Peta Politik Menjelang Pemilu 9 April

24 March 2009 | 10:13 pm | Dilihat : 90

Bagaimana membaca peta politik di negara kita yang demikian besar ini? Secara sepintas sepertinya tiap-tiap parpol mempunyai keyakinan bahwa partainya akan menuai suara yang signifikan, bahkan ada yang  sangat yakin akan memperoleh suara diatas 20%.  Beberapa diantaranya ada yang tetap meyakini bahwa jejaring parpolnya akan mampu menarik konstituen dengan metoda, strategi, taktik dan segala rupa cara yang pada umumnya dilakukan secara tradisional. Kalau dapat dikatakan, inilah sebuah keyakinan "semu", agak berbahaya bagi internal parpol tersebut, karena kemudian yang akan mereka jumpai hanyalah kekecewaaan belaka dan nampaknya akan berujung kepada gelombang protes.

Nah, kita akan kembali membaca sebuah peta kasar dunia politik di negara kita ini, bukan peta bersih, karena peta ini terbentuk berasal dari hati manusia yang sering sulit diduga. Walaupun demikian dengan metoda dan ilmu pengetahuan yang tepat dan sesuai,  peta politik jelas  dapat dibuat.  Dasar yang dipergunakan adalah ukuran baku yang dirilis oleh empat lembaga survei yaitu CSIS, LP3ES, P2P LIPI dan PUSKAPOL FISIP UI. Survei dilaksanakan pada 9 s/d 20 Februari 2009 dengan ambang kesalahan (margin of error) 1,8% pada tingkat kepercayaan 95%.

Partai Demokrat mendapat dukungan 21.52% responden, PDIP 15,51%, Golkar 14,27%. Peringkat keempat diduduki PPP 4,15%, PKS 4,07%, disusul PKB 3,25%, PAN 2,91% dan Gerindra 2,62%. Survei menyebutkan bahwa yang menyebabkan PD mengalami kemajuan pesat dari sisi elektabilitas, pertama karena "figur SBY" yang mampu menarik dukungan dari parpol lain ke PD. Sebanyak 31% pemilih PD memilih karena figur SBY. Kedua, karena PD mampu mengklaim keberhasilan pemerintah, PD dinilai telah terbukti barhasil.

Aspek penting dari survei adalah masih tinggnya pemilih yang belum menentukan pilihannya (22,8%), sementara terdapat 30,7% pemillih yang sudah memiliki pilihan ternyata masih mungkin berubah, jadi terdapat 53,5% pemilih yang menyatakan mereka belum memiliki pilihan yang pasti untuk pemilu legislatif mendatang.

Peta capres juga mengalami pengerucutan dua nama terkuat yang dipilih responden yaitu SBY (46%), Megawati (17%), disusul capres ketiga dan keempat Sultan (4,7%) dan  Prabowo 4,6%). Nama-nama lain seperti Hidayat, Wiranto dan JK belum memperoleh suara yang signifikan. Dalam pilpres ini, tercatat 38,5% responden menyatakan bahwa pilihan mereka masih dapat berubah. Survei menyebutkan bahwa SBY populer karena ia mampu membangun persepsi  keberhasilan pemerintah, sehingga ketika seseorang memilih SBY ia tidak lagi melihat apa yang ditawarkan SBY, melainkan melihat apa yang telah dilakukan oleh SBY. Selain itu iklan SBY dan PD dinilai berhasil membangun popularitas dan elektabilitasnya.

Dalam skenario pasangan, saat SBY dipasangkan dengan JK, mendapat dukungan 51,5%, mengalahkan pasangan Mega-Sultan  dan Prabowo-HNW. Dalam skenario kedua bila SBY dipasangkan Akbar Tanjung, tetap unggul 46,7% bila dihadapkan dengan Mega-Sultan (31,7%) dan JK-HNW (5,8%). Survei menunjukkan apabila SBY berpisah dengan JK, SBY akan kehilangan minimal 25% dari perolehan suaranya, atau sekitar 12,9% dari total pemilih.

Melihat dari beberapa fakta-fakta diatas, terlihat sementara ini terdapat tiga kelompok parpol yaitu kelompok parpol papan atas yaitu Demokrat, PDIP dan Golkar. Kelompok parpol papan tengah sementara ini diduduki oleh PPP, PKS, PKB dan PAN yang mencoba merebut suara sekitar 5%. Sementara kelompok ketiga terdiri dari beberapa parpol lama dan baru yang terdiri dari Gerindra, Hanura, PKNU, PBB. Dengan demikian maka kemungkinan besar parpol yang akan lolos "parliamentary treshold" hanya akan berkisar 9 sampai 11 parpol.

Khusus yang menyangkut pilpres, beberapa capres-capres yang diunggulkan terlihat masih berat apabila harus "head to head" dengan SBY. Mega sebagai kompetitor terdekatnyapun tertinggal 29%, terlebih apabila SBY diadu dengan Sri Sultan atau Prabowo. Peluang yang tersisa dan yang kelihatannya akan menjadi penentu adalah pemilihan cawapres yang tepat, karena menurut survei pecahnya SBY-JK menyebabkan merosotnya dukungan kepada SBY sekitar 12.9% dari total pemilih. Dengan demikian maka masih terdapat titik rawan dari kubu SBY apabila tidak hati-hati dalam menentukan cawapresnya. Nampaknya hanya pasangan Mega-Sultan ataupun Mega-JK yang masih mempunyai peluang untuk melawan SBY. Atau mungkin skenario Golkar dikembalikan kepada posisi awal, JK kembali merapat ke SBY, peluangnya berada diatas 50% dan kekuatan parpol koalisi PD-Golkar diatas 35%, sehingga apabila ditambah 5% suara akan menjadi koalisi yang ideal.

Dengan demikian maka mulai lebih terlihat gambaran kasar sebuah peta politik menjelang pemilu 9 April nanti. Menjelang dua minggu lagi dilaksanakannya pileg dan sekitar tiga bulan pilpres, peta politik Indonesia masih akan sangat dinamis dan masih sangat mungkin terjadi perubahan. Dunia politik adalah bukan suatu kepastian, karena itu koalisi masih dapat terbentuk dengan siapa dan parpol manapun. Yang perlu dihilangkan adalah "ego" dari beberapa elit parpol yang alam berfikirnya hanya mengejar kekuasaan belaka. Bangsa ini kini membutuhkan pemimpin yang kuat dan mempunyai jiwa pengabdian, patriot. Pemimpin akan kuat apabila didukung oleh koalisi permanen yang juga kuat di parlemen. Mungkin ini yang terpenting bukan?.

PRAYITNO RAMELAN. Guest Blogger Kompasiana

Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/03/24/peta-politik-menjelang-pemilu-9-april/ (Dibaca: 677 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.