Lapindo, Keterbukaan Hati Dan Kewibawaan

5 December 2008 | 9:36 am | Dilihat : 99

Manusia didalam hidupnya selalu mendapat cobaan, ujian dan peringatan dari Tuhan, kita semua mempercayai itu. Dalam kehidupan sehari-hari manusia kadang mendapat masalah, musibah, kesulitan, ujian, menyangkut karier, anak, keluarga, ekonomi dan banyak lagi lainnya. Pagi ini di televisi diberitakan seorang ibu tega menghabisi anaknya yg masih kecil, mencekoki racun, kemudian dia juga meminum racun tersebut. Keduanya tewas mengenaskan. Dalam surat pamitnya disebutkan karena tidak tahan dengan himpitan ekonominya. Itulah contoh manusia yg putus asa, imannya kurang, mengambil jalan pintas bunuh diri. Dia tidak tahu bahwa jalan yg ditempuhnya adalah salah karena urusannya jadi panjang nanti di alam baka.

Contoh yang sangat jelas tentang peringatan dan ujian dari Tuhan Yang Maha Kuasa, terjadinya gelombang Tsunami di Aceh, korban meninggal mencapai 200.000 lebih, gempa di Nabire, gempa di Bantul, tanah longsor, angin puting beliung. Melihat itu semua, apakah kita sadar bahwa ada kaitan yang erat antara perbuatan manusia dengan kemarahan alam tadi?. Panas bumi yang meningkat, percobaan senjata nuklir, percobaan sejata kimia, senjata kuman, efek rumah kaca, mencairnya es dikutub Utara  adalah juga ulah manusia, dipastikan cepat atau lambat akan berakibat buruk bagi kehidupan dibumi ini.

Nah, kini yang akan kita bahas adalah  juga kemarahan alam akibat ulah manusia, yaitu  "menyemburnya lumpur Lapindo". Kasus penderitaan warga Sidoarjo yang terkena semburan lumpur yang ditenggarai dengan gelombang demo ke istana telah mengundang perhatian serius masyarakat, istilahnya kini sudah menjadi isu nasional. Lumpur panas "yang tidak mengenal kompromi" tersebut mulai menyembur sejak 29 Mei 2006, berarti sudah sekitar 2 tahun 6 bulan sang lumpur mengamuk tak tertahankan. Asal muasalnya adalah pengeboran bumi untuk mencari minyak oleh PT Lapindo Brantas di Sidoarjo. Tapi bukan minyak yang didapat tapi lumpur panas yang dituai.

Konon menurut beberapa ahli kejadian itu disebabkan  adanya kesalahan tehnis pengeboran, sementara  berita yang menakutkan dan menyeramkan dari para ahli geologi bahwa luapan lumpur untuk kasus semacam itu akan terus berlangsung selama 100 tahun. Astaghfirullaahal'azhiim, berarti kalau benar informasi itu, masyarakat Sidoarjo   harus siap terus menerus menerima banjir lumpur dari perut bumi kira-kira 97 tahun 6 bulan lagi.

Luapan yang baru berjalan 2 Tahun 6 Bulan saja sudah menyulitkan banyak pihak, bagaimana nanti kalau memang ini berlanjut?. Kini, lumpur telah memporak porandakan rakyat kecil yang tidak tahu mengapa ini terjadi, kita yang jauh dari Lapindo bahkan banyak melupakan masalah ini. Media elektronikpun memberitakan kasus Lapindo tidak segencar berita teroris.  Kalau rakyat tidak menggeliat marah, apakah akan ada reaksi?. Di Kompasiana terlihat para penanggap mengungkapkan rasa kesalnya, ada orang kaya yang semaunya,mau menang sendiri, tidak mau bertanggung jawab kira-kira begitu intinya.

Nah, kita lihat masalah ini. Kehancuran kehidupan di Sidoarjo yang terendam lumpur meliputi lebih 10.000 rumah, puluhan sekolah dan puluhan pabrik. Areal persawahan yang terkubur lumpur  mendekati 500 hektare, perkebunan tebu hampir mencapai 100 hektare, ratusan ribu warga kehilangan mata pencaharian, nasibnya terkatung-katung.

Pemerintah pada tahun 2007 mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang isinya membatasi kewajiban Lapindo hanya mencakup peta terdampak sesuai dengan kondisi 2007. Perpres menyebabkan Lapindo hanya bertanggung jawab terhadap sekitar 22.301 jiwa dari 4 desa/kelurahan yang termasuk dari peta terdampak. Kini lebih dari 40.000 jiwa yang lahan dan rumahnya dianggap diluar tanggung jawab Lapindo arena berada diluar areal peta terdampak. Perpres menetapkan pembayaran ganti rugi malalui mekanisme jual beli kepada korban, pembayaran 20% dimuka, sisanya dibayar kurang lebih setelah 2 tahun.

Terus bagaimana apabila lumpur terus menyembur, areal yang terkubur semakin meluas?. Apakah bisa dimasukan dalam kategori bencana alam?. Tsunami, gempa, puting beliung mungkin masuk dalam bencana alam karena memang sudah kehendak alam dan Yang Maha Kuasa. Tapi kalau kasus ini? benarkah bencana alam?.

Beberapa hari yang lalu CEO Lapindo Nirwan D Bakrie sudah diminta menghadap pertama Menteri PU dan Ka Bin, diultimatum oleh Presiden harus bayar sisanya yang 80% pada tanggal 1 Desember 2008,kemudian karena tidak juga dilaksanakan dengan alasan sedang krisis, akhirnya Nirwan dipanggil langsung oleh Presiden. Presiden sangat marah kata wartawan istana kita Mas Wisnu. Tapi ya seperti biasa kata sepakatnya akhirnya membayarnya dicicil 30 juta tiap bulan. Rakyat Sidoarjo berontak, menutup jalan Porong-Sidoarjo, kemudian dibubarkan polisi. Terjadi bentrok, ada yang ditangkap. Wah, semua berita menjadi klasik. Polisi akhirnya harus jadi "bemper" kembali.

Jadi bagaimana sebenarnya?. Ada yang kurang disadari dan diwaspadai oleh Group Bakrie, kasus ini harusnya dilihat dari sisi yang jauh lebih arif, ini adalah peringatan dari Allah Swt, kapan pernah Nirwan membayangkan hal ini akan terjadi. Toh ternyata terjadi juga. Yang diperlukan adalah kesadaran, kebijaksanaan, kearifan sebagai pengusaha "pribumi" yang menonjol. Kenapa sih masih dipersulit terus masalah ganti rugi tersebut?. Apalah artinya uang Rp49 milyar itu?. Kalau boleh mengkaitkan, Group Bakrie sudah juga mendapat peringatan "jatuhnya" harga saham-sahamnya.

Secara "kasat mata" kelihatannya ini wajar, sebagai akibat krisis dunia. Coba dilihat dari sisi kebaikan hati, sudah sekian lama penderitaan rakyat yang "sangat kecil" di Lapindo, tidur di tenda, makan seadanya, uang tidak punya, rumah tidak ada, sekolah anak-anaknya tidak jelas, rakyat Sidoarjo menangis sudah dua tahun lebih. Apakah tidak cukup gambaran itu?. Sadarlah, mohon diwaspadai. jangan ukur penderitaan rakyat dengan pemikiran  dagang yang hanya memikir untung dan rugi. Sebagai umat yang beragama kitapun pasti takut dengan kaitan masalah ini. Yang diperlukan hanyalah kesadaran dan terbukanya hati para pengambil keputusan itu.

Kini rakyat Lapindo mulai lebih menggeliat, menjelang pemilu dan pilpres ini adalah iklan yang sangat buruk bagi pemerintah, masalah ini akan berimbas kepada kredibilitas, ketegasan dan kemampuan pemimpin dalam mengatasi persoalan. Rakyat secara diam-diam terus mengikuti nasib rakyat Lapindo sebagai sesama rakyat. Sebagai incumbent SBY akan semakin berat menyelesaikan masalah ini,  yang diuji adalah "kewibawaannya", memang sangat berat karena yang dihadapi adalah kemarahan alam akibat perlakuan manusia dan kurangnya rasa rela berkorban sesama manusia. Mari kita bersama mendoakan agar nasib warga di Sidoarjo mendapat ridho Allah agar segera terlepas dari kesulitan yang menghimpitnya tersebut.Amin. Salam>Pray.

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2008/12/05/lapindo-keterbukaan-hati-dan-kewibawaan/ (Dibaca: 644 kali)

This entry was posted in Umum. Bookmark the permalink.