Intelijen, Presiden dan Keputusan
16 December 2008 | 8:27 am | Dilihat : 211
Kaitan antara presiden, Intelijen dan sebuah keputusan sangatlah erat. Di sebuah negara yang memiliki badan intelijen negara, maka keputusan yang akan diambil oleh pimpinan nasional sebaiknya dilakukan selain atas dasar pertimbangan pembantu presiden, juga pertimbangan khusus oleh badan intelijen. Badan intelijen bertugas melakukan kegiatan pengumpulan bahan keterangan dari sembilan komponen intelijen strategis yang kemudian diolah, dianalisa, dikonfirmasikan sehingga menjadi sebuah bahan matang yang bernama "intelijen", disajikan kepada "user" atau pimpinan nasional. Bahan itulah diantaranya yang dipakai presiden dalam mengambil keputusan. Sebuah kesalahan informasi intelijen yang dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan ditingkat nasional ataupun internasional jelas akan membawa sebuah dampak negatif yang luas dan dapat menimbulkan kerugian baik moril, materiil maupun korban jiwa.
Berita mengejutkan beberapa waktu lalu disampaikan oleh Presiden George Walter Bush yang akan turun dari "tahta" sebagai presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2009, untuk pertama kalinya mengakui kegagalan intelijen terhadap Irak adalah "penyesalan terbesarnya" selama delapan tahun pemerintahannya, demikian yang disampaikan kepada ABC TV. Amerika Serikat adalah sebuah negara besar, disebut sebagai polisi dunia, negara "super power", siapa yang tidak mengetahui kehebatan dan kecanggihan intelijennya. Tetapi pengakuan Bush tentang kegagalan intelijennya perlu mendapat perhatian khusus, sebagai sebuah pelajaran bagi kita agar dapat lebih hati-hati dalam mencapai cita-cita bangsa.
Dikatakannya, banyak orang yang mempertaruhkan reputasnya bahwa senjata penghancur massal (SPM) adalah salah satu alasan untuk menggulingkan Saddam Hussein. Penyerbuan ke Irak yang dilakukan oleh AS didukung pasukan koalisi 20 negara dan suku Kurdi di Utara Irak mulai dilakukan pada tanggal 20 Maret 2003, dengan tujuan melucuti senjata pemusnah massal Irak, mengakhiri dukungan Saddam Husein kepada terorisme dan memerdekakan rakyat Irak. Pada 1 Mei 2003 Saddam Hussein dan Partai Baath berhasil digulingkan. Perang sia-sia tersebut telah mengorbankan nyawa lebih dari 4.229 prajurit AS, 6.669 jiwa pasukan Irak era pemerintahan Saddam serta 4.895-6.370 nyawa pasukan Irak era Saddam. Anggaran yang dikeluarkan AS smencapai USD 576 miliar, hingga kini masih terdapat sekitar 150.000 pasukan AS yang didisposisikan di Irak.
Setelah Irak diduduki, ternyata laporan intelijen tentang senjata pemusnah massal terbukti keliru, kekeliruan yang fatal. Kemudian munculah pemberontak Irak yang mengakibatkan timbulnya tindak kekerasan antar kelompok dan memunculkan pembunuh-pembunuh brutal dan berani mati yang menimbulkan korban sipil yang luar biasa. Tentara AS dan koalisi mulai merasakan sulitnya beroperasi melawan gerilya pemberontak yang kadang melakukan serangan bom bunuh diri. Banyak pasukan koalisi yang menjadi trauma menghadapi medan berat, fanatisme gerilya dan kondisi cuaca yang berat.
Presiden Bush pada kunjungan terakhirnya tanggal 14 Desember 2008 menyatakan bahwa AS akan menarik pasukannya dari Irak pada akhir tahun 2011. Pada saat konperensi pers, kembali terjadi kegagalan intelijen walau dalam skala kecil, Presiden Bush dilempari sepatu sebanyak dua kali oleh wartawan televisi Al.Baghdad Muntazer Al-Zaidi, 29. Di Irak lemparan sepatu dianggap sebagai sebuah penghinaan. Walaupun lemparan meleset, kejadian tadi jelas mencoreng nama baik presiden AS sebagai institusi yang harus dilindungi.
Jadi itulah sepenggal kisah tentang kesalahan pengambilan keputusan seorang presiden sebuah negara yang disebabkan kesalahan badan intelijennya memberikan informasi intelijen terhadap hal yang sangat penting dan nilainya strategis. Kita telah melihat betapa besar kerugian AS baik harta, nyawa maupun kehormatan. Jatuhnya popularitas presiden Bush dan Partai pendukungnya terutama disebabkan karena masalah tersebut. Kalau AS saja sebagai negara yang super power saja bisa salah mengambil keputusan, bagaimana dengan Indonesia? Dimasa lalu banyak sekali keputusan strategis yang dinilai kurang tepat dan mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah besar.
Kasus sepatu, kiranya perlu mendapat perhatian bagi pasukan pengaman presiden, kalau di Irak dilempar sepatu adalah penghinaan, maka di Indonesia dilempar "telur busuk" adalah penghinaan, perlu kewaspadaan, karena disini banyak yang suka terinspirasi dan meniru, orang nekatnya juga banyak. Tolong hati-hati pak, menjelang pemilu orang bisa menjadi sangat fanatis dan nekat.
Sumber : http://www.kompasiana.com