Strategi PDIP Yang Semakin Menggigit

27 January 2009 | 3:27 pm | Dilihat : 457

Pengejaran PDIP kearah terciptanya Mega-Buwono kelihatannya semakin mendekati kenyataan. Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufik Kiemas sebagai "king maker"  semakin yakin dengan langkah-langkahnya. Hari Senin (26/1) di Gedung Jogja Expo Center dalam acara pembekalan calon legislatif yang juga dihadiri Sultan, Taufik mengatakan bahwa Mega-Buwono telah menjadi wacana yang begitu menasional meski baru beberapa hari muncul. "Kita berdoa,semoga hari inilah klimaks yang kita tunggu untuk bertarung ke depan,”kata Taufik disambut teriakan setuju ribuan simpatisan PDIP kemarin.

Selanjutnya Taufik mengatakan, ”Saya rasa kalian tidak akan kecewa meski Mbak Mega tidak hadir di sini. Saya rasa itu bukan kehendak saya, tapi kehendak Sultan. Mbak Mega nggak bisa ke sini karena ke Imogiri untuk menyambut rakyat Sri Sultan dan Ngarso Dalem (panggilan  Sultan) ke sini untuk menyambut warga PDIP." Dalam sambutannya Sultan mengatakan "”Semoga PDIP juga menjadi rumah demokrasi bagi semua kalangan, etnik,dan golongan.  Jadi tujuan parpol adalah menyejahterakan rakyat.Kekuasaan bukan tujuan, tapi hanya alat mencapai tujuan.” Terkait pinangan PDIP, Sultan menyatakan ”Proposal dalam politik itu hal yang biasa. Ini bagian dari konstelasi politik. Lihat saja nanti di rakernas siapa.”

Pada malam harinya Megawati Soekarnoputri menghadiri undangan santap malam di Keraton Jogyakarta. Pada pertemuan tersebut Sultan mengucapkan selamat berulang tahun kepada Megawati dan memberikan hadiah berupa foto mantan Presiden Soekarno dan Sri Sultan HB-IX. ”Saya juga berharap peristiwa malam hari ini bisa memberikan pencerahan di acara PDIP (rakernas di Solo) besok,”ujarnya.

Acara pertemuan lanjutan Mega-Sultan tersebut menjadi sangat menarik, karena Ketua Deperpu PDIP Taufik Kiemas dengan bersemangat semakin meyakini duet akan terwujud. Sementara dilain sisi Sultan terlihat juga telah memberikan signal positif juga kearah duet tersebut. Hanya konstelasi politik yang terjadi tidak dapat dideklarasikan mengingat mekanisme di PDIP yang baru akan memberikan keputusan tentang kriteria pendamping Mega sebagai cawapres. Kini setelah pecahnya PDIP dimana sebagian tokoh-tokohnya telah membentuk Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), DPP terlihat semakin mampu mengendalikan arus bawah. Para elit PDIP terlihat semakin bersatu dan bersemangat akan menjadikan Mega sebagai Presiden.

Kini yang menjadi pertanyaan, sebagaimana juga yang dibahas para pengamat, apakah penetapan cawapres sebelum Pemilu justru akan menjadi "bumerang" bagi partai bersangkutan?. Penulis jusru berpendapat sebaliknya. Dalam merencanakan sebuah peperangan, maka militer sebuah negara seharusnya mempunyai data-data intelijen yang disebut "Order of Battle" (Orbat), biasa disebut susunan bertempur musuh. Orbat merupakan data-data intelijen yang terdiri dari kekuatan, kemampuan dan kerawanan, baik lawan, calon lawan ataupun kesatuan sendiri. Teori ini apabila diimplementasikan didalam dinamika politik menjelang pemilu dan pilpres langsung, seharusnya sudah dikerjakan parpol papan atas oleh para analisnya masing-masing. Parpol seperti militer pertama-tama harus menganalisa palagan berupa Cumemu (Cuaca, Medan dan Musuh), dalam politik yang harus dianalisa terutama konstituen, karakter, fokus, kebutuhan, kondisi, opini, golput, swing voters, dislokasi pendukung partai, yang terahir Orbat parpol saingan.

Bagaimana mendapatkan data-data tersebut, data harus dikumpulkan sejak dari kasus pemilu 2004 dan masa kini yang sedang terjadi, sehingga bisa diramalkan masa mendatang,  sarana yang terbaik dipergunakan adalah lembaga survei. Bagi parpol yang tidak meyakini atau tidak menggunakan hasil survei, dapat dikatakan dia akan berperang tanpa informasi intelijen, artinya dia hanya mengetahui sebagian dari Cumemu tadi. Apabila dia berhadapan dengan lawan yang memiliki data Cumemu, Orbat yang lengkap, sangat besar kemungkinan dia akan kalah. Oleh karena itu Parpol sebaiknya  menggunakan dan memiliki analis yang menguasai survei.

Setelah data lengkap, serangan pendadakan perlu dilakukan, untuk menimbulkan unsur "kejut", sebelum lawan menyadari apa yang terjadi. Biasanya lawan yang terkena unsur pendadakan akan bertindak tidak realistis yang merugikan pihaknya. Sasaran politik adalah "relung hati" konstituen, mereka sudah diberi gambaran siapa pasangan pemimpinnya, sementara capres lainnya belum berani memberikan gambaran. Langkah PDIP ini dinilai sebagai satu langkah lebih maju dibandingkan parpol lainnya yang masih ragu-ragu. Rakyat kini membutuhkan pemimpin yang tegas dan berani, tidak ragu-ragu dalam bertindak.

Langkah PDIP yang demikian bersemangat terus mengejar Sultan untuk didampingkan dengan Mega dapat dikatakan sebagai langkah terbaiknya. Dari data survei seperti yang disampaikan pada artikel terdahulu tentang koalisi parpol (gabungan tiga lembaga survei), PDIP dari beberapa hasil survei di bulan Desember 2008 posisinya  21,8%, Partai Demokrat 22,2%, Golkar 14,2%, Gerindra 5,5%, PKS 4,7%,  PKB 4,3% , PAN 3,7% dan PPP 2,9%. Posisi elektabilitas Capres sebagai hasil  survei Lembaga Survei Nasional (LSN) pada 1-10 desember 2008 mengenai figur calon presiden (capres),  SBY di urutan teratas dengan 32,3 % jika pilpres dilakukan hari ini dan hanya diikuti 5 calon. Sementara  Megawati berada  diposisi kedua  dengan 29,4%. Akan tetapi, apabila Mega dipasangkan dengan Sultan, keduanya  mendapat dukungan responden sebesar 44,8%, mengungguli pasangan SBY apabila dipasangkan dengan JK yang mendapat 39,1%.

Dari data tersebut maka kini yang harus diperhitungkan PDIP adalah upaya pemenuhan persyaratan pengajuan capres sesuai undang-undang, artinya PDIP hanya mencari parpol lain untuk berkoalisi yang membawa perolehan suara sekitar 5-7%. Peluangnya berada di Gerindra, PAN dan PPP. PKS kemungkinan hanya mau berkoalisi apabila Hidayat Nur Wadid dijadikan Cawapres, demikian juga Gerindra dimana terlihat Prabowo masih besar keinginannya untuk tetap maju sebagai Capres. Peluang lainnya, bukan tidak mungkin PDIP akan mendapat suara diatas 25%, sehingga bisa mengajukan capres tanpa berkoalisi.

Dengan demikian maka apabila dihitung dengan data-data yang ada, sebenarnya penetapan cawapres sebelum pemilu belum tentu menjadi "bumerang" bagi parpol bersangkutan. Apabila tidak ada kasus yang terlalu mencederakan PDIP dan Megawati, maka keputusan menetapkan Sultan masih dalam batas toleransi kepantasan dalam hitungan politis. Justru keberadaan Sultan disisi Mega diperkirakan akan menaikkan perolehan suara PDIP pada pemilu 2009. Langkah PDIP ini  benar-benar harus diwaspadai kubu SBY dan Demokrat sebagai rival utamanya, strategi PDIP semakin lama diperkirakan akn semakin mengigit. Bersatunya keturunan dua tokoh Nasional ini akan dapat menggentarkan dunia perpolitikan ditanah air. Masih banyak masyarakat yang mempunyai pandangan pentingnya bibit, bobot dan bebet. Jangan pandang enteng dan mensepelekan "anak proklamator dan anak raja jawa." Maaf ini hanya gambaran dari  blogger kompasiana yang independen, mungkin juga tidak sepenuhnya benar.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.

Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/01/27/strategi-pdip-yang-semakin-menggigit/ ( Dibaca : 1796 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.