Jatuhnya Alutsista Dan Moril Prajurit

15 June 2009 | 11:22 am | Dilihat : 209

Berita jatuhnya pesawat selalu menjadi berita utama baik di media cetak maupun media elektronik. Semua menayangkan hingga beberapa hari....salah satu tulisan penulis di Kompasiana tentang jatuhnya heli H-3306 sejak kemarin ditayangkan di Tribun Kaltim dalam bentuk serial. Terima kasih mas Achmad Subechi atas apresiasinya.  Setelah jatuhnya Heli tersebut, tidak kurang mengundang perhatian serius Presiden SBY yang sedang melakukan safari kampanyenya. "Setelah dapat laporan kecelakaan, saya call Panglima TNI, Menko Polkam dan pejabat terkait. Saya minta kejelasan apa yang terjadi," kata SBY setiba di Kendari, Sulawesi Tenggara Sabtu (13/6/2009). Selain konsolidasi total, SBY juga meminta pembatasan penerbangan pesawat milik jajaran TNI. Namun tentu saja, tanpa mengganggu tugas pokok TNI dalam tugas operasional, patroli pengamanan dan pengangkutan.

Banyak pihak yang kemudian menjadi resah dengan kecelakaan pesawat TNI yang diberitakan demikian hebohnya. Dinegara lain, kecelakaan pesawat militer jarang diberitakan oleh besar-besar media, diberitakan seadanya. Karena pesawat militer adalah sebuah alutsista (alat utama sistem senjata), alat perlengkapan utama militer dalam berperang. Kalau setiap jatuhnya pesawat diumumkan dengan gamblang, termasuk hasil investigasinya, maka kualitas Angkatan Udara akan direkam oleh negara lain. Ini yang harus dimaklumi oleh media massa. Disamping itu, tanpa disadari hal tersebut akan menurunkan moril dikalangan prajurit, serta menurunkan kebanggaan masyarakat terhadap TNI. Tetapi dijaman kebebasan pers masa kini, nampaknya semua ya sah-sah saja.

Pagi ini penulis membaca sebuah tulisan Jeffrie Geovanie, politisi muda, pintar dan berbakat yang menjabat sebagai Wakil Direktur Eksekutif Lembaga Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar tentang "Menyoal Alutsista". Dikatakannya "Ketika kita menyoal alutsista, banyak kalangan menilai-terutama para aktivis hak-hak asasi manusia-sebagai sesuatu yang tidak penting. Yang dibutuhkan masyarakat bukan senjata melainkan pemberdayaan, penguatan hak, penyediaan lapangan kerja, dan peningkatan pendidikan. Begitulah, argumen yang dibangun untuk melihat alutsista bukan sebagai bagian yang penting bagi masyarakat. Jadi, karena dianggap kurang penting maka anggaran alutsista tergolong sangat kecil, terlebih bila dibandingkan negara-negara lain." Penulis setuju dengan pendapatnya bahwa Indonesia membutuhkan sistem pertahanan yang baik. Kekuatan alutsista TNI yang derajat kemampuannya menurun akan menurunkan juga wibawa TNI dimata rakyatnya, terlebih dimata negara lain. Benar, bahwa dimata Malaysia, negara kita kini tak punya wibawa.

Jadi apa hubungannya kasus kecelakaan dengan moril prajurit. Dalam artikel terdahulu, penulis mendapat tanggapan dari seorang prajurit TNI  yang mengungkapkan rasa sedihnya dengan terjadinya kecelakaan Helikopter tersebut. Bahkan jelas dikatakan bahwa dia tidak mendapat kesempatan cukup dalam mendapatkan pelatihan terbang. Selain itu sebuah tanggapan dari yang menamakan dirinya "Istri Prajurit" yang demikian khawatir atas keselamatan suaminya, ketakutan akan menjadi janda, was-was setiap saat. Dia bahkan berfikiran akan melakukan demo...Wahhh...tapi disarankan tidak perlu dilakukan.Disamping itu rasa was-was juga akan mendera para prajurit yang jelas akan turun kepercayaan terhadap alutsista yang diawakinya. Ini semua jelas akan berpengaruh terhadap moril prajurit dan keluarganya.

Presiden sebagai Panglima Tertinggi telah meninstruksikan agar TNI melakukan pembatasan penerbangan milik jajaran TNI, tanpa mengganggu tugas pokok. Kemudian menginstruksikan TNI melakukan konsolidasi total. Khusus bagi TNI AU, anggaran yang diterima sudah sejak lama memang jauh dibawah kebutuhan. Karena beberapa kasus terjadi dengan interval waktu yang sudah demikian rapat, maka langkah yang harus ditempuh adalah dilakukannya sesegera mungkin konsolidasi internal, pemeriksaan sekuriti terhadap manajemen, pemeriksaan terhadap komando dan kendali. Kepada Ibu Ketua Umum PIA Ardhya Garini disarankan mengumpulkan seluruh isteri "air crew" TNI AU, memberikan pembekalan mental  untuk menaikkan moril para isteri. Turunnya moril isteri jelas akan berpengaruh juga terhadap moril si prajurit, sehingga akan dapat mengganggu kesiapannya dalam melaksanakan tugas. Walaupun pilihan seseorang menjadi prajurit selama ini ibaratnya sudah teken kontrak mati, tetapi diera demokrasi ini, tanpa disadari, banyak yang menyerap faham demokrasi pada internal pasukan. Contoh pembelotan pasukan terhadap komandan batalyon di Timika adalah gambaran yang sangat jelas.

Memang dalam kehidupan didunia ini kematian sudah ada takdirnya masing-masing. Yang perlu dilakukan adalah banyak berdoa, pasrah dan ikhlas didalam menjalani kehidupan. Tanpa keikhlasan itu, maka rasa takut bisa terus mendera hidup seseorang, dan pada akhirnya akan mengganggu kebahagiaan dalam berkeluarga. Bangkit TNI, Bangkit TNI AU....Swa Bhuwana Paksa....tetap menjadi Sayap Tanah Air.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/06/15/jatuhnya-pesawat-alutsista-dan-moril-prajurit/ (Dibaca: 1093 kali)

This entry was posted in Kedirgantaraan. Bookmark the permalink.