SUDAH KALAHKAH GUS DUR ?
12 September 2008 | 8:30 am | Dilihat : 316
Oleh: Prayitno Ramelan
11 Agustus 2008
Keputusan Mahkamah Agung yang menetapkan tidak syahnya pemecatan Cak Imin sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB serta Lukman Edy sebagai Sekjen PKB semakin meningkatkan rasa percaya diri keduanya. Sebagai kelanjutannya Menkum dan HAM pada tanggal 24 Juli 2008 dengan surat nomor. MHH-67.AH.11-01.2008 mengeluarkan keputusan menindak lanjuti keputusan MA tersebut. Secara hukum maka kini posisi pejabat teras PKB kembali keposisi muktamar Semarang, Ketua Umum Dewan Syura KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) , Ketua Umum Dewan Tanfidz Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Sekjen Lukman Edy.
Kini, kita tidak bisa membayangkan bagaimana situasi dan kondisi didalam tubuh pengurus PKB, carut marut dan diliputi ketidak pastian dan kebingungan. Jelas, di PKB secara politis masih terasa adanya dua kubu yang berseberangan, kubu MLB Parung (Gus Dur) dan Kubu MLB Ancol (Cak Imin). Politisi, DPP, DPW, DPC pun juga tercerai berai. Dengan keputusan MA tersebut kubu Ancol berada diatas angin, kubu Parung tertekan. Pernyataan dari Cak Imin dan Lukman Edy menggambarkan sepertinya Gus Gur sudah habis, bahkan pernah muncul wacana akan mengganti Ketua Umum Dewan Syura dengan yang baru. Benarkah dan sudah kalahkah Gus Dur?
Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy dengan cerdik telah mampu mengalahkan Gus Dur secara hukum dan politis. Belajar dari pengalaman terdahulu saat terjadinya konflik antara Gus Dur dengan Alwi Shihab, Cak Imin dan Lukman Edy dalam posisinya sebagai salah satu Wakil Ketua DPR dan menteri melakukan langkah cepat dan berhasil melakukan lobi tingkat tinggi. Kordinasinya dengan Depkum dan HAM menghasilkan legitimasi formal berupa pengakuan pemerintah dalam pengembalian kedudukan di PKB. Dengan memegang surat sakti dari Depkum dan HAM tersebut jelas keduanya berada diatas angin.
Para politisi PKB mau tidak mau harus merapat ke Cak Imin apabila namanya secara resmi ingin ditetapkan KPU sebagai caleg pada pemilu 2009. Siapa yang mau berkorban untuk sesuatu yang belum jelas, khususnya mengorbankan kedudukan menjadi anggota dewan yang nikmat itu. Disinilah titik lemah dan titik rawan kedudukan Ketua Umum Dewan Syura yang membuatnya lumpuh secara hukum dan politis. Keputusan dan hubungan politis antara pemerintah, KPU dan parpol terkesan cukup dibangun dengan Ketua Umum Partai dan Sekjennya. Pada parpol dimana terdapat terdapat seorang Ketua Umum Dewan Syura, kekuasaan dan wewenangnya lebih banyak pada internal partai saja. Oleh karena itu maka wibawa seorang Ketua Umum Dewan Syura harus benar-benar dihormati, dijaga dan dijalankan oleh seluruh elit parpol bersangkutan. Sangsi apapun pada internal parpol tersebut haruslah jelas.
Kubu Ancol terlihat masih diliputi euforia kemenangan dan kebebasan. Seakan-akan PKB sudah milik keduanya. Secara tidak disadari keluarlah pernyataan-pernyataan yang dinilai agak arogan, menyudutkan dan mengecilkan arti seorang Gus Dur. Upaya pengiriman tim damai dari kubu Gus Dur-pun kelihatannya kurang direspons dengan baik, sehingga kemudian dibubarkan Gus Dur. Mereka banyak melakukan syukuran, dan terlihat demikian ceria di layar kaca. Mereka lupa kebesaran nilai seorang Gus Dur, bekas Presiden, keturunan Kiai Hasyim Asy?ari pendiri NU, pendiri PKB, tokoh yang tidak mengenal takut, nekat dan sering kontroversi, semua dipandang tidak sulit.
Gus Dur adalah seorang tokoh besar di Indonesia, memang ucapan dan langkah-langkahnya sering membuat orang tidak suka dan sering menimbulkan rasa sakit hati. Tapi, bila kita menyimak sejarah, para tokoh di Indonesia umumnya mampu bertahan pada tekanan seberat apapun. Bung Karno, walau kejatuhannya menyakitkan, hingga kini tetap dihormati sebagai proklamator. Pak Harto walau diupayakan digiring masuk penjara, saat meninggalnya demikian dihormati, kasusnyapun kini tidak jelas. Habibie yang tidak bisa melanjutkan jabatannya sebagai Presiden RI karena pertanggungan jawabnya ditolak DPR, kini dihormati ditanah air. Megawati walau kalah pada pemilu 2004, kini namanya justru berkibar kembali sebagai kandidat calon presiden 2009.
Kedatangan Gus Dur pada peringatan HUT Kemerdekaan RI di Istana Merdeka merupakan langkah pendekatan kepada pemerintah, yang sejak konflik terakhir jarang dilakukan elit kubunya. Bahkan terkesan selalu diposisi berseberangan, lupa kalau pemerintah sedang berkuasa yang mengatur segala sesuatunya. Langkah simpatik tersebut jelas akan mempunyai kekuatan politis pada waktu mendatang. Terlihat, Presiden SBY pun secara khusus memberikan apresiasi kepada Gus Dur, sebagai satu-satunya mantan Presiden yang mau menghadiri undangan pemerintah.
Nah, dari beberapa hal tersebut diatas yang seharusnya disadari oleh kubu Ancol. Gus Dur memang secara hukum dan politis kini kalah, tetapi jangan posisikan dirinya sebagai musuh terus menerus. Memang banyak pihak menyayangkan sikap Gus Dur yang sering seenaknya membuat keputusan tanpa ada yang berani membantah. Pak Matori Abdul Djalil sebagai tokoh yang sangat berjasa membesarkan PKB dipecat dengan alasannya saat itu mendukung Megawati. Alwi Shihab yang dulu mati-matian membantu Gus Dur saat berkonflik dengan Pak Matori juga dipecat gara-gara hanya menjadi menteri. Bukannya bangga kadernya menjadi pejabat tinggi, tapi justru dipecat. Kemudian Cak Imin, keponakannya, yang dulu mati-matian melawan Alwi Shihab juga dipecat dengan alasan yang hampir serupa. Kini kasus dengan kedua orang generasi menengah ini yang seharusnya menyadarkannya.
Terus bagaimana nasib PKB? Para politisi dan generasi penerus PKB sebaiknya menjaga hati para konstituennya yang kaum nahdliyin. Kemelut ini membuat pendukungnya pasti bosan dan tidak simpati kepada pengurusnya yang dipandang seperti anak kecil. Contoh rebutan nomor urut partai yang disiarkan luas antara Cak Imin dan Yenny menunjukkan sikap ketidak dewasaan pengurus terasnya. Dampak kemelut dan konflik telah terasa dan tercermin pada pilkada Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Cagub PKB Jateng pada pilkada lalu hanya menempati urutan terahir dari lima pasangan Cagub. Demikian juga pada pilkada Jawa Timur, cagub PKB terpuruk diurutan bawah, hancur disarangnya sendiri. Suara konstituen nahdliyin lari kecalon lain yang berbau NU, bahkan ada yang kewilayah nasionalis. Ini menunjukkan bahwa pengaruh PKB di Jawa Timur mulai menurun tajam. Pengaruh terhadap konstituennya secara perlahan mulai dikendalikan oleh Ketua Umum PBNU. Kita lihat saja seberapa besarnya pengaruh PBNU melalui putaran kedua pilkada Jatim. Apabila pasangan Khofifah dan Mudjiono (KAJI) yang menang, maka telah terjadi transformasi kontrol terhadap konstituen PKB, karena suara nahdliyin kelihatannya diarahkan kesana.
Sangat disayangkan apabila signal kurang baik ini disikapi biasa-biasa saja oleh elit PKB, sementara jadwal pemilu hanya sekitar delapan bulan lagi.. Membangun sebuah partai dan mendapatkan pemilih sangatlah sulit. Terlebih kini terdapat 34 partai yang berebut pemilih. Yang aneh justru pengurus dan petinggi PKB sepertinya mensia-siakan pendukungnya yang sudah jadi dan selama ini loyal. Tetap saja konflik masih belum juga selesai. Kita menjadi heran, apa yang sebenarnya mereka perjuangkan?.Elit PKB mestinya sadar bahwa terlepas dari sikap seenaknya dan kontroversi Gus Dur, masih sangat banyak pemilih PKB yang menjadi pengikut setia Gus Dur.
Langkah politik Gus Dur terbaru yang menerima pendekatan dari PPP, signal ini perlu diwaspadai Cak Imin, karena begitu Gus Dur membuat pernyataan politik yang ringan saja, maka berbondong-bondonglah pengikutnya yang akan hijrah ke PPP. Sebelum PKB terbentuk, PPP adalah wadah penyalur aspirasi politik warga nahdliyin. Selain itu terdapat ancaman dari PKNU yang didalamnya terdapat mantan pengurus PKB dan beberapa kiai NU.
Gus Dur dengan segala kekurangannya mempunyai kelebihan yaitu berani mengutarakan pikiran dan pendapatnya tanpa beban.Disamping itu jabatan Ketua Umum Dewan Syura sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di PKB tetap digenggamnya. Apabila tetap pada posisi tertekan, dan Gus Dur benar-benar menyatakan Golput, maka diperkirakan banyak pengikutnya akan golput ataupun pindah kepartai lain. Selain itu akhir-akhir ini mulai terjadi gesekan horizontal antara pendukung Gus Dur dengan pendukung Cak Imin. Di Garut pada tanggal 19 Oktober 2008 sekelompok pendukung Gus Dur menyerbu dan merusak kantor PKB Garut. Demikian juga di Jombang massa Gus Dur merebut kantor DPC PKB kubu Muhaimin.
Dengan demikian maka sebenarnya Gus Dur belumlah kalah seperti yang digambarkan banyak pihak, justru posisi disia-siakan dan dilecehkan oleh kaum muda di PKB merupakan kunci kemenangannya. Kultur dikalangan NU sangat tidak membenarkan pelecehan kiai oleh santrinya. Yang ditakutkan dikalangan santri, bahkan kiai adalah jatuhnya hukuman sosial dikalangan mereka. Pemakzulan tokoh politik lebih mudah dilakukan, tetapi seorang tokoh agama sebesar Gus Dur akan sangat sulit dimakzulkan, karena didalamnya terdapat unsur budaya, kepercayaan, kehormatan dan fanatisme yang sudah mengakar.
Keberanian Cak Imin dan Lukman Edy serta arogansi yang kini muncul diwilayah politik harusnya juga diukur secara hati-hati dengan budaya yang berlaku, jangan terjebak dengan hanya pemikiran politik murni. Dinilai dari ilmu perang, langkah keduanya memang sudah on track, tetap berpegang teguh pada tujuan. Melawan Gus Dur harus tabah baik mental maupun moral, tidak boleh goyah sedikitpun. Kunci awal yang dibutuhkan adalah diplomasi dan pendekatan ke Pemerintah, ini sudah berhasil dilakukannya.
Sudah waktunya Cak Imin bertindak bijaksana, melakukan konsolidasi dan merangkul bekas lawan politiknya didua tingkat, yaitu di DPP, dan kemudian pada Gus Dur. Toh, legitimasi pemerintah sudah ditangannya, sehingga posisi tawarnya sudah cukup kuat. Kalau tetap dengan posisi ?status quo? , jelas yang akan dikorbankan adalah PKB. Buat apa menang konflik kalau nanti perolehan suara PKB dalam pemilu 2009 hanya dibawah dua persen atau bahkan kurang. Salah langkah dan strategi selanjutnya jelas akan mengecilkan PKB.
Yang diwaspadai mendatang adalah kemungkinan politik bumi hangus lawan politiknya yang jauh lebih berpengalaman. Juga sangat perlu diwaspadai kemungkinan meluasnya gesekan di akar rumput. Ini dimungkinkan karena harga sebuah gengsi sangat mahal bagi seseorang.