Selain SBY dan Mega, Adakah Capres Lainnya?
31 January 2009 | 7:17 am | Dilihat : 73
Selama ini banyak pihak yang heran, kenapa Sri Sultan Hamengku Buwono-X hanya dalam waktu yang relatif singkat, mendadak popular dan elektabilitasnya naik?. Jawaban untuk pertanyaan ini agak sulit, karena naiknya elektabilitas Sultan disampaikan oleh beberapa Lembaga survei. Jadi kalau ada yang menginginkan jawaban yang akurat dibutuhkan biaya sekitar dua hingga dua setengah milyar rupiah, untuk membiayai sebuah lembaga survei mencari jawaban tersebut.
Hingga kini, publik sudah diarahkan oleh elit parpol, pengamat, ataupun lembaga survei bahwa kekuatan capres sudah terpolarisasi dalam dua kubu, kubu atau yang akan menjadi blok SBY serta kubu (blok) Megawati. Para pendukung sudah demikian bersemangat mendukung dan meyakininya, parpol lainnya juga diperkirakan sudah mulai menghitung-hitung rencana kemana akan berkoalisi. Sebelum didapatkannya hasil pemilu yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009, pada umumnya parpol masih belum berani mengutarakan keinginan serta niat berkoalisi karena masih ragu dengan perolehan suara. Parpol dikunci dengan UU pemilu dan UU pilpres, hingga rata-rata menjadi gamang dan tidak sembarang berani bergerak.
Perseteruan dan persaingan politik antara PDIP Mega melawan Demokrat SBY mulai memasuki area kritik yang aneh dan agak keras. Istilah sederhana seperti "poco-poco", main "Yoyo" dibalas dengan "pantun", para elit partai dan juru bicara kedua parpol mengeluarkan pernyataan mulai yang santun hingga keras dan mengejek. Pertanyaannya apakah ini efektif?. Apakah dengan demikian citra parpol lawan menjadi jatuh, dan citra partainya naik?. Belum tentu, itulah jawabannya. Kelihatannya kedua parpol besar tersebut agak kurang menyadari bahwa rakyat sebetulnya agak mulai jenuh dengan kondisi yang ada pada saat ini, rakyat sejak reformasi sepuluh tahun yang lalu belum merasakan kemajuan yang sangat berarti bagi kehidupannya. Sejak dibukanya keran kebebasan, secara tidak disadari rakyat menjadi lebih bebas, bebas berekspresi, bebas berpendapat dan bebas berbuat. Rakyat menjadi lebih "melek politik", artinya sedikit banyak mulai mampu membaca situasi dan kondisi politik. Apa buktinya? Tingginya Golput yang mengalahkan para calon unggulan adalah bukti kongkrit, hingga perlu ada yang mengeluarkan fatwa "haram". Apakah kondisi ini disadari?.
Sultan adalah sebuah fenomena yang harus dipelajari oleh elit politik. Sultan sebagai raja Jawa dalam peran politik dinegara ini bukanlah seorang tokoh partai yang terlalu mengemuka, memang sejak pemilu 1999 Sultan sudah mulai berkecimpung dalam konteks politik. Dia bukanlah pusat sebuah kekuatan politik. Jadi kenapa menjelang pemilu 2009 namanya muncul bersinar?. Sultan ini hanyalah simbol kekecewaan dan ketidak puasan rakyat kepada para tokoh yang sekarang ada. Rakyat terlihat mencoba mencari tokoh yang dikenalnya, agak dipercaya, agak muda, bijaksana, terhormat. Nah pencarian secara umum rakyat berada pada sosok Sultan, mereka tidak melihat Sultan dari suku jawa ataupun raja, yang sebenarnya dicari adalah tokoh alternatif. Walau elektabilitasnya tidak setinggi SBY dan Mega , beliau adalah sebuah "outlet".
Bagaimana dengan capres alternatif lainnya. Pada umumnya parpol peserta pemilu terlebih yang masih baru belum berani berspekulasi mengutarakan ramalannya, kalau terlalu besar berbicara, kalau nanti perolehan suaranya sedikit jelas akan memalukan. Beberapa partai menengah sudah berfikir akan melakukan koalisi untuk mewujudkan capres alternatif. Yang kini bersemangat adalah Golkar dan PKS. Sementara bagi parpol yang didalamnya duduk tokoh-tokoh besar terlihat masih menunggu pemilu legislatif. Partai Hanura, Gerindra diperkirakan akan mensponsori koalisi alternatif apabila mereka mampu menjadi partai papan tengah.
Capres alternatif diperkirakan akan muncul dari partai Golkar, PKS, Gerindra dan Hanura. Maka tokoh yang kemungkinan akan ikut bersaing dengan SBY dan Mega adalah Sri Sultan, Jusuf Kalla, Hidayat Nur Wahid, Prabowo dan Wiranto. Kemunculan kelima tokoh tadi sebagai capres dan cawapres alternatif pada masa mendatang akan sangat tergantung dengan hasil pemilu dan kepiawaian elitnya masing-masing. Peluang munculnya tokoh muda diperkirakan masih kecil karena parpol besar dan menengah masih dikuasai oleh tokoh senior. Situasi akan menjadi lebih meriah apabila PKS yang sering melakukan langkah "kontroversi politik" mampu mendapatkan 20% suara, walau menurut survei sementara ini masih sulit dicapai. Suatu yang sulit diramalkan kedepan adalah kejenuhan konstituen yang menyebabkan "undecided voters" semakin membengkak, ini yang harus dikejar parpol. Obama memenangkan pilpres lebih disebabkan mampu meraih dan menyentuh hati mereka.
Jadi, peluang calon alternatif masih tetap terbuka, karena baik SBY maupun Mega belum mampu mengunci calon konstituen hingga tidak lari dari mereka. Semakin keduanya perang mulut dan perang kritik yang (maaf) "kurang berkelas", maka akan semakin banyak yang bertepuk tangan. Dan hal ini akan lebih mendorong simpati konstituen kearah calon alternatif. Kedewasaan dan kebijakan pemimpin sebagai orang tua bangsa ini merupakan suatu hal yang penting, jangan tiru AS yang rakyatnya memang sudah dewasa. Ingat, rakyat mencari pemimpin yang sangat serius, bukan yang sekedarnya, karena masalah bangsa ini sangat banyak dan berat.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/01/31/selain-sby-dan-mega-adakah-capres-lainnya/ (Dibaca: 1266 kali)