K-3 dan Pak SBY
13 December 2008 | 1:47 pm | Dilihat : 110
Hingga kini elektabilitas SBY sulit untuk tertandingi, pesaing utamanya Megawati dinilai masih memerlukan kerja keras untuk menandinginya. Penulis mencoba meyusun ulasan dengan metoda K-3 yang biasa di gunakan dalam menilai keberhasilan/kegagalan subyek yang diteliti. K-3 yang di maksud adalah singkatan dari kekuatan, kemampuan dan kerawanan. K-3 biasanya digunakan untuk mengukur dan menilai sebuah sasaran sebelum di lakukan tindakan. K-3 dibuat oleh dua belah pihak atau beberapa pihak baik sebagai sekutu atau lawan, berupa sebuah kumpulan fakta-fakta yang kemudian di analisa sehingga menghasilkan apa yang disebut kemungkinan cara bertindak.
Nah, menjelang pemilu legislatif dan pilpres 2009 mari kita bahas sedikit bagaimana kekuatan, kemampuan dan kerawanan dari Pak SBY yang menurut penilaian hasil survei masih menduduki posisi teratas sebagai capres 2009. Mengenai posisi terkuat kedua, K-3 Ibu Megawati pernah dibahas dalam tulisan terdahulu dengan judul "Masih Besarkah Peluang Megawati?".
Kekuatan SBY kini dapat diukur dalam beberapa hal, SBY memiliki Partai Demokrat yang pada pemilu 2004 berada di kelompok papan tengah, mendapat 57 kursi di DPR. Kini Partai Demokrat berada di urutan teratas seperti yang disebutkan Lembaga Survei Indonesia, Demokrat mendapat 16,8%, Golkar 15,8%, PDIP 14,2%. Dibandingkan pemilu 2004 Partai Demokrat hanya mendapat 7,4 % suara. Peningkatan tajam dari survei tersebut disebabkan karena swing voter memberikan simpati kepada Demokrat sebesar 9,6%. Kunci ketertarikan swing voter karena "leadership SBY", program partai, perhatian partai pada rakyat dan bersih dari korupsi.
Partai Demokrat kini di untungkan dalam posisinya sebagai partai penguasa, disamping SBY dengan jabatan sebagai presiden yang mempunyai wewenang untuk melakukan langkah-langkah positif yang bermanfaat bagi masyarakat, secara langsung ini akan mengangkat nama baik dan popularitas baik partai maupun SBY sebagai ujung tombak Demokrat. Kekuatan lainnya dari SBY adalah nama besar yang sudah disandangnya, dia adalah seorang jenderal yang diidentikkan masyarakat sebagai pemimpin, dia seorang yang pintar dengan gelar doktor, dia seorang demokrat sejati karena partainya pun diberi nama Partai Demokrat, dan dia seorang penggerak pemberantasan korupsi, masyarakat juga menyimpulkan bahwa korupsi yang membuat bangsa ini terpuruk. Itulah kekuatan SBY yang sudah menjadi "trade mark" di dunia perpolitikan.
Dari sisi kemampuan, kalau pada kampanye 2004 SBY terkenal sebagai penyanyi "pelangi di matamu", kini masyarakat melihat kiprahnya saat memimpin dan berpidato, terlihat sebagai pemimpin yang menguasai berbagai bidang dan permasalahan. Ini pemimpin yang bijaksana dan "pintar" kata banyak orang. Terlebih kini banyak ditayangkan media massa kemunculannya di forum-forum internasional terlihat "sangat mumpuni" berbicara di muka forum internasional dengan bahasa Inggris yang "faseh". Dia menjadi salah satu tokoh di dunia internasional yang sulit dibandingkan.
SBY dinilai sebagai salah satu pemimpin yang mampu meredam gejolak krisis dunia yang mengimbas negaranya, mampu menenteramkan masyarakat dan dunia bisnis, walaupun dalam kondisi yang sangat sulit dan tertekan dia mampu meyakinkan masyarakat agar tidak panik seperti tahun 1998. SBY mampu memainkan kartu "troef" nya Menteri Keuangan Sri Mulyani yang berhasil melakukan loby di dunia internasional mendapatkan janji pinjaman "emergency" untuk mengatasi dan menutup kemungkinan terburuk apabila krisis dunia yang terus melanda Indonesia semakin berat dan devisa ambruk.
Bagaimana kerawanannya?. Kerawanan adalah titik terlemah, apabila ini tersentuh atau terserang maka akan menyebabkan kelumpuhan, menyebabkan tidak berfungsinya sebuah sistem. Dalam dunia perpolitikan kerawanan bagi sebuah partai atau seorang calon presiden yang apabila terserang akan mengakibatkan jatuhnya popularitas, para konstituen akan meninggalkannya. Sehingga mengakibatkan merosotnya jumlah pemilih yang tadinya merupakan pendukung setia.
Sebagaimana juga beberapa parpol lain yang menggunakan pola "patron" seperti PDIP, PAN, Hanura, Gerindra, PBB maka kedudukan SBY sebagai ujung tombak sangatlah rawan. Perolehan Demokrat akan sangat tergantung kepada popularitas dan nama baik SBY. Begitu nama SBY jatuh maka secara otomatis nama Demokrat juga akan jatuh, itulah resiko sebuah partai yang terbangun dengan budaya paternalistik. Hal serupa juga akan terjadi pada PDIP, Hanura, Gerindra, PAN dan lainnya. Kekuatannya hanya disandarkan kepada figur seseorang belaka, Berbeda dengan Partai Golkar dan PKS kini yang lebih mengandalkan mesin partai yang berfungsi seperti sebuah sistem, tidak tergantung kepada pucuk pimpinan, masing-masing sub sistem bergerak saling mendukung dengan ritme yang sudah ditentukan . Mungkin cara ini dinilai jauh lebih aman, walaupun kadang terkalahkan dalam sistem pilpres langsung.
Kerawanan lain berkait dengan "imbas" krisis keuangan dunia yang mulai terasa di Indonesia, Majalah Forbes tanggal 11 Desember 2008 menyatakan kekayaan bersih Indonesia merosot drastis dengan pasar modal yang anjlok 54% dibanding tahun lalu, penurunan harga komoditas, serta pelemahan nilai tukar rupiah. Total kekayaan bersih 40 orang terkaya Indonesia anjlok hampir 50% dibanding tahun lalu. Devisa negarapun konon sudah tergerus lebih dari 12 milyar dollar.
Secara perlahan krisis diperkirakan akan semakin berat dan bisa melanda masyarakat luas, bagaimana nanti apabila harga-harga terus naik, sembako menjadi barang mahal, stabilitas harga sulit dijaga?. Bagaimana juga kalau terjadi PHK besar-besaran?. Kondisi ini di perkirakan akan menjadi kerawanan tersendiri dan sangat berbahaya bagi citra dan popularitas SBY dan Demokrat. Kalau krisis menjadi lebih serius dan berada "diluar kuasa" SBY, maka dapat diperkirakan akan menjadi pukulan berat dengan kesimpulan konstituen berkait dengan "ketidak mampuan". Artinya konstituen akan beralih dan mencari tokoh alternatif yang mereka nilai jauh lebih mampu dalam mengatasi permasalahan.
Nah, dari apa yang telah disampaikan dan dibahas, dari segi kekuatan dan kemampuan, memang SBY dan Partai Demokrat kini masih berada diperingkat teratas, SBY dapat dikatakan belum "tertandingi". Yang penting dan harus diperhatikan adalah titik rawan SBY, sebagai ujung tombak, tidak boleh cacat, tidak boleh tercederakan, harus tetap dijaga terus "mengkilap". Untuk menjaga secara normalpun, imbas krisis diperkirakan akan tetap berat. Tekanan menjelang pemilu dan pilpres akan semakin serius dan berat. Bagaimana kalau ada yang melakukan penyerangan, "black campaign" karena ulah politik di negara ini kadang membuat miris, masih ada yang tega melakukan tindakan "menghalalkan cara". Semoga informasi ini bermanfaat bagi para elit, yang masih kita percaya akan membawa negara ini menuju cita-cita bangsa yang makmur dan sejahtera. PRAY.
Sumber: http://umum.kompasiana.com/2008/12/13/k-3-dan-pak-sby/
(Dibaca: 674 kali)