Korupsi Yang Menghancurkan

17 September 2008 | 8:43 am | Dilihat : 437

Bangsa Indonesia sebenarnya harus bersyukur, diberi banyak kelebihan oleh Tuhan dibandingkan bangsa lainnya. Memiliki sumber daya alam yang melimpah, wilayah yang luas, tanah yang subur, letak geografis, jumlah penduduk yang besar. Tapi setelah 62 tahun merdeka, data Bank Dunia menunjukkan sekitar 49 persen penduduk Indonesia (hampir 120 juta lebih) sekarang ini masih berada dibawah garis kemiskinan.

Kita lihat salah satu kekayaan kita, cadangan minyak Indonesia 7,1 Milyar Barel (MB), dibandingkan Thailand 0,6MB, Vietnam 1,4MB, Malaysia 3,7MB, Singapura Nihil, China 26,8MB. Cadangan Gas kita 2,5 Triliun Cu.M, dibandingkan Thailand 0,4, Vietnam 1,4, Malaysia 3,7, Singapura Nihil, China 1,3 (Transparency International/2004, UNCTAD/2004). Ini baru satu macam kekayaan, belum lainnya yang masih banyak lagi. Sepertinya kita tidak percaya kalau negara dan rakyat kita ini susah. Yang salah apanya?. Sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya, pengaruh globalisasi, salah urus atau faktor manusianya?. Para ahli banyak yang sependapat bahwa bahaya laten yang harus diberantas adalah korupsi (?kebiasaan berperilaku koruptif?).

Sejak pemerintahan Presiden SBY, pemberantasan korupsi menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah, dengan menggalakkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) disamping Kejaksaan Agung dan Polri.. Korupsi masuk dalam kelompok KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Belum jelas benar KKN itu haram atau halal?. Tidak mudah menyimpulkannya, semua pihak memiliki argumentasi masing-masing. Lebih baik kita bahas korupsi yang domainnya jelas, konsep pemerintah juga jelas. Korupsi sudah masuk keseluruh sendi kehidupan bangsa, bukan budaya lagi tapi sudah jadi komoditas? Apa benar?. Apabila dibiarkan terus, korupsi secara perlahan tapi pasti akan menjadi gurita raksasa yang bisa membelit kita semua.

Korupsi Yang Dapat Menghancurkan

Korupsi adalah penyalah gunaan wewenang untuk kepentingan pribadi atau suatu kelompok tertentu (Transparency International 1995). Pada korupsi tersangkut tiga pihak, pihak pemberi, penerima dan objek korupsi (Sindhudarmoko,2001). Dalam buku saku KPK berjudul Memahami Untuk Membasmi, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No.31 Tahun 1999 jo.UU No.20 Th 2001, dalam pasal-pasalnya dirumuskan 31 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Pimpinan KPK (Agustus 2006) menyatakan, menurut Pacific Economic and Risk Consultancy, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara terkorup di Asia.

Menarik apa yang disampaikan Hasan Hambali (2005) dalam penelitiannya. Sumber korupsi mencakup dua hal pokok yaitu ?kekuasaan kelompok kepentingan dan hegemoni elit?. Kekuasaan kelompok kepentingan cenderung lebih berwawasan politik, hegemoni elit lebih berkait dengan ketahanan ekonomi. Piranti korupsi umumnya menggunakan perlindungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan. Interaksi sumber dan piranti menimbulkan empat klasifikasi, Manipulasi & suap (interaksi antara penyalah gunaan kekuasaan dan hegemoni elit), Mafia dan Faksionalisme (golongan elit menyalah gunakan kekuasaan dan membentuk pengikut pribadi), Kolusi dan Nepotisme (elit mapan menjual akses politik dan menyediakan akses ekonomi kepada keluarga untuk memperkaya dirinya, keluarga dan kroni), Korupsi Terorganisir dan Sistem (korupsi yang terorganisir dengan baik, sistematik, melibatkan perlindungan politik dari kekuasaan kelompok kepentingan).

Sekarang kita menjadi faham kenapa kasus-kasus besar yang diindikasikan korupsi seperti BLBI misalnya sangat sulit dibongkar dan dituntaskan, besar kemungkinan ada kelompok kepentingan dan hegemoni elit yang terlibat. Karena itu mereka mempunyai ?bargaining position dan bargaining power? yang kuat sehingga sulit disentuh, kemungkinan korban jatuh akan luas dan dapat menyebabkan negara ini bergetar. Disinilah diuji kepemimpinan dari beberapa instansi yang ditugasi menangani korupsi.

Sebagai contoh kita lihat laporan dari Transparency International tentang tindakan korupsi yang berakibat pada suatu kegiatan usaha yang juga akan membawa akibat kepada negara. Organisasi non pemerintah ini yang diciptakan untuk memerangi korupsi (1993) dan baru mengadakan sidang tahunannya di bali bulan Oktober lalu mengeluarkan instrumen Corruption Perception Index (CPI). Nilai CPI merupakan persepsi pengusaha multinasional, jurnalis keuangan internasional dan masyarakat domestik, sangat sulit dimanipulasi karena melibatkan banyak pihak yang diluar kemampuan pemerintahan suatu negara.

Nilai CPI menjelaskan posisi ranking persepsi suatu negara dalam hal aktivitas keberadaan korupsi yang diberikan oleh masyarakat internasional. CPI mempunyai nilai 0-10, nilai 0 untuk yang paling tinggi korupsinya, nilai 10 paling bersih. Negara maju dan berkembang umumnya nilai CPI-nya lebih dari 5, Negara terbelakang atau baru berkembang nilainya kurang dari 3.

Mari kita lihat posisi negara kita, tahun 2004 CPI Indonesia 2,0 (ranking/rk 137 dunia), CPI Singapura 9,3 (rk 5), CPI Australia 8,8 (rk 9), CPI Malaysia 5,0 (rk 39), CPI China 3,4 (rk 71), CPI Philipina 2,6 (rk 104), CPI Vietnam 2,6 (rk 106). Tahun 2005 CPI Indonesia 2,2 (rk 140), Tahun 2006 CPI Indonesia 2,4 (rk 134), Tahun 2007 CPI Indonesia 2,3 (rk 143). Ditingkat regional posisi Indonesia tahun 2007 ranking 25 dari 32 negara, hanya lebih baik dari Bangladesh, PNG, Kamboja, Laos, Afghanistan, Tonga dan Myanmar (terburuk). CPI Indonesia membaik sedikit pada 2006 (2,2 ke 2,4), tetapi pada 2007 turun lagi 0,1 kenilai 2,3.

Data diatas hanyalah sebuah contoh/indikator bahwa korupsi di Indonesia memang sangat sulit diberantas. Sejak 2005-2007 pergeseran nilai CPI nya dinilai sangat kecil. Dengan nilai CPI 2,3 pada 2007, Indonesia masih masuk dalam kelompok negara terbelakang atau negara baru berkembang. CPI sangat erat hubungannya dengan PMA (Penanaman Modal Asing), semakin tinggi nilai CPI suatu negara, PMA juga akan semakin tinggi nilainya (Harrison 2002). CPI yang rendah akan menurunkan minat investor asing untuk berinvestasi disuatu negara, mereka sulit memprediksi biaya dan rencana investasi karena adanya biaya tambahan diluar biaya resmi yang harus dibayar.

China dengan CPI 3,4 (2004) telah mampu menarik dana PMA dalam jumlah yang sangat besar disebabkan karena lingkungan usaha yang kondusif yaitu moral dan komitmen pejabat dan masyarakatnya yang mampu menciptakan aturan-aturan yang masuk akal (transparansi, pemerintahan yang lebih baik, kebijakan yang bisa dimengerti, keterbukaan, liberalisasi investasi dan perdagangan). Korupsi berdampak terhadap makroekonomi, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam jangka pendek pengaruhnya belum terlihat, tapi dalam jangka panjang korupsi sangat mematikan pertumbuhan ekonomi (Sindhudarmoko,2001).

KPK Motor Penanggulangan Korupsi

Visi KPK (Mewujudkan Indonesia Yang Bebas Korupsi) & Misi KPK (Penggerak Perubahan Untuk Mewujudkan Bangsa Yang Anti Korupsi) sudah jelas, hanya bagaimana melihat efektifitas penerapan Visi & Misi tersebut. Landasan hukum yang tersedia 6 Undang-Undang dan 2 Peraturan Pemerintah dirasa cukup untuk mendukung manuver KPK. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kekuatan dan kemampuan KPK sanggup menghadapi lawannya?.

Pada waktu Pemerintahan Orde Baru, yang menerapkan stabilitas politik, keamanan dan ekonomi pada waktu itu. Maka pembentukan KOPKAMTIB (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) dibentuk, diperkuat dan diperluas dengan Bakorstanasda yang struktur dan sarananya sudah tergelar diseluruh wilayah. Termasuk para spesialis keamanan dalam negeri. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, cengkeraman Kopkamtib sudah terasa dimana-mana, dan menjadi suatu Badan yang sangat ditakuti, khususnya mereka yang dapat menggangu kebijaksanaan pemerintah.

Dibandingkan dengan KPK, prediksi lawan/sasaran KPK jauh lebih bervariasi dan luas dibandingkan Kopkamtib. Sementara anggota KPK dilihat dari kwa jumlah saja sangat sedikit, sehingga agak diragukan dari segi kekuatan dan kemampuannya menjamah wilayah korupsi di Indonesia. Bila dianalogikan ?penyakit kanker?, tingkat keparahan korupsi di Indonesia sudah masuk stadium empat. Pasien hanya punya dua pilihan,?die tomorrow or die after tomorrow?. Karena itu KPK harus mengambil posisi yang jelas, berani melakukan terobosan-terobosan segar, menjadi ?subyek lingkungan? dengan penekanan pada semangat juang yang konsisten dan kreatif untuk melakukan manuver dan kordinasi keseluruh jajaran samping dan masyarakat.

Sudah kadaluwarsa bila KPK hanya sekedar bermain sebagai ?pemadam kebakaran?. Survei dari Lingkaran Survei Indonesia bulan September 2007 menunjukkan 66,1% responden mengatakan program anti korupsi tidak adil atau pilih kasih, popular dengan istilah tebang pilih. Walau survei baru berupa persepsi publik, ini pendapat rakyat yang tidak main-main. Apakah mungkin pelaku korupsi serta kekuasaan kelompok kepentingan dan hegemoni elit yang terlibat sudah dapat meng ?counter? KPK?. Persepsi diatas 60% tersebut adalah bukti mulai terbentuknya opini negatif.

Yang perlu diingat, kredibilitas KPK adalah bersih dan transparan kepada Presiden, DPR dan kepada publik. Jajaran KPK harus ekstra hati-hati, kredibilitasnya yang akan diserang oleh musuhnya. Tidak hanya KPK saja yang bisa mengejar, tapi lawan juga akan mencari kerawanan dan kelemahan untuk berusaha menjatuhkannya. Sekali saja cacat prinsip, terpublikasikan maka KPK sulit lagi untuk jadi sandaran. Disinilah dibutuhkan integritas, keberanian, semangat rela berkorban, mental dan disipilin baja.

Melihat kekuatan, kemampuan serta kerawanan sasaran serta terbatasnya agent action KPK, implementasi intelligence conditioning operation bisa merupakan salah satu alternatif. Kenapa?. Karena korupsi adalah kegiatan tertutup (undercover) atau tindakan yang ditutup-tutupi, untuk itu diperlukan lawan dari kegiatan tertutup.

Bukan hanya operasi taktis kasus perkasus, penindakan hukum dan pengembalian uang negara saja sasarannya. Operasi harus bersifat strategis, sasarannya perbaikan mental anak bangsa. Memang sangat berat dan luas tugas tersebut. Tapi ini kira-kira yang akan menyelamatkan kita semua dari raksasa gurita itu.

By : Prayitno Ramelan

This entry was posted in Sosbud. Bookmark the permalink.