimana mengatasi masalah ini?. Kuncinya, PKB harus segera melakukan "islah" dan konsolidasi. NU sebagai komisaris utama PKB (kalau boleh disebut demikian), nampaknya akan segera  melakukan pemilihan Ketua Umum-nya. Inilah kesempatan emas PKB. Sebaiknya Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Dewan Tanfidz melakukan islah atau perdamaian diantara generasi penerus kaum Nahdliyin yang tercerai berai. Dalam rangka islah , Cak Imin sebaiknya menarik Yenny Wahid putri Gus Dur dan juga menarik Fahmi Matori putra Pak Matori kedalam kepengurusannya. Ketua Umum PB NU yang terpilih nantinya, kembali menegaskan pemberian dukungan penuh kepada PKB.  Dengan demikian maka semua simbol kekuatan PKB yang masing-masing mempunyai pengikut itu  kembali akan disatukan dalam satu wadah yaitu "PKB Membela Yang Benar."

Yang perlu diingat oleh elit PKB, pemilu 2014 nampaknya akan banyak diisi oleh kaum muda. Sudah saatnya memainkan semangat Nahdliyin muda itu. Oleh karena itu PKB jangan bersandar kepada patron tunggal, tetapi memanfaatkan dukungan para kiai besar NU yang santrinya puluhan juta. Bukti besar dan solidnya PKB sebagai partainya kaum Nahdliyin yang demikian hebat telah dibuktikan pada era kepemimpinan Pak Matori Abdul Djalil. Kini menjadi tugas Cak Imin serta generasi penerus untuk bangkit kembali. Kalau tidak dilakukan, yah mungkin pada 2014 nanti PKB akan mendapat nama panggilan baru sebagai Partai Gurem...sayang bukan?.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sumber: http://politik.kompasiana.com/2009/07/31/mau-bangkit-pkb-harus-islah/ (Dibaca: 830 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.