Kenapa Marriott Dan Ritz Yang Jadi Target
23 July 2009 | 2:31 pm | Dilihat : 972
Hingga kini timbul banyak sekali spekulasi berkait dengan "suicide bombing" di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton, khususnya dengan belum terjawabnya siapa yang menjadi "martir." Polisi mengumumkan bahwa dua potongan kepala dan tubuh adalah pelaku bom bunuh diri, tetapi bukan Nur Sahid dan Ibrahim. Selain itu masih ada beberapa pertanyaan lagi, seperti siapa dalangnya? Kelompok mana yang mengebom? Juga kenapa kembali Marriott?. Sebagai aparat hukum, yang bertanggung jawab dalam penanganan masalah keamanan, Polisi berangkat dari TKP (Tempat Kejadian Perkara) untuk menelusuri kasus. Dalam beberapa kasus lama dalam serangan yang serupa, Polisi lebih cepat dan sukses mengungkapkannya, karena para pemainnya adalah orang lama. Tetapi kini nampaknya yang dimainkan orang-orang baru, sehingga pengungkapan agak membutuhkan waktu.
Nah, penulis mencoba mengulas sebuah pertanyaan yaitu kenapa Hotel Marriott dan Ritz Carlton yang dipilih sebagai sasaran pemboman. Untuk menganalisa segala sesuatu yang berkait dengan kegiatan teror, sesuai dengan ilmu dasarnya, maka ilmu intelijen merupakan alat yang paling tepat untuk mendiagnosanya. Seperti mendiagnosa penyakit, akan berbeda diagnosa antara seorang dokter dengan dukun, karena ilmu dan cara pandangnya jelas berbeda. Ilmu kedokteran mendasarkan dengan mempelajari anatomi manusia serta segala masalahnya, kalau dukun mendasarkan dari ilmu olah batin. Setelah mengumpulkan beberapa bahan, diantaranya penjelasan Sydney Jones, International Crisis Group, serta penjelasan mantan Dan Densus 88 Brigjen (Pur) Suryadarma Salim, serta beberapa sumber lainnya di media, maka disusunlah artikel ini.
Dalam disiplin intelijen, bila melihat kejadian saat ini (the present), maka kita harus melihat kejadian masa lalu (the past), dimana "pakem" nya kemudian akan dapat dibuat intelligence estimate (the future). Nah, untuk melihat melihat kasus Marriott dua, maka kita harus meneliti Marriott satu. Sebelum Marriott dua, teroris menyerang tiga sasaran yaitu restoran di Bali (2005), Kedubes Australia (2004) dan Marriott satu (2003). Ketiganya diserang dengan pola yang sama, bom bunuh diri, motifnya politik, anti Amerika. Bom Marriott satu sepenuhnya direncanakan oleh "gembong" Noordin M Top pada Desember 2002 , yang mendapat bahan bom dari Toni Togar anggota Jamaah Islamiyah yang berbasis di Medan. Bahan peledak itu adalah sisa dari aksi bom malam Natal Desember 2002. Pada awal 2002 Noordin pindah dari Malaysia ke Riau, pada pertengahan 2002 dia dan iparnya seorang WNI Muhammad Rais, alumnus pesantren Luqmanul Hakiem pindah ke Bukittinggi, Sumatera Barat. Dengan mempekerjakan Ismail yang juga lulusan Luqmanul Hakiem, dibengkelnya Noordin. Pada November 2002 setelah bom Bali, Azhari Husin kemudian ikut bergabung di kelompok ini.
Pada Januari 2003, Noordin, Azhari, Rais bergeser ke Bengkulu, dan berkumpul dengan beberapa anggota JI serta Asmar Latin Sani yang akan menjadi pelaku bom bunuh diri Marriott satu. Noordin mengorganisir pemindahan bahan peledak dari Dumai ke Bengkulu lewat paket biasa angkutan bis antar kota, dan pada Februari 2003 mendapat tambahan detonator. Melibatkan Noordin M Top, Azhari, Rais, Toni Togar dan Tohir. Bahan peledak disimpan oleh Sardona Siliwangi, alumnus Ngruki dan anggota JI. Densus 88 terus memburu mereka, Rais ditangkap akhir April 2003, Sardona bulan Mei. Toni Togar pada 6 Mei 2003 melakukan perampokan untuk mengumpulkan dana operasi. Noordin kemudian memerintahkan Ismail anggota JI disuruh Noordin mengambil paket di Dumai yang isinya dollar Australia (Australia $ 25.000) yang dikirim Hambali lewat kurir. Uang berasal dari Gun Gun (adik Hambali) di Pakistan yang mendapat uang dari seorang Arab di Pakistan. Oleh Ismail uang dibawa ke Lampung atas perintah Noordin.
Pada 4 Juni 2003 susunan terakhir tim serangan bom Marriott satu terbentuk, terdiri dari Noordin M Top, Azhari, Ismail, Asmar Latin Sani dan Tohir. Noordin M Top menegaskan ia pemimpin operasi, Azhari pimpinan lapangan, Ismail asisten, Asmar dan Tohir pencari "safe house" (rumah aman, kontrakan), membeli mobil dan membawa bahan peledak ke Jakarta. Asmar Latin Sani menyatakan telah bersedia menjadi syahid (pelaku bom bunuh diri). Survei terhadap empat target sebagai sasaran dilakukan oleh dua team. Noordin M Top dan Ismail melakukan survei terhadap Jakarta International School dan Australian International School, sementara Azhari dan Ismail melakukan survei target Hotel Marriott dan sebuah kantor cabang Citibank. Akhirnya kedua team memutuskan Hotel Marriott sebagai target terpilih, dengan alasan karena menggunakan nama Amerika dan mudah untuk dicapai. Seperti kita ketahui, Hotel JW Marriott akhirnya di bom pada tanggal 5 Agustus 2003. Penulis kembali mengucapkan syukur Alhamdulillah lolos dari maut saat itu. allah-menyelamatkan-penulis-dari-bom-marriott/
Dalam menilai serangan teroris, kita harus mempelajari data intelijen biografi pemimpinnya. Jelas dalam penyerangan Marriott satu, "handler" nya adalah Noordin M Top. Siapa tokoh ini?. Ini yang harus dijawab dahulu. Noordin adalah WN Malaysia, kini berumur sekitar 41 tahun. Sebagai seorang muslim salafi, pengetahuan agamanya tidak tinggi, dan dia tidak bisa berbahasa Arab. Dia bukan pembicara yang baik, tetapi mempunyai kemampuan membentuk pengikut setia. Noordin menyatakan dirinya sebagai pemimpin organisasi yang terus aktif melakukan jihad terhadap Amerika dan sekutunya. Noordin dan anggota intinya adalah anggota Jamaah Islamiyah, dia pernah menjadi Direktur pondok pesantren Luqmanul Hakiem di Malaysia tahun 1998 hingga 2001.
Sejak pemboman Marriott satu, Noordin telah menempuh jalannya sendiri. Pada awal 2004, Noordin mulai menjangkau orang-orang muda dari organisasi lain dimana beberapa dari mereka tidak memiliki afiliasi dengan organisasi apapun sebelumnya. Pada serangan selanjutnya seperti bom Kedubes Australia, Noordin telah beroperasi sendiri diluar komando JI. Noordin telah mengambil keputusan sebagai individu, menghadapi musuh tanpa menunggu perintah Imam. Dia menganggap dirinya sebagai pemimpin JI sebenarnya. Sekitar April 2005, menurut Polri, Noordin menyatakan sebagai pemimpin kelompok operatif yang meliputi gugus Kepulauan Melayu yang bernama Tanzim Qoidatul Jihad (nama resmi Al Qaeda). Kelompoknya disebut sempalan, walau Noordin melihat dirinya tetap sebagai pemimpin sayap militer Jamaah Islamiyah. Noordin selalu mengidolakan Al Qaeda.
Setelah bom ke Kedubes Australia pada 2004, Noordin mulai menjumpai kesulitan. Dengan berhasilnya Polri melakukan penggerebekan sarang teroris di Wonosobo, dimana dua anggotanya Noordin tewas, dan banyak bahan peledaknya disita, nampaknya Noordin mulai kehabisan dana dan kader. Noordin mulai mencoba membuat akses ke faksi Darul Islam yang sangat berpengalaman di Philipina serta organisasi KOMPAK, yayasan Islam di Ambon yang dapat menggerakkan mantan pelaku didaerah konflik Poso dan Ambon. Noordin sejak pertengahan 2005 mampu merekrut beberapa anggota dari kedua organisasi tersebut, setelah kedua tokoh diatas ditangkap. Noordin diduga memiliki struktur sel yang "well organized" dan didisain mampu melakukan aksi militer. Noordin M Top lebih tertekan setelah rekannya DR Azhari, tokoh kunci, sang ahli bom pada tanggal 9 November 2005 tewas dalam penggerebekan Polisi dirumah kontrakannya di Batu Malang. Selain itu 8 pengikutnya juga ditangkap Polisi di Semarang.
Nah, dengan beberapa fakta dan data perkembangan tersebut diatas, nampaknya memang serangan bom Marriott jilid dua dan Ritz Carlton dilakukan oleh kelompok Noordin M Top. Dengan keterbatasan pasokan bahan peledak, maka kelompok sempalan ini hanya mampu membuat bom dengan daya ledak yang rendah, berbeda dengan beberapa pemboman terdahulu. Nampaknya Marriot dan Ritz Carlton dipilih dengan alasan lama yang klasik, merupakan simbol Amerika yang paling jelas. Karena bom yang mereka miliki tergolong kecil, maka harus diledakkan didalam hotel, agar efeknya serangan tetap besar. Kelebihan terkini dari kelompok, adalah kemampuannya melakukan penetrasi kedalam hotel. Sesuai dengan keahliannya merekrut kader, nampaknya eksekutor adalah kader barunya. Seperti yang juga dikatakan oleh Brigjen (Pur) Suryadarma Salim, mantan Dan Densus 88 Polri, memang terdapat keterkaitan jaringan dengan Al Qaeda dalam beberapa serangan bom. Juga disebutkan kemungkinan adanya petugas internal hotel yang membantu meloloskan bom kedalam hotel.
Dengan kemampuan yang tinggi berkat dukungan anggota-anggotanya, Noordin memang memiliki kemampuan desepsi yang tinggi, sangat berpengalaman dan jaringannya masih tersebar, berkemampuan membuat bom-bom kecil. Dengan jaringan yang ia miliki, dia dapat mengetuk sewaktu-waktu, dan dia akan dapat bertahan dengan sumber relawannya untuk melakukan operasi serangan di masa depan.
Jadi, bagaimana kedepan?. Dalam melakukan tindakan pengamanan obyek-obyek yang diperkirakan akan menjadi sasaran pemboman, pemeriksaan dan pengecekan mereka yang akan masuk obyek tersebut harus tetap dilakukan dengan ketat, jangan lengah sedikitpun. Khususnya tempat-tempat atau obyek yang diketahui pernah mereka incar di Indonesia, yang dimiliki negara Amerika Serikat, Australia, Inggris dan Itali (pernah disebutkan pria bertopeng saat itu) harus tetap diwaspadai.
Terhadap empat target spesifik, yaitu Marriott serta beberapa lokasi yang pernah mereka survei, sebaiknya betul-betul dilakukan pemeriksaan terhadap setiap barang yang masuk, serta memberi pengetahuan secara umum bentuk sebuah bom kepada petugas sekuriti. Karena kita yakin banyak petugas sekuriti yang hanya asal-asalan melakukan pengecekan. Perlu diingat bahwa teroris telah mampu melakukan penetrasi ke dalam sasaran. Mereka bisa bersabar dalam menyerang, oleh karena itu petugas harus tetap waspada, tidak boleh lengah. Kita percaya cepat atau lambat pihak Polri dan aparat Intelijen akan mampu menggulung mereka. Akan tetapi langkah yang paling manjur dalam menghancurkan teroris adalah dengan melibatkan masyarakat luas, memutus mata rantai mereka yang selalu bersembunyi di masyarakat.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana
Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/07/23/kenapa-marriott-dan-ritz-yang-jadi-target/ (Dibaca: 2496 kali)