Kisah Dibalik Jatuhnya Hercules TNI AU

22 May 2009 | 4:50 pm | Dilihat : 496

Kecelakaan pesawat terbang dimanapun selalu menjadi berita besar di media massa. Media sibuk menayangkan bagaimana upaya penyelamatan korban, pemadaman kobaran api, kesedihan sanak keluarga, ditambah dengan beberapa cerita lain dibelakang kecelakaan tersebut. Dari jatuhnya pesawat C-130H Hercules TNI AU "tail number" A-1325 saat akan "landing" di Lanud Iswahyudi Madiun cukup menyentak bagi penulis dan kita semua. Karena belum selang berapa lama baru saja terjadi dua "accident" dari pesawat transport TNI AU.

Setelah ikut meneliti nama-nama beberapa korban, terdapat beberapa nama yang mempunyai hubungan emosional dengan penulis dimasa lalu. Marsma TNI Harsono, Panglima Komando Sektor IV Hanudnas Biak adalah junior penulis. Penulis mengenalnya sebagai salah satu calon generasi  penerus TNI AU, sebagai   penerbang tempur handal yang pembawaannya sederhana. Pengetahuan keudaraan dan kepemimpinannya  baik dan matang, berpenampilan  bak "SBY" dengan postur tinggi besar. Penulis saat masih aktif bertugas pernah mencatatnya dalam "intelligence spotting." Marsma Harsono masuk dalam ranking terbaik, bisa dicalonkan sebagai salah satu calon pimpinan TNI AU. Sayang, ternyata Allah menghendaki lain, yang bersangkutan dipanggil lebih awal bersama isteri tercintanya, semoga arwahnya diterima disisiNya.

Ny. Yayuk Prihatiningsih sebagai salah satu korban adalah  istri dari Letkol Pitono, Asintel Kosek IV Biak, meninggalkan Marcel Novien Prandana Reniurs, 11 dan Renald Michael Dwin Reniurs, 9. Pada saat penulis masih aktif berdinas sebagai Kepala Dinas Pengamanan dan Sandi TNI AU (Kadispamasanau), Letkol Pitono adalah anak buah penulis, saat itu masih berpangkat Kapten. Korban ikut dalam pesawat A-1325 dalam perjalanan dari Jakarta menuju ketempat suaminya bertugas dikota Biak. Tetapi takdir menghendaki perjalanannya berakhir di Lanud Iswahyudi Madiun. Selamat jalan Yayuk semoga Tuhan  menerima dan mengampuni dosa dan kesalahannya. Kepada Letkol Pitono, semoga tabah menghadapi ujian dan cobaan Tuhan ini. Berat memang rasanya ditinggal isteri tercinta itu, besarkan hati Marcel dan Renald yang bercita-cita menjadi penerbang TNI AU. Korban lainnya adalah Letkol Sus Jatnika, sedang dalam perjalanan menuju ke tempatnya bertugas, juga  di Kosek IV Biak sebagai Pabandya Sintel. Almarhum juga bekas anak buah  saat penulis masih bertugas sebagai Kadispamsanau, penulis kenal almarhum sebagai sosok yang kalem dan serius. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya, dan juga dimasukkan kedalam surga.

Suasana yang sangat memilukan terjadi di rumah almarhum Kapten POM  Heri Kasmiyadi. Heri adalah salah satu bekas anak buah saat penulis bertugas sebagai Korspri Kasau. Heri saat itu berpangkat Serma, merupakan sosok anggota POM serba bisa yang sangat membantu penulis dalam masalah pelayanan tamu Kasau dan protokoler. Sosoknya yang kurus tinggi, ramah, mudah dikenali. Setelah melalui serangkaian pendidikan, karier Heri yang ditekuninya dari bintara hingga menjadi perwira dengan pangkat kapten berakhir setelah menjadi salah satu korban A-1325. Suasana haru sudah sangat terasa di rumah duka di Jalan Punto Dewo, Kompleks Dirgantara I, Halim Perdanakusumah.

Ria Heryati, 25, anak sulung almarhum melangsungkan pernikahan dengan pria pujaannya, Anshar Rasyid,25 dimuka jenazah ayahnya Kapten Heri. Pasangan pengantin duduk di samping peti jenazah, lengkap dengan para saksi, wali dan penghulu. Suasana haru sangat terasa saat prosesi pernikahan dimulai berjalan. Derai air mata bercucuran dari puluhan pasang mata yang hadir. Almarhum sejak semula merencanakan akan menikahkan putrinya pada bulan November nanti dan akan menjadi wali nikah. Ria demikian terharu dan hanya mampu memanggil nama ayahnya. Pihak keluarga mengatakan sengaja memajukan akad nikah, agar arwah almarhum benar-benar lega meninggalkan keluarganya. Saat kecelakaan, Kapten Heri sedang melakukan perjalanan ke Surabaya akan menyekar orang tuanya dalam rangka persiapan mantu. Selamat jalan Heri, semoga Allah Swt mengampuni segala kesalahan dan dosa. Amin

Itulah sekilas kaitan langsung penulis dengan beberapa korban A-1325, terasa ada suatu kehilangan dihati ini, mereka-mereka itu  dulu pernah bertugas bersama-sama , mendadak meninggal secara demikian menyedihkan.  Disamping itu masih terdapat beberapa kisah pilu lainnya menyangkut kecelakaan pesawat tersebut. Selain kisah sedih, kini tersimpan pertanyaan yang menggelitik dibenak penulis, kenapa hal seperti ini banyak terjadi akhir-akhir ini?. Dalam dua bulan terakhir, terjadi tiga kecelakaan  pesawat transport TNI AU. Pesawat   F-27 TNI AU  saat akan mendarat menabrak hanggar PT DI di Lanud Husein Sastranegara, semua penumpang dan awak meninggal. Kemudian sebuah pesawat Hercules TNI AU saat akan landing di Wamena "touch" 15 meter sebelum landasan, keempat "main wheel" atau roda utamanya lepas dan ada yang menabrak rumah serta melukai dua orang. Yang ketiga, Hercules A-1325  mengalami kecelakaan saat akan mendarat di Lanud Iswahyudi, Madiun.

Menarik yang disampaikan oleh Marsda TNI (Pur) Jacky Hambadar mantan koorsahli Kasau yang juga mantan penerbang Hercules. Saat diwawancarai sebuah stasiun televisi, mengatakan bahwa biaya maintenance  dan penyiapan pesawat sangat minim dibandingkan dengan beban tugas, mengakibatkan beberapa latihan terpaksa dilakukan bersamaan saat melakukan "mission". Dengan demikian maka porsi jam latihan awak pesawat tidak terpenuhi dengan ideal. Demikian juga Kadispenau Marsma TNI Sulistyo mengatakan bahwa biaya maintenance pesawat TNI AU dinilai sangat minim.

Berbicara mengenai dunia penerbangan, ada hal  penting yang  perlu diketahui yaitu tentang masalah "kodrat".   Bila suatu saat manusia akan terbang, maka perlu difahami bahwa kita sebenarnya sedang menyalahi kodrat yang telah ditetapkan. Kodrat manusia adalah berada didarat, tidak terbang. Dengan akalnya manusia diantaranya membuat pesawat terbang. Oleh karena itu kalau kita akan terbang  manusia harus mempersiapkan pesawat yang akan dipergunakan dan mempersiapkan orang yang akan menerbangkan pesawat itu sesuai dengan aturannya. Kesiapan yang dimaksud diantaranya adalah kesiapan anggaran, manajemen penerbangan, prosedur penerbangan, kesiapan pesawat, kesiapan dan kemampuan awak pesawat dan mental semua yang terlibat dalam operasi penerbangan, umumnya disebut "airman ship." Semua persyaratan tersebut tidak bisa diberikan toleransi, kekurangan sedikit saja disatu sisi berarti sisi lain harus ditingkatkan dua kali lipat. Kalau hal tersebut diabaikan...maka awak pesawat dan penumpang tanpa mereka sadari, cepat atau lambat harus siap untuk bertemu dengan kodratnya, yaitu jatuh kebumi. Maka....cerita pilu seperti tersebut diatas akan kembali berulang-ulang tanpa dapat dihindari.

Bagi sebuah Angkatan Udara, kecelakaan pesawat transport dalam interval waktu yang relatif berdekatan menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sangat serius dan perlu dibenahi. Ini sudah bukan berkisar ditataran TNI AU saja, tetapi menyangkut keputusan birokrasi dan instansi yang jauh lebih tinggi. Kita tidak bisa hanya mengelak dan bersembunyi, tetapi harus berani menyatakan "saya yang bertanggung jawab." Korban sudah cukup banyak, bukan hanya alutsista dan harga diri saja,  yang menakutkan, para pemimpin itu tanpa disadari telah mempertaruhkan "nyawa" manusia. Apakah memang begitu?.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/05/22/kisah-dibalik-jatuhnya-hercules-tni-au/ (Dibaca: 5749 kali)

This entry was posted in Kedirgantaraan. Bookmark the permalink.