Akan Kemana JK?
11 April 2009 | 1:22 am | Dilihat : 45
Setelah beberapa lembaga survei merilis quick count pemilu, maka mulailah muncul spekulasi dan pendapat tentang koalisi. Para pengamat memperkirakan paling banyak tiga pasangan capres-cawapres yang akan maju, walaupun bisa juga kelompok partai akan terpolarisasi dalam dua kubu. Akan tetapi bukan masalah ini yang akan dibahas. Penulis mencoba membuat sebuah ulasan khusus tentang kemungkinan keputusan dan arah yang akan diambil oleh Pak Jusuf Kalla sebagai tokoh yang diketahui juga akan maju. Pendekar bugis ini (demikian penulis menyebutnya), kini menjadi titik spekulasi pembahasan baik oleh pengamat, pemerhati dan penanggap.
Golkar walaupun kalah dengan Partai Demokrat pada perolehan suara pemilu legislatif 2009, tetap akan menjadi salah satu partai penentu dimasa mendatang. Apa kira-kira keputusannya dalam menghadapi pilpres yang akan digelar pada bulan Juli nanti. Didalam meneliti masalah kepemimpinan, disiplin intelijen melihatnya dalam beberapa hal, dikelompokkan dalam dalam sebuah data sembilan komponen intelstrat.
Salah satu diantaranya adalah komponen biografi. Oleh karena itu, dalam membahas beberapa tokoh politik, maka disiplin serta data-data intelijen yang menyangkut banyak hal dari tokoh tersebut sebaiknya dibahas. Membahas serta menganalisa seorang tokoh umumnya dikenal dengan istilah "spoting", yaitu menspot seseorang dari beberapa segi, baik dari sisi ideologi, politik, sosial, budaya, norma, pendidikan, lingkungan, asal usul, keluarga, dan masih banyak kriterianya. Tanpa kita pergunakan data terkait, maka kita seperti membahas posisi parpol sebelum pemilu tanpa menggunakan dasar dari parameter yang dikeluarkan oleh lembaga survei. Penilaian bisa menjadi semu. Jadi, kalau kita membahas JK akan berbeda dengan membahas SBY, berbeda juga dengan Prabowo karena "back ground" utuh ketiganya yang tidak sama.
Kini penulis mencoba membahas Ketua Umum Golkar M Jusuf Kalla. Tokoh ini berasal dari Bone, lebih dikenal sebagai warga keturunan bugis. Dalam budaya bugis terdapat falsafah yang terkait dengan tiga hal utama. Dalam bahasa bugis "Ada Tongeng", ini mempunyai arti bahwa warga keturunan bugis itu harus berkata benar, sesuai kata dengan perbuatan. Juga harus memegang kejujuran ("lempu") dalam arti yang luas. "Getteng", ini mempunyai arti teguh pada pendirian, kalau dia mempunyai pendapat maka dia berani mempertahankan pendapatnya. "Siri" yang dikaitkan dengan rasa malu. Warga keturunan bugis "anti" dipermalukan atau mempermalukan dirinya. Nah, itulah menurut penulis yang terutama akan melatar belakangi keputusan dari pribadi beliau.
Bagaimana kini posisi JK ?. Dari hasil "quick count" terlihat bahwa partai Golkar perolehan suaranya berada dibawah Partai Demokrat dan kemungkinan masih akan terus bersaing dengan PDIP untuk merebut posisi tempat kedua dalam perolehan suara nasional. Pertanyaannya, apakah JK akan kembali bersatu dengan SBY atau maju terus?. Jawaban dalam masalah ini harus diukur dan akan erat kaitannya dengan falsafah dari bugis tadi. JK sudah menyatakan bersedia dicalonkan sebagai capres Golkar. Kata-katanya akan dipegang oleh JK, "berkata yang benar" itulah pegangannya, dia akan memegang kejujuran terhadap apa yang sudah disampaikan kepada partainya. Oleh karena itu apabila kita melihat lebih teliti, selama ini kenapa beliau banyak berdiam diri dengan manuver partner koalisinya, ini karena JK mempertahankan kesepakatan yang telah dibuatnya dengan SBY.
Pada saat Mubarok mengeluarkan pendapat yang dianggap menghina Golkar, SBY nampak turun tangan langsung menetralisirnya, karena beliaupun faham dengan budaya dan karakter bugis. Kemudian sesuai falsafah tadi, JK kini telah mengeluarkan pendapat dan dia akan teguh pada pendiriannya. Nilai budaya siri, apabila JK kembali bergabung dengan SBY berarti bisa dinilai akan tersentuh siri. Sulit bagi warga bugis melakukan sesuatu dengan istilah yang dipakai rekan blogger menjilat ludahnya sendiri.
Jadi kesimpulannya, JK kemungkinan besar tidak akan kembali bergabung dengan SBY pada pemilihan presiden Juli nanti. Disebut kemungkinan, karena dalam dunia politik semua kemungkinan harus diukur dan diperhitungkan. Kalau Golkar mampu membangun koalisi yang cukup memenuhi syarat UU Pilpres maka JK akan berusaha maju terus menjadi capres, saingan utamanya di internal Golkar adalah Sri Sultan. Tidak tertutup pula kemungkinan Golkar akan dibawa berkoalisi dengan PDIP. Oleh karena itu, maka penulis pernah mengulas bahwa Agung Laksono sebagai Wakil Ketua Umum Golkar yang berpeluang besar sebagai salah satu kandidat yang akan diambil oleh SBY sebagai cawapresnya. Agung bisa berperan sebagai "truf" yang akan menguntungkan baik kubu Partai Demokrat maupun Golkar. Kalkulasinya telah penulis bahas pada artikel yang lalu.
Apa kemungkinan terburuk dari JK?. Kemungkinan terburuknya, Jk dinilai gagal oleh kader Golkar dalam meningkatkan perolehan suara, bahkan mempertahankan perolehan pemilu 2004 pun dinilai tidak mampu. Disini kerawanan JK yang bisa dipolitisir oleh faksi bukan pendukungnya, dan ada kemungkinan jabatan Ketua Umum akan digoyang. Nasibnya bisa saja sama dengan Akbar Tanjung yang juga dilengserkan setelah dianggap melakukan "blunder" pada pilpres 2004. Sebagai politisi dengan latar belakang pedagang dan budaya yang kental dengan "harga diri", JK kelihatannya tidak akan mengundurkan diri, dia akan terus berusaha maju untuk mencoba merebut kekuasaan. Dalam berpolitik kekuasaan tidaklah diberikan, tetapi harus direbut dengan strategi yang tepat. Soal kalah dan menang, saya kira kita sepakat itu adalah keputusan Tuhan YME, yang akan disentuhkan melalui hati para konstituen. Begitu bukan?.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/04/11/akan-kemana-jk/
(Dibaca: 2491 kali)